Sabung Ayam: antara Hak Hewan, Tradisi, Hiburan & Ekonomi Redistribusi
Bernilai ekonomi besar, sabung ayam dilarang karena berbagai dalih. Bisnis gelap pun marak.

Oleh Budi Laksono, dikenal sebagai “Dokter Jamban” setelah mencetak rekor Museum Rekor Indonesia (Muri) atas dedikasinya membangun jamban berkelanjutan terbanyak di Indonesia, melalui yayasan Wahana Bakti Sejahtera. Dosen Disaster Management Universitas Diponegoro (Undip) ini kerap jadi relawan di daerah bencana.
Penembakan tiga polisi yang meng-gropyok sabung ayam di Lampung beberapa waktu lalu merupakan puncak dari dilema tradisi sabung ayam di Indonesia.
Sabung adalah tradisi yang ada di Indonesia sejak zaman kerajaan dahulu. Di Bali, acara sabung ayam bahkan jadi acara tradisi dan seni. Di banyak budaya Jawa, Batak Ambon dll acara sabung ayam adalah hiburan yang sangat disukai rakyat.
Di Filipina, acara sabung ayam sangat terkenal. Dijadikan suguhan untuk wisatawan dalam dan luar negeri.
Bahkan di Thailand, pentas sabung ayam menciptakan produktivitas ekonomi yang tinggi dari sektor pariwisata dan rekayasa ayam unggul. Ayam Bangkok adalah salah satu strain genetik ayam unggulan dari persilangan intensif oleh ahli ayam Thailand.
Ekspor ayam unggul tersebut bisa mencapai miliaran rupiah, karena anak ayam yang baru keluar dari telur pemenangnya saja bisa dihargai Rp40 juta-an.
Baca juga: Polisi Diminta Tidak Tebang Pilih Berantas Judi Online
Rakyat juga memiliki banyak kebutuhan. Salah satunya adalah kebutuhan akan hiburan atau entertainment.
Pemerintah yang peduli adalah pemerintah yang tahu apa yang dibutuhkan untuk memenuhi itu. Bukan hanya menarik pajak saja, tetapi menginspirasi, memberi support, mengamankan, baru menarik pajak hiburan dll.
Ketidaktahuan atau ketidakpedulian para oknum negara membuat siklus ini tidak jalan.
Mereka terombang-ambing dalam isu mendukung atau melarang sabung ayam. Salah satu pukulan telak adalah aturan larangan judi. Ketika banyak penyabung ayam berjudi, maka sabung ayam dilarang, dan bukannya malah dijaga dari praktik perjudian.
Membela Hak Azasi Ayam
Pukulan lain adalah Hak Azasi Manusia yang kemudian merambat ke "Hak Azasi Ayam." Pertarungan ayam dianggap perbuatan keji. Bahkan lebih keji dari memenggal leher ayam yang semua orang nikmati.
Lebih keji dari sabung manusia yang dikemas dalam olah-raga tinju, smack down atau mixed martial art (MMA) yang ditonton di televisi (TV) setiap malam.
Bahkan, lebih keji dari pertengkaran dalam debat politik tiap hari di stasiun TV kita.
Ketika orang Eropa dan Amerika Serikat (AS) punya alternatif hiburan yang luas--bahkan dengan kerja sebulan bisa pergi wisata ke Thailand atau Indonesia sambil makan tidur bagai raja setahun, rakyat Indonesia yang kerja untuk makan esok hari tak mampu wisata ke Eropa apalagi ke AS.
Lha wong ziarah ke Demak saja tak mampu. Maka, hiburan sabung ayam memenuhi kebutuhan mereka akan entertainment.
Ketika "penguasa hak azasi" mengajarkan cinta kasih pada pejabat kita dan inferiority mental pejabat yang kemudian tanpa analisis manggut-manggut saja, sabung ayam pun dilarang.
Padahal, sabung ayam ternyata digelar di pojok-pojok negara itu sendiri.
Maka lengkaplah topeng "Sok Hak Azasi", "Sok Perdagangan Bebas", "Sok Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO)", yang semuanya adalah cuma strategi mereka untuk memenangkan dominasi.
Bagaimana Barat tekan Huawei, tekan China, hingga akhirnya kalah sendiri dan kemudian memproteksi, menjadi "anti-WTO" sendiri, apakah kita harus ikuti mereka yang cuma ingin dominasi saja?
Legalisasi Sabung Ayam
Sabung ayam adalah korban dari ketidakmampuan kita melihat jati diri kita sendiri yang multiwarna.
Ketika saat ini kita dihadapkan isolasi ekonomi dunia yang arogan, maka kita harus menggali potensi lokal agar ekonomi berputar di bawah, termasuk melalui sabung ayam.
Kasus tertembaknya tiga polisi di Lampung membuka tabir bahwa sabung ayam disukai orang yang di Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Ada ayam jagonya polisi Brimob, dll. Sabung ayam menyatukan hobi TNI, Polri, dan rakyat. Tertembaknya tiga polisi itu bukan tentang TNI versus POLRI.
Fakta menunjukkan ada faktor lain. Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa sabung ayam punya nilai positif dalam ekonomi di masyarakat sebagai hiburan rakyat.
Judi adalah efek samping yang harus dipisahkan, karena judi bisa terjadi di sepakbola TV, di pemilihan kepala daerah (pilkada), di pertandingan silat dll yang terjadi atas kesepakatan pribadi.
Pun tidak ada paksaan, atau korupsi, nepotisme, kolusi (KKN) yang mengambil hak rakyat di situ.
Usulan yang kami ajukan adalah legalkan sabung ayam, kendalikan dari efek pelanggaran hukum dan negara harus membayar petugas pengamannya, pengawasnya, dll.
Salam sehat bahagia bermanfaat!***
Catatan Penulis: Penulis belum pernah ikut sabung ayam, tak punya ayam aduan, semata prihatin atas disorientasi kebijakan yang ada.
Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.