Jakarta, TheStanceID – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kini menjadi semacam ”senjata pamungkas" bagi para orang tua untuk menjinakkan dan mendisiplinkan anak-anak mereka.
Ini setelah video pendek yang diunggah Dedi di akun TikToknya pada 6 Mei 2025 viral. Isinya ancaman bakal “menjemput” anak-anak nakal, malas mandi, atau susah tidur.
Dalam video berdurasi 30 detik itu, Kang Dedi, sapaan akrabnya tampak serius memperingatkan.
“Hayooo, anak-anak yang enggak mau mandi, gak mau makan, gak mau tidur (suka begadang), susah bangun pagi, enggak mau ke sekolah, jajan terus… Awas ya! Kalau sampai melawan orang tuanya, enggak patuh, Pak Gubernur nanti datang ke rumahnya, ngejemput!”, kata Dedi dengan gaya dan bahasa kebapakan.
Ramai-ramai Pakai Video Kang Dedi
Meski tidak jelas anak-anak itu akan dijemput kemana, masyarakat menyimpulkan mereka akan dibawa ke barak militer. Salah satu program Dedi yang membuatnya viral memang mengirim anak-anak nakal untuk didisiplinkan di sana.
Lantas, apa reaksi anak-anak setelah dipertontonkan video Kang Dedi ?
Tak sedikit anak-anak yang melihat video ini menjadi diam, menangis, berteriak-teriak ketakutan, berusaha bersembunyi, menyerahkan gawai yang sedang mereka tonton, hingga berjanji untuk segera melakukan tugas-tugas yang diperintahkan orang tuanya.
Sejumlah artis juga turut membagikan momen reaksi anak-anak mereka di media sosial.
Salah satunya Atta Halilintar, yang membagikan momen putrinya, Ameena, yang awalnya mogok mandi selama 2 jam, langsung lari ke kamar mandi setelah diingatkan soal ancaman Kang Dedi.
“Langsung lari, Kang Dedi. Setelah 2 jam, akhirnya udah mau mandi,” tulis Atta di Instagram.
Selebritas lainnya, Zaskia Adya Mecca, juga mengaku video itu ampuh membuat anak-anaknya disiplin.
“Gak nyangka cuma modal video Kang Dedi, mereka buru-buru mandi!,” ujarnya di Instagram pribadinya.
Saking viralnya, video Dedi Mulyadi ini tidak cuma dipakai untuk menakut-nakuti anak, tapi juga dijadikan bahan parodi atau candaan orang dewasa untuk mendisiplinkan segala macam urusan.
Salah satunya, video seorang warganet yang memvideokan suasana saat rekan kerjanya masih sibuk bekerja meskipun sudah jam istirahat atau makan siang sambil berteriak: "Kang Dedi, ini ada karyawan yang belum makan siang!"
Merespon viralitas videonya tersebut, Dedi Mulyadi mengaku bersyukur bisa membantu para orangtua.
“Bagus dong, anak-anak takut. Lihat, anaknya Raffi Ahmad sekarang rajin tidak main HP. Saya bisa menjadi ayah bagi semua anak di Jabar, bahkan sampai ke Hong Kong!” ujarnya di Gedung Pakuan, Bandung.
Namun, berbeda dengan orangtua lainnya, Nadia (27 tahun) seorang Ibu di Jakarta, memilih tidak memakai metode menakut-nakuti anak dengan menggunakan video Dedi Mulyadi karena menilai metode tersebut hanya akan berdampak jangka pendek.
"Sebenarnya menakut-nakuti anak itu efeknya hanya instan. Dia hanya takut tanpa dia tahu habis ini emang kenapa? Cuma ketakutan aja tanpa ada efek jangka panjangnya. Tanpa dia mengetahui kenapa sih apa yang dia lakukan salah. Efeknya itu hanya takut saja," ungkap Nadia.
Pola Asuh Berbasis Rasa Takut Berisiko Memicu Trauma
Psikolog Anak, Tika Bisono. menganggap video yang diunggah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bukan hal positif untuk tumbuh kembang anak.
Menurutnya, metode menakut-nakuti seperti ini berisiko memicu trauma.
“Anak hanya takut instan tanpa paham kenapa ia harus disiplin. Jika sering dipakai, bisa mengganggu perkembangan emosional,” jelasnya.
"Kalau jaman dulu, pendidikan jaman baheula, kan suka tuh anak dimasukin kamar gelap misalnya, terus jerit-jerit kejer biar kapok, atau dipukul fisik pakai sabuklah atau dicubit. Itu jaman dulu yah, tapi itu pun masih bapaknya atau ibunya. Sekarang ini orang lain, dan Pak Gubernur bukan psikolog dan konselor pendidikan juga. Jadi buat saya ini sama sekali gak tepat dan salah," tambahnya.
Menurut Tika, agar anak patuh pada orangtua dan jiwa disiplin tumbuh, harus dibangun dengan komunikasi, bukan ketakutan. Hal itu bisa dimulai dengan penyampaian yang baik dan jelas.
"Misalnya, saat anak melanggar aturan yang dibuat, orangtua harus memberi tahu kesalahan anak dengan jelas menggunakan intonasi tegas tanpa harus menyakiti mereka," saran Tika.
Dampak Jangka Panjang Pola Asuh Berbasis Rasa Takut
Senada, psikolog anak yang juga Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani, Sani Budiantini menjelaskan pola pengasuhan berbasis rasa takut atau disebut fear based parenting ini merupakan gaya parenting otoriter yang hanya melibatkan komunikasi satu arah, dari orang tua saja.
"Apa yang diinginkan orang tua harus dijalankan dan diikuti, anak tidak bisa bernegoisasi," jelasnya. Biasanya, keputusan orangtua menjalankan pola asuh ini berkaitan dengan beban atau warisan masa lalu.
"Itu merupakan warisan pola asuh yang didapat orang tua saat mereka kecil. Mereka diperlakukan seperti itu, maka mereka melanjutkan pola pengasuhan ini pada anak-anak mereka,” kata Sani.
Menurutnya, orang tua yang terlalu fokus mendisplinkan anak dan tidak peduli apakah anak suka atau tidak, terluka atau tidak, akan menimbulkan dampak kurang baik untuk mental anak. Anak mengikuti kemauan orang tua untuk jangka pendek saja.
"Dampak dari pengasuhan berbasis ketakutan atau gaya otoriter ini membuat anak menjadi takut, cemas, tidak percaya diri, dan menurunkan kreativitas mereka. Ini karena anak diperlakukan seperti robot yang harus taat aturan. Pengasuhan ini berpotensi membuat anak menjadi rebel atau memberontak. Mereka justru melakukan hal-hal yang tidak disukai orang tua di luar rumah," lanjut Sani.
Ketimbang membuat anak merasa takut, menurut Sani, orang tua dapat menerapkan pola asuh yang berdasarkan pada rasa percaya.
Baca Juga: Merefleksikan Diri Sebelum Menghakimi Anak
Pola asuh yang berorientasi pada kepercayaan terhadap anak bukan berarti membiarkan anak melakukan apapun sesuai yang mereka inginkan, apalagi bersikap permisif atau membebaskan aturan.
"Pola pengasuhan kombinasi yang memberi kebebasan dan menerapkan batasan apa yang tidak diperbolehkan, akan membuat anak menjadi mandiri. Pengasuhan ini juga dapat menumbuhkan disiplin dari dalam diri anak, bukan karena takut dihukum orang tua," jelas Sani. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.