Oleh Andi Rahmat, aktivis cum politisi, yang pernah memimpin Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), dan menjadi anggota DPR (periode 2004-2009 & 2009-2014). Mencuri perhatian setelah menjadi salah satu inisiator Hak Angket terkait Bank Century, kini dia aktif menyuarakan aspirasi melalui Partai Gelora.

Istilah 'stagnasi sekuler' kembali dipopulerkan oleh ekonom Harvard, Larry Summers. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Alvin Hansen pasca Depresi Ekonomi tahun 1930-an.

Stagnasi sekuler adalah keadaan ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu yang panjang mengalami stagnasi.

Faktor penyebabnya antara lain dapat dilihat pada pertumbuhan permintaan aggregat yang stagnan (kurvanya landai dari tahun ke tahun).

Penyebabnya adalah investasi atau pembentukan modal tetap bruto yang rendah, pertumbuhan konsumsi domestik yang cenderung datar akibat rendahnya pertumbuhan daya beli masyarakat.

Demikian juga problem struktural ekonomi yang tidak terpecahkan, dan seringkali pula, respon kebijakan fiskal dan moneter yang tidak tepat.

Perekonomian yang mengalami stagnasi sekuler, biasanya akan menghadapi tingginya angka pengangguran dan penurunan daya beli.

Di tahun 2024, Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) sebetulnya sudah menengarai munculnya fenomena stagnasi sekuler dalam perekonomian nasional.

Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang satu dekade terakhir hanya berkisar 5%, dan terus menunjukkan kecenderungan perlambatan.

Stagnasi Ekonomi dan Manufaktur

manufaktur

Selain itu, dalam sepuluh tahun terakhir, pertumbuhan manufaktur di Indonesia juga mengalami stagnasi, rata-rata tumbuh 3,55%. Memang benar, Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu sentra rantai pasok manufaktur global.

Tetapi yang juga tidak bisa dipungkiri adalah pertumbuhan manufaktur Indonesia juga mengalami fenomena “trade off” antara sektor industri yang mengalami fenomena “sunset” dengan sektor manufaktur berbasis makanan, logam dasar dan elektronik.

Dan fenomena pertumbuhan manufaktur yang terus melambat itu, makin menguat paska pandemi COVID. Sejak tahun 2022-2024 manufaktur nasional rata-rata tumbuh masing-masing 4,89% (2022), 4,64% (2023) dan 4,43% (2024).

Selain itu, bangunan struktur perekonomian Indonesia juga turut berkontribusi dalam menciptakan stagnasi pertumbuhan berkepanjangan.

Rasio Kewirausahaan Indonesia misalnya, tidak mengalami perubahan signifikan, kendati dalam kurun waktu 10 tahun terakhir realisasi investasi mencapai Rp 9.117 Triliun.

Rasio Kewirausahaan Indonesia tumbuh stagnan rata-rata 3,3% pertahun, di bawah standar Bank Dunia sebesar 4%. Dan lebih jauh lagi dibandingkan negara-negara maju yang rasio kewirausahaannya rata-rata di atas 10%.

Belum lagi jika melihat terjadinya akumulasi konsentrasi perekonomian sepanjang 10 tahun terakhir. Piramida pelaku ekonomi Indonesia menunjukkan terjadinya konsentrasi perekonomian pada sekelompok kecil perusahaan atau kelompok usaha.

Kurang dari 2% pelaku ekonomi Indonesia yang menguasai puncak piramida pelaku ekonomi, sedangkan 98% sisanya berada di dasar piramida.

Distribusi Ekonomi pun Tak Merata

jamuKeadaan ini cukup untuk menjelaskan bahwa kendati pertumbuhan realisasi Investasi dalam satu dekade terakhir cukup besar, namun tidak terjadi distribusi ekonomi yang memadai.

Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi nasional tidak lagi bisa menimbulkan efek trickle down. Bahkan malah cenderung melahirkan konsentrasi ekonomi ke atas. Keadaan ini pula yang berdampak kuat pada stagnasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Penyebab terjadinya stagnasi sekuler pada perekonomian sejumlah negara umunya disebabkan oleh problem struktural seperti berkurangnya jumlah usia produktif di negara itu, atau makin menuanya populasi negara tersebut.

Namun di Indonesia, problem struktural yang cukup menghambat pertumbuhan ekonomi adalah rendahnya rasio pelaku usaha dan konsentrasi penguasaan sumber daya ekonomi.

Kombinasi keadaan ekonomi yang kumulatif sepanjang 1 dekade terakhir nampaknya masih terus membayangi perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2025.

Satu tahun pemerintah Prabowo-Gibran yang menargetkan pertumbuhan ekonomi tinggi, hingga 8%, masih dihadapkan pada keadaan ekonomi akumulatif yang cukup “ kepala batu” untuk menahan pertumbuhan ekonomi di zona 5%.

Pemerintahan Prabowo memerlukan kebijakan ekonomi yang solid dan bertendensi pada perubahan struktural perekonomian nasional (structural adjustment).

Enam Kebijakan Struktural

prabowo sarasehan

Di antara kebijakan ekonomi fundamental yang bisa dilakukan untuk itu, antara lain;

Pertama, mendorong secara agresif peningkatan Rasio Kewirausahaan Nasional. Perekonomian memerlukan pelaku ekonomi. Makin besar jumlah pelaku ekonomi, makin besar pula perputaran ekonomi didalam suatu negara.

Kedua, membuka akses permodalan sebesar-besarnya bagi pelaku ekonomi. Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank mesti dipaksa mengakhiri praktik “diskriminasi permodalan” di mana alokasi modal hanya terkonsentrasi pada sekelompok pelaku.

Terdapat kurang dari 20% arus modal dari sentra-sentra keuangan yang bisa diakses oleh mayoritas pelaku ekonomi.

Ketiga, kebijakan untuk memperkuat basis pertumbuhan ekonomi lokal.

Pertumbuhan kota-kota lokal mulai dari kota tier 2 hingga tier 4 adalah sumber-sumber ekonomi baru, selain ekonomi berbasis agro, yang jadi “centerpiece” kebijakan ekonomi Prabowo-Gibran.

Sampai tahun 2032, diperkirakan lebih dari 32 juta penduduk Indonesia akan menjadi warga kota di tiap tingkatan tier kota. Atau dengan kata lain, seperti yang diproyeksikan oleh Mc Kinsey, populasi urban akan tumbuh dari 53% ke 71% populasi.

Ekonomi berbasis urban akan menjadi mesin pertumbuhan yang signifikan manakala bisa dikombinasikan dengan penguatan desentralisasi dan optimalisasi fungsi pemerintah daerah.

Keempat, pemerintah perlu terus menjaga ekspektasi dan persepsi pelaku usaha terhadap kapabilitas pemerintah dalam melakukan pengelolaan perekonomian.

Banyak studi ekonomi yang menunjukkkan adanya korelasi yang kuat antara ekspektasi dan persepsi pelaku usaha terhadap pemerintah dengan tingkat animo untuk berinvestasi dan mengembangkan kegiatan ekonomi.

Kelima, memastikan bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi yang dilakukan pemerintah selalu memperhatikan dampak ungkitnya terhadap perekonomian (multiplier effect).

Dengan mengonsentrasikan kebijakan ekonomi pada sektor ekonomi yang berdampak multiplier besar, maka momentum pertumbuhan ekonomi menjadi lebih terjaga.

Keenam, diperlukan keseriusan pemerintah untuk membenahi aktivitas underground economy atau shadow economy.

Keduanya berkontribusi antara 18%-30% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional. Nilainya ditaksir antara Rp1.968 triliun hingga Rp5.091 trilliun. Jumlah yang sangat fantastis.

Kegiatan ekonomi seperti ini sangat distortif terhadap perekonomian nasional. Mulai dari hilangnya potensi penerimaan negara, merusak struktur pasar perekonomian, hingga penyia-nyiaan sumber daya ekonomi nasional.

Baca Juga: Risiko di Balik Gebrakan Menkeu Purbaya Mendorong Kebijakan Ekonomi Ekspansif

Perlu juga dicatat, stagnasi sekuler perekonomian tidak bisa diatasi dalam waktu singkat, melainkan memerlukan waktu. Pemerintahan Prabowo-Gibran harus mengambil langkah kebijakan yang dapat mengatasi problem stagnasi sekuler ini.

Program-program seperti Koperasi Merah Putih, Makan Bergizi Gratis, hilirisasi berbagai sektor yang masif sudah semestinya dipastikan memiliki efek multiplier yang besar dan merata.

Tahun 2026 adalah tahun kritikal bagi Pemerintahan Prabowo untuk mengungkit perekonomian Indonesia keluar dari zona stagnan.

Atau dengan kata lain, formula kebijakan ekonomi pemerintah harus bisa bekerja efektif di tahun 2026. Kemanjuran nyata dari resep ekonomi pemerintah akan terlihat di tahun 2026.

Di akhir tulisan ini, ada baiknya kami mengutip kalimat Manmohan Singh, Mantan Perdana Menteri India, yang kebijakan ekonominya membuka potensi ekonomi India dan mengakhiri stagnasi lama perekonomian India,

“I have always believed that the ultimate purposes of economic policies and development policy is to meet the basic needs of our people. And for that, we need a fast expanding economy”

Wallahualam.***

Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.