Cuma di Indonesia, Penunggak Pajak Diberi Hadiah. Sehat Kang Dedi?
Pelibatan suara publik dalam kebijakan tax amnesty belum menjadi tradisi, bahkan oleh Kang Dedi.

Jakarta, TheStanceID - Pemprov Jawa Barat menghadirkan program pemutihan pajak kendaraan yang dikemas sebagai “Hadiah Lebaran bagi Warga Jabar." Hadiah untuk orang yang tidak taat membayar pajak, bukan untuk yang patuh.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melalui akun Instagram pribadinya menyampaikan bahwa inisiatif ini bertujuan meringankan beban masyarakat sekaligus mendorong kepatuhan wajib pajak.
"Khusus untuk warga Jabar yang hari ini punya utang tunggakan pajak kendaraan bermotor terhitung 2024, 2023, 2022, 2021, 2020, 2019, dan seterusnya sampai ke belakang, saya sampaikan sekali lagi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengampuni, membebaskan, seluruh tunggakan pajak dan dendanya," kata Dedi dalam keterangannya, Rabu (19/3/2025).
Dedi pun mengimbau pada warga Jabar untuk memanfaatkan pemutihan tersebut. Soalnya, pemutihan ini hanya akan digelar satu kali.
"Setelah itu masih nunggak juga, ingat loh motor Anda nggak akan bisa lewat jalan kabupaten, nggak akan bisa lewat jalan provinsi, ayo mau lewat jalan yang mana? Mau lewat jalan langit karena belum disertifikatkan? Nggak akan bisa. Bayar pajaknya, kami sudah memaafkan, mengampuni," pungkas Dedi.
Sesuai ketentuan, periode pelaksanaan pemutihan dimulai pada 20 Maret 2025 hingga 30 Juni 2025. Selama periode ini, pemilik kendaraan dapat memperpanjang pajak tanpa harus melunasi tunggakan pokok serta denda dari tahun-tahun sebelumnya.
Menarik Minat Masyarakat
Sejak peluncuran program ini pada 20 Maret 2025, minat masyarakat terus meningkat. Berdasarkan data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat, dalam 4 hari pertama pelaksanaan, yaitu 20-23 Maret 2025, jumlah wajib pajak yang membayar tercatat melonjak hingga 104%.
Sebanyak 173.797 orang telah melunasi kewajiban mereka, jauh melebihi rata-rata harian sebelumnya yang hanya 85.027 orang. Kenaikan ini juga tercermin dalam nilai pembayaran pajak yang mencapai Rp76,3 miliar, atau naik 54% dari periode biasa yang hanya Rp49,7 miliar.
Bahkan pada Minggu (23/3/2025), saat pelayanan kantor Samsat biasanya tutup, tercatat pembayaran pajak sebesar Rp4,6 miliar, jauh melampaui angka biasanya yang hanya sekitar Rp1 miliar.
Animo tinggi masyarakat ini pun membuat pemprov Jawa Barat memperpanjang masa program pemutihan pajak kendaraan bermotor dari 6 Juni menjadi 30 Juni 2025.
Dalam video yang diunggah akun Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jabar, sejumlah warga mengaku senang dengan program pemutihan tunggakan pajak kendaraan ini.
Salah seorang warga mengungkap bila tunggakan dan denda dihitung, ia harus membayar hingga Rp24 juta.
"Saya cek sebelumnya itu senilai Rp 24 juta dan sekarang itu saya bisa bayar Rp4 juta saja. Saya lebih bersemangat lagi mengikuti aturan pemerintah membayar pajak," ungkap seorang warga dalam video tersebut.
Di video terpisah, ada juga warga yang seharusnya membayar Rp2 jutaan karena menunggak 5 tahun, berkat pemutihan hanya membayar Rp500 ribu.
Pajak Rp30 Triliun Bisa Hilang
Dedi optimistis pendapatan dari pajak kendaraan akan meningkat, meski ada potensi kehilangan pajak hingga Rp30 triliun menyusul penghapusan seluruh tunggakan dan denda pajak kendaraan untuk tahun 2024 dan tahun-tahun sebelumnya.
Dedi yakin langkah ini justru akan mendorong masyarakat lebih disiplin dalam membayar pajak ke depannya.
"Kenapa harus mengorbankan tunggakan Rp30 triliun itu? Justru saya melihat kembali, mereka tidak membayar karena tidak mampu. Dan ke depannya akan membaik," kata Dedi di Bandung, Jumat (21/3/2025).
Ia beralasan banyak warga yang memang tidak mampu membayar, sehingga penghapusan ini menjadi solusi agar mereka bisa kembali tertib membayar pajak.
Menurutnya, jika kebijakan ini tidak diterapkan, jumlah penunggak pajak kemungkinan akan semakin bertambah. Bahkan, ada risiko lebih banyak orang yang akhirnya tidak membayar pajak kendaraan sama sekali.
Diikuti oleh Daerah Lain
Setelah Jawa Barat, program pemutihan pajak kendaraan bermotor juga diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah, menyusul kemudian Banten.
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi, mengumumkan kebijakan penghapusan pokok pajak dan denda kendaraan bermotor akan diberlakukan di wilayahnya mulai 8 April hingga 30 Juni 2025.
Menurut Luthfi kebijakan ini diambil karena tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Jawa Tengah pada tahun 2025 cukup besar.
Kondisi ini mendorong Pemprov Jawa Tengah mengambil langkah strategis mengelola piutang daerah dengan penghapusan pokok pajak dan denda bagi pemilik kendaraan yang memiliki tunggakan dari tahun-tahun sebelumnya. Termasuk, menghapus denda tunggakan SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan).
"Posisinya adalah Pajak Kendaraan Bermotor di Jawa Tengah itu piutangnya hampir Rp2,8 triliun. Masyarakat kita belum bayar pajak," kata Luthfi dikutip dari Kompas.com, pada Senin (24/3/2025).
Sama seperti di Jawa Barat, program ini ditujukan kepada seluruh pemilik kendaraan bermotor di Jawa Tengah yang memiliki tunggakan pajak dari tahun-tahun sebelumnya.
Namun, ada satu ketentuan yang harus dipenuhi, yakni wajib pajak tetap harus membayar pajak kendaraan untuk tahun 2025.
"Ya harus dibayar [pajak berjalan]. Syaratnya kan pajak berjalan harus dibayar. Dia datang harus bayar pajak berjalan yang satu tahun itu, yang 2025. Maka piutangnya kita akan hapuskan, tapi kita kasih batas waktu," jelas Luthfi.
Jika pemilik kendaraan tidak memanfaatkan program ini hingga batas waktu yang ditentukan, maka pemilik kendaraan yang masih memiliki tunggakan pajak tetap harus membayar pokok pajak beserta dendanya seperti biasa.
Taat Tapi Merasa Rugi
Adanya kebijakan pemutihan tunggakan pajak kendaraan ini membuat sebagian orang bertanya-tanya, mengapa orang yang menunggak pajak justru mendapat hadiah bukannya sanksi.
Lantas, bagaimana dengan mereka yang rajin dan taat membayar pajak kendaraannya? Di sinilah ketidakadilan terjadi.
Keresahan para Wajib Pajak (WP) yang patuh itu pun disuarakan komika Yudha Keling lewat konten di akun TikTok pribadinya @yudhakhel.
"Gue baru sadar semakin kita taat bayar pajak kendaraan, kita tuh semakin rugi. Soalnya loe tuh gak harus disiplin bayar setiap tahun karena nantinya bakal ada program pemutihan pajak kendaraan," kata Yudha.
Di kontennya itu, Yudha juga menampilkan jejak digital program pemutihan pajak kendaraan bermotor yang selalu ada hampir tiap tahunnya. Termasuk program pemutihan di Jawa Barat yang tidak hanya berlaku untuk denda tapi juga pajak kendaraannya yang ikut dibebaskan.
"Ini benar-benar setiap tahun ada, loe googling ada. Program pemutihan pajak kendaraan 2022 ada, 2023 ada, 2024 juga ada," Yudha membeberkan.
Dirinya juga meminta para wajib pajak untuk tetap sabar dan ikhlas karena tidak ada insentif apapun yang diberikan bagi mereka yang taat bayar pajak.
"Jadi emang agak aneh sih, yang taat, yang disiplin bayar gak pernah dapat apresiasi. Yang bandel, yang ngelanggar, yang membangkang malah dapat keringanan. Sungguh ndasmu..," pungkasnya.
Reward bagi Yang Patuh
Senada dengan Yudha, salah satu warga Depok Bernama Eki (41) menyayangkan kebijakan pemutihan tunggakan tidak berpengaruh baginya lantaran ia selalu membayar pajak sepeda motornya tepat waktu.
“Yang taat bayar pajak kayak saya kasih diskon juga dong, kurang lebihnya gitu, atau kasih reward yang lain,” kata Eki kepada TheStanceID, Rabu (26/3/2025).
Diskon atau potongan besaran pajak kendaraan bermotor, kata Eki, bisa dipertimbangkan oleh pemerintah. Ia mencontohkan bahwa diskon bisa diberikan kepada pemilik kendaraan yang rutin membayar pajak selama tiga tahun berturut-turut.
“Artinya, harusnya Dedi Mulyadi bisa punya terobosan bagi mereka yang taat bayar pajak. Misalnya mereka rajin bayar pajak selama tiga tahun berturut-turut, pajaknya dikurangi,“ ujarnya.
“Jangan sampai orang yang rajin bayar pajak nanti punya persepsi ‘Lah, yang enggak bayar pajak saja dapet pemutihan, kok yang taat enggak dapat apa-apa," tambahnya.
Menanggapi hal ini, Dedi menyebut pihaknya juga tengah menyiapkan 'hadiah' lain buat pemilik kendaraan yang taat bayar pajak. Namun, Dedi belum mengungkap hadiah yang dimaksud.
"Terima kasih ya kepada seluruh wajib pajak kendaraan bermotor yang selama ini setia dan tidak pernah nunggak. Pasti ada pertanyaan kok yang ngutang dikasih hadiah, dikasih THR, saya yang rajin nggak? Insyaallah yang rajin saya nanti lagi memikirkan sebuah pertimbangan yang akan diberikan," kata Dedi dalam laman Instagram.
Kebijakan Satu Arah
Pengampunan pajak (tax amnesty) yang berulang sebenarnya sudah menjadi kajian kebijakan, terutama terkait dengan efektivitas dan dampaknya terhadap kepatuhan pajak.
Sejak tahun 1990, James Alm, Michael Kee dan William Beck dalam studi berjudul "Amazing Grace, Tax Amnesties and Compliance" (1990) menyebutkan bahwa pemutihan pajak berulang justru menurunkan tingkat kepatuhan pajak.
Sepuluh tahun kemudian, Eric A. Posner melakukan penelitian untuk mengetahui latar belakang negara yang gemar mengumbar Tax Amnesty. Rupanya, mayoritas negara yang sering menerapkan tax amnesty adalah negara yang tidak stabil secara politik dan/atau ekonomi.
Dalam studi berjudul "Law and Social Norms: The Case of Tax Compliance" Posner menyimpulkan bahwa politisi negara yang tidak stabil ingin mencapai target jangka pendek, dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang yakni kepatuhan pajak.
Profesor Ekonomi Universitas Teknologi Queensland Benno Torgler berusaha menemukan jalan tengah, mencari tahu situasi apa yang membuat kepatuhan pajak tetap terjaga meski ada program pemutihan pajak.
Dalam riset berjudul "Is Forgiveness Divine? A Cross-Culture Comparison of Tax Amnesties" yang dilangsungkan pada tahun 2003, dia membandingkan program tax amnesty di 8 negara Amerika Latin dengan praktik di Swedia.
"Hasilnya menunjukkan bahwa kepatuhan pajak meningkat signifikan Ketika masyarakat memiliki kesempatan untuk ikut menentukan pemutihan pajak," tutur studi yang digarap bersama Christop H.A. Schaltegger dan Markus Schaffner tersebut.
Artinya, para wajib pajak juga diminta pendapat dalam proses pengambilan keputusan pemutihan pajak, sehingga wajib pajak yang patuh tidak merasa "dikhianati" seperti yang dirasakan Yudha Keling.
Di Indonesia, pelibatan suara wajib pajak dalam proses pengambilan kebijakan seperti pemutihan pajak (tax amnesty) nyatanya belum menjadi tradisi, bahkan oleh pemimpin populis macam Kang Dedi. (est)
Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.