Beda Perlakuan KPK terhadap Kaesang dan Mario Dandy

Sama kasus, beda perlakuan.

By
in Headline on
Beda Perlakuan KPK terhadap Kaesang dan Mario Dandy
Kaesang Pangarep dan Mario Dandy (Foto: ist)

Jakarta, TheStanceID - Drama jet pribadi yang menyeret Kaesang Pangarep, anak Presiden Jokowi, berakhir anti-klimaks.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan tidak memanggil Kaesang untuk meminta klarifikasi terkait dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi.

Padahal sebelumnya KPK sempat "mencari" ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu, karena keberadaannya tidak diketahui.

Tapi setelah Kaesang muncul di kantor PSI, Rabu lalu, 4 September 2024, KPK berbalik 190 derajat. Tidak hanya batal memanggil Kaesang, fokus penyidikan justru beralih ke pihak yang melaporkan Kaesang.

Hal ini disampaikan juru bicara KPK, Tessa Mahardika, pada Rabu, 4 September 2024..

Dia menjelaskan saat ini KPK lagi memproses laporan dari ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, dan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah, yang melaporkan dugaan gratifikasi oleh Kaesang terkait penggunaan jet pribadi.

Laporan itu ditangani oleh Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM) di KPK.

Fokus penyidikan beralih ke sana.

Sedangkan rencana Direktorat Gratifikasi KPK memanggil Kaesang untuk meminta klarifikasi, batal. "Iya, sudah tidak ke sana lagi [klarifikasi], fokusnya tidak ke sana lagi," katanya.

Awal Mula Kasus

Kasus jet pribadi ini bermula ketika Kaesang dan istrinya, Erina Gudono, terbang ke Amerika Serikat (AS) menggunakan jet pribadi Gulfstream G650ER dengan nomor penerbangan N588SE.

Jet itu tercatat berangkat dari Indonesia pada 18 Agustus 2024. Keberangkatan mereka terungkap karena Erina memposting foto-foto perjalanannya di akun Instagram.

Warganet pun heboh. Sebab, sewa jet itu sangat mahal, mulai USD17.000-USD19.000 per jam, atau setara Rp265 juta-Rp308 juta per jam.

Bila ditotal, maka biaya sewa sekall jalan ke AS (20 jam tanpa transit) mencapai Rp6 miliar, alias Rp12 miliar pulang-pergi (PP). Karena itu muncul dugaan Kaesang tidak menyewa, melainkan mendapatkan fasilitas gratis dari pemilik jet.

Belakangan diketahui bahwa pemilik jet tersebut adalah Sea Limited, perusahaan asal Singapura yang juga menjadi induk Garena dan Shopee.

Garena adalah perusahaan game memproduksi game Free Fire, yang juga menjadi sponsor klub sepak bola Persis Solo, yang dimiliki Kaesang.

Di sisi lain, Shopee memiliki kerja sama dengan Pemkot Solo, di mana Gibran--kakak Kaesang--sempat menjadi walikotanya.

Dari sinilah isu gratifikasi itu muncul.

Perubahan Sikap KPK

KPK awalnya responsif dengan maraknya isu ini di medsos. Wakil ketua KPK, Alexander Marwata, dalam konferensi pers pada 27 Agustus 2024, mengatakan bahwa Direktorat Gratifikasi KPK akan mendalami kasus tersebut.

"Pimpinan [KPK] sendiri sebenarnya sudah memerintahkan Direktur Gratifikasi, tolong itu informasi-informasi dari media itu diklarifikasi," kata Alex.

Namun belakangan, pemanggilan terhadap Kaesang terus tertunda karena keberadaan Kaesang tidak diketahui. "Kami nggak tahu di mana [Kaesang]. Belum terinfo," kata Ketua KPK, Nawawi Pomolango, di kompleks parlemen Senayan, 3 September 2024.

Tak pelak pernyatan itu menuai kecaman dari warganet. Pasalnya, pernyataan itu tidak logis.

Kaesang adalah anak Presiden. Dia terus dikawal Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres), Keberadannya jelas diketahui Paspampres.

Warganet pun bereaksi negatif. Sebagian membuat poster "berita orang hilang" untuk Kaesang.

Lalu Rabu, 4 September 2024, ketika Kaesang muncul menghadiri rapat di kantor PSI --dengan pengawalan Paspampres-- KPK menyatakan batal melakukan pemanggilan karena fokus penyelidikan berubah.

Yang paling mengejutkan adalah pernyataan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron. Dia mengatakan Kaesang tidak memiliki kewajiban hukum untuk melaporkan penerimaan gratifikasi.

Ghufron mengatakan, pertimbangan penerimaan gratifikasi sifatnya adalah pelaporan dari penyelenggara negara seperti bupati dan gubernur.

Bila seorang penyelenggara negara menerima gratifikasi, maka dia wajib melaporkannya ke KPK. "Yang Anda tanyakan tadi yang bersangkutan [Kaesang] bukan penyelenggara negara, sehingga tidak ada kewajiban hukum untuk melaporkan," katanya. Kamis, 5 September 2024.

Beda Perlakuan KPK dalam kasus Mario Dandy

Sikap KPK ini sangat bertolak belakang ketika mengusut kasus Mario Dandy (20 tahun), pemuda yang menganiaya Cristalino David Ozora (17 tahun), anak seorang pengurus Gerakan Pemuda (GP) Ansor pada Februari 2023.

Kasus penganiayaan itu bermotif asmara, masalah perempuan dan cemburu, tapi kemudian berubah menjadi lebih politis.

Ketika itu banyak pejabat menjenguk David, dari mulai Menteri Agama Yaqut Cholil Choumas (mantan ketua GP Ansor), Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menko Polhukam Mahfud MD, hingga Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran.

Akhirnya, Mario tidak hanya dijerat dengan pasal penganiayaan, tapi juga disidik gaya hidupnya. Dia ternyata sering pamer kemewahan di medsos, misalnya memamerkan Jeep Wrangler Rubicon miliknya.

Padahal, dia hanya anak seorang Direktur Eselon III di Direktorat Pajak, Kementerian Keuangan. Dari soal penganiayaan, kasus ini melebar menjadi isu gratifikasi yang menyasar Rafael Alun--ayah Mario.

KPK pun memeriksa aset keluarga Rafael. Tidak hanya Mario, kakak perempuannya, juga ibunya, dimintai keterangan oleh KPK.

KPK pun menemukan bahwa kekayaan Rafael sangat banyak, tersebar di berbagai anggota keluarganya. Kekayaan itu tidak sebanding dengan pendapatannya sebagai pejabat eselon III.

"Sekarang yang dipersoalkan di LHKPN, yang ternyata harta yang bersangkutan [Rafael Alun] tidak sesuai dengan upahnya. Jadi ini untuk mengklarifikasi menyangkut penghasilan, kan itu," kata wakil ketua KPK, Alexander Marwata, pada 1 Maret 2023.

Belakangan Rafael Alun divonis 14 tahun penjara karena terbukti menerima gratifikasi, sedangkan Mario Dandy divonis 12 tahun penjara karena penganiayaan.

Keluarga Penyelenggara Negara Terikat Aturan Gratifikasi

Bila KPK mengubek-ubek kekayaan Mario, bahkan kakak perempuan dan ibunya, mengapa hal serupa tidak diterapkan pada Kaesang?

Kaesang memang bukan penyelenggara negara, bukan pejabat publik. Tapi dia adalah adik Gibran, yang sebelumnya menjabat walikota Solo (kini wapres terpilih) dan juga anak Presiden.

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, mengatakan sudah jadi praktik lazim dalam penyelidikan gratifikasi bahwa gratifikasi itu tidak harus diterima oleh penyelenggara negara, tapi juga bisa oleh keluarganya.

Karena itu menyelidik keluarga penyelenggara negara dalam isu gratifikasi adalah hal lumrah. Itulah yang dilakukan KPK dalam kasus Mario Dandy, yang akhirnya menjerat ayahnya, Rafael Alun.

"Gratifikasi bukan semata-mata diberikan ke penyelenggara negara, tapi juga bisa melalui orang dekat atau keluarga penyelenggara tersebut," kata Boyamin, Senin, 26 Agustus 2024

Boyamin juga memberikan laporan ke KPK. Dia menyerahkan, antara lain MoU (Memorandum of Understanding) antara Pemkot Solo dan Shopee pada 2021, yang ditandatangani Gibran selaku walikota.

"Apakah ini [jet pribadi] adalah fasilitas dari perusahaan tersebut, biarlah nanti KPK yang menilai, semangat saya hanya membantu untuk memperjelas perkara ini apakah ada gratifikasi atau tidak,” katanya lagi.

Tapi kini, justru dia yang didalami keterangannya atas laporan itu. Bukan Kaesang. Sungguh membagongkan. (bsf)

\