Bukan Bahaya, Ini Alasan Ilmiah Kenapa Pesawat Batik Air Mendarat Miring
Pihak maskapai menyatakan pesawat miring saat mendarat karena peningkatan kecepatan angin dari arah samping. Kemiringan pada pesawat Batik Air yang viral itu masih dalam batas aman. Desain pesawat modern sudah memperhitungkan kemungkinan pendaratan dengan kemiringan tertentu.

Jakarta, TheStanceID – Belum lama ini, sebuah video viral memperlihatkan pesawat Batik Air mendarat dalam kondisi miring di tengah gerimis hujan sebagaimana terekam video warganet.
Pesawat dengan nomor registrasi PK-LDJ tersebut hampir tergelincir saat mendarat di landasan Bandara Internasional Soekarno-Hatta atau Bandara Soetta, Tangerang, Banten, pada Sabtu (28/6/2025).
Dalam video yang diunggah akun Instagram @velljet.vjt, terlihat roda belakang sebelah kiri terangkat, sedangkan roda kanan belakang menyentuh landasan pacu saat pesawat melakukan pendaratan.
Selain itu, sayap pesawat sebelah kanan hampir menyentuh landasan hingga membuat orang yang melihatnya panik. Insiden itu terjadi, ketika cuaca di kawasan penerbangan itu dilanda cuaca buruk yakni hujan dengan angin kencang.
"Batik Air sampai mendarat miring banget sampai mesin sebelah hampir menyentuh runway," tulis @velljet.vjt.
Dengan kondisi cuaca buruk itu, dikabarkan beberapa pesawat yang hendak mendarat di Bandara Soetta juga terpaksa holding di udara untuk menunggu kondisi cuaca stabil.
"Hujan, angin, awan tebal lengkap sudah. Beberapa pesawat sampai gagal mendarat, harus holding di udara nunggu cuaca membaik," tambah keterangan dalam tayangan video itu.
Batik Air : Pendaratan Pesawat Sesuai Prosedur
Corporate Communications Strategic of Batik Air Danang Mandala Prihantoro membantah bahwa pesawat Batik Air dengan registrasi PK-LDJ tersebut tergelincir dan mengeklaim pendaratan pesawat sudah dilakukan sesuai prosedur.
“Bahwa pesawat tidak tergilincir, pendaratan pesawat berlangsung dalam kondisi aman dan telah mengikuti seluruh prosedur operasional standar penerbangan," kata Danang dalam keterangannya, Minggu (29/6/2025).
Berdasarkan hasil pengecekan dan koordinasi dengan tim operasional standar penerbangan, diketahui terjadi peningkatan kecepatan angin dari arah samping (crosswind) saat fase pendekatan ke landasan pacu.
"Perlu kami sampaikan bahwa secara limitasi (batas maksimal) kecepatan angin, tidak ada yang dilanggar, sehingga pesawat tetap dalam kondisi aman untuk mendarat," ujar Danang.
Setelah proses pendaratan, kata dia, tim teknisi pun melakukan inspeksi menyeluruh terhadap pesawat. Hasil pemeriksaan menyatakan tidak ditemukan kerusakan pada pesawat dan dinyatakan aman serta layak untuk melanjutkan operasional.
Danang memastikan, bahwa keselamatan dan keamanan penerbangan Batik Air merupakan prioritas utama dalam setiap operasional.
"Kami terus berkomitmen menjalankan prosedur sesuai standar keselamatan penerbangan yang berlaku," pungkasnya.
Penumpang Trauma
Penerbangan Batik Air dari Jakarta menuju Bandara Silampari, Lubuklinggau, Sabtu sore (28/6/2025) juga menjadi pengalaman menegangkan bagi penumpangnya.
Cuaca buruk disertai angin kencang membuat pesawat gagal mendarat di Bandara Silampari, Lubuklinggau, bahkan sempat berputar-putar di udara selama lebih dari 30 menit sebelum akhirnya kembali ke Jakarta.
Salah satu penumpang, Dinda, mengungkapkan dirinya masih trauma dengan insiden tersebut.
“Dari Jakarta ke Lubuklinggau, pesawat sudah rendah siap mendarat. Tapi karena cuaca buruk dan angin kencang, pesawat naik lagi, muter-muter lebih dari 30 menit. Rasanya nyawa sudah di tenggorokan,” ujarnya, Minggu (29/6/2025) seperti dikutip dari Tribun Sumsel.
Meski demikian, Dinda tetap bersyukur karena seluruh penumpang akhirnya selamat dan dapat kembali ke Lubuklinggau setelah penerbangan ulang di malam harinya.
Cuaca Ekstrem, Batik Air Gagal mendarat di Lubuk Linggau
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Lukman F. Laisa mengatakan pesawat Batik Air itu terkendala saat hendak mendarat di Bandara Silampari, Lubuklinggau, sehingga kembali ke Bandara Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten.
"Pesawat yang melayani rute dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara Silampari–Lubuklinggau pada Sabtu (28/6/2025) tersebut harus kembali atau Return to Base (RTB) ke Bandara Soekarno-Hatta akibat cuaca buruk," kata Lukman, Minggu (29/6/2025).
Berdasarkan data meteorologi dari pengamatan cuaca Bandara Silampari, pada pukul 15.30 WIB, dilaporkan kondisi Jarak pandang hanya 1.000 meter dan hujan badai dengan intensitas lebat serta terdapat awan Cumulonimbus (CB) di atas bandara.
"Kondisi tersebut menyebabkan cuaca berada di bawah ambang minimum untuk proses pendaratan. Pilot sempat melakukan prosedur go around dan holding sambil menunggu kemungkinan perbaikan cuaca," jelasnya.
Namun, karena situasi tidak menunjukkan perubahan signifikan, atas pertimbangan keselamatan penerbangan, pilot memutuskan untuk putar balik ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada pukul 15.40 WIB.
Sesuai prosedur penerbangan, Pilot atas rekomendasi tim Air Traffic Control (ATC) dimungkinkan untuk boleh tidak mendaratkan pesawatnya apabila terjadi cuaca ekstrem di sekitar bandara.
Sekurangnya ada 4 kondisi cuaca yang menyebabkan pesawat gagal mendarat, yakni :
Hujan Lebat & Jarak Pandang Terbatas
Angin Kencang & windshear (geseran angin)
Kabut Tebal & Awan Cumulonimbus
Banjir & Genangan Air di Landasan
Lantas, apakah pendaratan miring yang dilakukan pesawat Batik Air di Bandara Soetta sudah sesuai prosedur atau justru membahayakan?
Pilot Gunakan Teknik Sideslip
Pengamat penerbangan, Garry Soejatman menegaskan, pesawat mendarat miring bukanlah hal yang baru di dunia penerbangan. Manuver demikian merupakan salah satu teknik untuk menghadapi angin silang yang kuat atau strong crosswind.
Pilot Batik Air, kata Garry, menggunakan metode Sideslip, yakni saat satu sayap lebih rendah.
"Sideslip landing itu diajarkan di sekolah penerbangan kok," tegas Garry.
Dalam cuitan di akun X-nya, Minggu (29/6/2025), Garry mengungkapkan cuaca buruk di Bandara Soekarno-Hatta pada Sabtu (28/6/2025) mengakibatkan banyak pesawat go-around, namun juga menguji kemampuan cross landing technique dari pilot.
"Meskipun ada metode yang jarang digunakan di Indonesia keliatannya ngeri, Cuman... sebelum jadi rame di X dan sosmed lainnya... kita pahami dulu saat kejadian kondisinya adalah strong crosswind," tulis Garry.
Garry menjelaskan, ada 3 metode yang bisa dilakukan pilot menghadapi strong crosswind saat mendarat, yakni De-Crab on landing, Crab on landing, dan Sideslip (one wing low). Adapun, metode yang digunakan pilot Batik Air yang viral yakni Sideslip.
"Kombinasi dari ketiga metode di atas juga bisa dilakukan," kata Garry.
Garry mengungkapkan, teknik tersebut bisa digunakan selama komponen crosswind masih di bawah batas. Apalagi, telah ada manual training pabrik dari pesawat yang digunakan.
"Kompetensi crew untuk crosswind landing juga menjadi bagian dari recurrency crew yang dilakukan secara berkala," tambahnya.
Garry juga memastikan, berdasarkan manual dari pabrik Boeing 737, kemiringan yang terjadi pada pesawat Batik Air yang viral tersebut masih dalam batas aman, di mana roll angle-nya masih sekitar 10-15 derajat.
"Jadi, masih aman dengan pitch angle (sudut naik hidung) yang positif tapi tidak terlalu besar," katanya.
Keputusan Pilot Demi Keselamatan Penumpang
Senada, Pilot yang juga content creator penerbangan, Vincent Raditya mengungkapkan pendaratan miring itu sebenarnya bukanlah tanda bahaya melainkan bagian dari manuver yang sudah diperhitungkan dengan sangat cermat oleh pilot.
“Pendaratan itu jarang sekali bisa benar-benar lurus sempurna karena situasi angin di udara selalu berubah. Kita melawan cuaca yang dinamis,” ungkapnya lewat channel youtube Vincent Raditya.
Keputusan pilot di udara, kata Vincent, diambil dalam hitungan detik, berdasarkan pelatihan dan penilaian situasi secara real-time. Dia mengaku, pernah mengalami saat angin lintang atau crosswind mendadak muncul ketika pesawat hendak mendarat.
“Kondisi seperti itu sempat terjadi di Riyadh. Tapi semua sudah ada limitasinya, dan pilot paham betul apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan,” katanya.
Dengan pengalaman lebih dari 15 tahun menerbangkan pesawat, Vincent menegaskan bahwa tidak adil jika seseorang langsung menilai seorang pilot membahayakan penerbangan hanya karena pesawat terlihat sedikit miring saat mendarat.
“Semua pilot pasti ingin menyelamatkan pesawatnya dengan baik. Itu sudah insting dasar kami,” ujarnya.
Apalagi, kata Vincent, desain pesawat modern memang sudah memperhitungkan kemungkinan pendaratan dengan kemiringan tertentu.
Baca Juga: Kenapa Tiket Pesawat Mahal?
Selain itu, sayap pesawat dirancang dengan wing clearance atau ruang aman, untuk mengantisipasi kemungkinan pendaratan dengan sudut yang tidak sepenuhnya sejajar.
“Pabrikan pesawat tahu betul kalau pendaratan tidak mungkin selalu lurus. Karena itu, desainnya dibuat fleksibel,” tambahnya.
Ia ingin menekankan bahwa semua keputusan yang diambil oleh pilot saat menerbangkan dan mendaratkan pesawat adalah demi satu hal yakni keselamatan.
“Jangan lupa, pesawat itu salah sedikit bisa fatal. Jadi setiap keputusan diambil dengan sangat hati-hati dan penuh tanggung jawab. Semua pilot selalu berusaha sebaik mungkin agar penerbangan selamat sampai tujuan.” ujarnya. (est)
Untuk menikmati berita di berbagai dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.