Jakarta, TheStanceID – Vasektomi menjadi pilihan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebagai syarat penerima bantuan sosial (bansos), sekaligus untuk menekan angka kemiskinan baru. Meski realistis, kebijakan ini dianggap mereduksi hak pria.
Dia menilai keluarga tidak mampu sebaiknya membatasi reproduksi. Pasalnya, memiliki banyak anak pada akhirnya membebani anggaran berupa tingginya angka bantuan sosial (bansos).
Menurut politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini, salah satu solusinya adalah kedisiplinan mengikuti program Keluarga Berencana (KB), khususnya bagi pria melalui metode vasektomi.
“Saya selalu menuntut orang yang saya bantu untuk KB dulu. Dan yang harus hari ini dikejar, KB-nya harus laki-laki,” paparnya dalam rapat koordinasi bidang Kesejahteraan Rakyat di Gedung Pusdai Jawa Barat (Jabar), Senin (28/4/2025).
Dedi mengaku kerap bertemu dengan keluarga miskin dengan banyak anak. Mereka bahkan tak mampu membayar biaya persalinan, khususnya dengan prosedur caesar yang mencapai Rp25 juta.
“Kalau terlalu banyak, yang saya perhatikan, jangankan untuk sekolah, untuk biaya melahirkan saja tidak terbayar,” paparnya.
Ide tersebut direspons oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menegaskan bahwa vasektomi adalah haram dan sudah menjadi fatwa sejak tahun 1979 karena menyebabkan kemandulan permanen.
“Islam membolehkan KB sebagai mekanisme pengaturan keturunan dengan syarat jenis dan caranya tidak melanggar syariat. Sementara, vasektomi merupakan jenis kontrasepsi dengan pemandulan tetap, dan itu terlarang,” ujar Ketua Bidang Fatwa MUI Pusat KH Asrorun Niam Sholeh, di Jakarta, Senin (5/5/2025).
Kemiskinan Jadi Warisan
Poin Dedi seputar kesejahteraan dan banyaknya jumlah keluarga miskin memang beralasan.
Dalam diskusi bertema “Pekerja Anak: Pengingkaran Terhadap Hak Anak”, Guru Besar FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad) Nunung Nurwati menyebut anak-anak terpaksa bekerja karena keluarganya gagal memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Akibatnya pun sistemik. Anak-anak keluarga tak mampu tidak mendapatkan kualitas pendidikan yang baik. Dus, mereka tidak bisa berkompetisi di dunia kerja dan rantai kemiskinan struktural menurun dari orang tuanya ke mereka.
“Bagi anak, itu sudah jelas akan mengganggu tumbuh kembang dan menghilangkan hak-haknya. Mereka akan menjadi SDM dengan kualitas rendah,” paparnya.
Secara matematis, banyaknya jumlah anak berujung pada kenaikan beban ekonomi, biaya makan, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok lain.
Dalam keluarga dengan pendapatan terbatas, banyak anak berarti sumber daya terbagi lebih tipis, sehingga berdampak langsung pada kualitas hidup.
Selain itu, keluarga besar di daerah miskin seringkali kesulitan mengakses layanan pendidikan dan kesehatan yang memadai untuk semua anaknya.
Termasuk kurangnya edukasi dan akses terhadap alat kontrasepsi menyebabkan kehamilan yang tidak direncanakan, terutama pada perempuan. Maka, lingkaran setan terus terjadi antara kemiskinan dan kegagalan perencanaan keluarga.
Angka Kemiskinan Sudah Turun
Angka kemiskinan di Jabar sebenarnya sudah membaik dengan jumlah penduduk miskin di provinsi terpadat nasional itu turun pada 2024 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Pada Maret 2024, jumlah penduduk miskin di Jabar tercatat 3,89 juta orang, lalu turun menjadi 3,67 juta orang pada September 2024. Persentase penduduk miskin juga turun dari 7,46% pada Maret 2024 menjadi 7,08% pada September 2024.
Semuanya tak terlepas dari peran pemerintah untuk membuka lapangan kerja, dan menjalankan program jaring pengaman sosial baik di tingkat pusat maupun daerah seperti perbaikan rumah, bantuan listrik, hingga beasiswa pendidikan.
Namun, kesejahteraan tetap bergantung pada kebijakan tiap keluarga. Dengan angka kelahiran Jabar 900.000 jiwa per tahun, kepala keluarga memiliki peran krusial menentukan sejauh mana kapasitas ekonominya bisa menopang jumlah anggota keluarga.
“Jangankan untuk pendidikan ke depan, untuk melahirkan pun tidak ada biaya. Itu tanggung jawab suami,” tutur Dedi.
Dalam sebuah video lawas, dia menemui keluarga berisi 11 anak. Sang ibu juga tengah mengandung, sehingga kelahiran berikutnya akan menjadikan total anak menjadi 12.
Dalam video tersebut, sang suami menyebut bahwa ia sudah mencoba mencegah kehamilan sang istri, tapi gagal. “Kalau mencegah kita sudah, Pak. Minum herbal sudah, istri juga sudah pernah KB,” ujarnya.
Dedi pun menyarankan agar laki-laki tersebut yang menjalani program KB. Namun, responsnya tidak memberikan kepastian. “Nanti ngobrol dulu, Pak. Istikharah dulu,” paparnya.
Apa dan Bagaimana Vasektomi Bekerja?
Vasektomi atau Metode Operasi Pria (MOP) dilakukan dengan cara memotong atau menyumbat vas deferens saluran, yang penghubung testis ke penis. Dengan diputusnya saluran ini, sperma tak lagi keluar bersama cairan semen saat ejakulasi.
Peserta vasektomi harus menjalani konsultasi medis berupa edukasi bersama dokter untuk memahami manfaat, risiko, dan sifat permanen vasektomi. Konseling ini juga memastikan keputusan diambil secara sadar, tanpa tekanan, dan atas kehendak sendiri.
Setelah pasien menyatakan kesediaan, dokter akan menentukan jadwal tindakan medis. Prosedur vasektomi dilakukan secara singkat, sekitar 15–30 menit, dan termasuk jenis operasi kecil. Tindakan ini dilakukan dengan bius lokal, tanpa perlu rawat inap.
Saat prosedur berlangsung, dokter akan membuat sayatan kecil atau menggunakan teknik tanpa pisau (no-scalpel technique) untuk menjangkau dan memotong vas deferens. Setelah itu, luka ditutup dan pasien dapat pulang pada hari yang sama.
Setelah itu, pasien dianjurkan beristirahat 1-2 hari, menghindari aktivitas berat, dan menjaga kebersihan area operasi. Efek samping seperti nyeri ringan atau bengkak dapat terjadi, namun bersifat sementara dan bisa diatasi dengan obat pereda nyeri.
Meski vasektomi efektif mencegah kehamilan, penting untuk diketahui bahwa efeknya tidak langsung. Sperma masih mungkin tersisa dalam saluran selama beberapa minggu setelah operasi.
Karena itu, pasien diminta menggunakan kontrasepsi tambahan hingga dokter memastikan tidak ada lagi sperma dalam cairan semen melalui analisis laboratorium.
Vasektomi merupakan opsi kontrasepsi jangka panjang yang aman dan efisien. Namun karena sifatnya permanen, prosedur ini tidak disarankan bagi pria yang masih ingin memiliki anak di masa depan.
Ditanggung BPJS
Bagi yang siap menjalani vasektomi, BPJS Kesehatan menyediakan layanan kontrasepsi berupa alat maupun obat untuk mencegah kehamilan sebagai bagian dari dukungan terhadap program KB.
Asisten Deputi Komunikasi Publik dan Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menegaskan kontrasepsi permanen untuk pria, yaitu vasektomi atau Metode Operasi Pria (MOP), termasuk di daftar manfaat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Pada prinsipnya, BPJS Kesehatan memberikan berbagai penjaminan kepada seluruh peserta sesuai dengan indikasi medis, termasuk pelayanan KB dengan tindakan vasektomi atau MOP,” ujarnya kepada TheStanceID.
Rizzky menuturkan peserta JKN dapat mengakses layanan vasektomi ini di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) tempat mereka terdaftar, melalui mekanisme pembayaran non kapitasi.
Baca Juga: Meski Marak Kasus, Badan Gizi Klaim Tingkat Keracunan MBG Hanya 0,5%
Pakar Keamanan Kesehatan Global cum mantan praktisi kebijakan publik Kementerian Kesehatan Dr. Dicky Budiman menilai vasektomi sebagai salah satu metode KB membuka ruang keterlibatan sukarela kaum pria dalam perencanaan keluarga.
Namun di sisi lain, wacana menjadikan vasektomi sebagai prasyarat penerima bansos bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia (HAM), etika medis, dan pendekatan berbasis bukti ilmiah (evidence-based policy).
“Setiap kebijakan yang menyangkut tubuh dan hak reproduksi seseorang harus berbasis prinsip hak asasi manusia,” ujar Dicky kepada TheStanceID.
Ia menambahkan bahwa prosedur vasektomi adalah tindakan medis permanen yang tidak bisa diperlakukan sembarangan, sehingga ditujukan bagi pria yang sudah yakin tidak ingin memiliki anak lagi.
Menertibkan atau Melanggar?
Meskipun secara teoritis vasektomi bisa dibalik melalui reversal, tingkat keberhasilannya rendah dan tak sederhana. Karenanya, menjadikan tindakan ini sebagai syarat untuk mendapat bantuan sosial merupakan bentuk pemaksaan terselubung (coercion).
“Kalau dikaitkan dengan bansos, maka mengandung unsur pemaksaan. Ini melanggar etika medis, bahkan masuk kategori pelanggaran HAM,” tegas Dicky.
Peraih gelar doktor di bidang Global Health Security dengan fokus pada etika, komunikasi risiko, dan kepemimpinan kesehatan publik ini mengingatkan bahwa kebijakan semacam itu berpotensi mencederai kepercayaan publik terhadap program KB.
Ia menekankan bahwa KB harus dipahami sebagai pilihan sadar untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, bukan sebagai instrumen kontrol negara atas tubuh warganya.
“Negara-negara yang berhasil dalam pembangunan manusia adalah yang memiliki program KB yang kuat dan partisipatif, bukan koersif,” kata Dicky. Ia menekankan pentingnya edukasi dan komunikasi risiko yang sehat dalam pelaksanaan program KB.
Ia menegaskan bahwa kebijakan terkait tubuh manusia harus dibuat dengan hati-hati dan berdasarkan pertimbangan etis, bukan semata-mata demi efisiensi atau pengendalian.
Pembuat kebijakan harus menggandeng para ahli untuk mencapai solusi yang tepat dan menghargai hak warga negara. “KB adalah alat untuk menciptakan keluarga yang sehat, sejahtera, dan berdaya, bukan alat kontrol negara atas tubuh warga.”
Dedi Akhirnya Mengoreksi
Mendapat respons keras dari MUI dan kritikan dari berbagai pihak, Dedi pun memperjelas maksudnya dengan menyebutkan bahwa vasektomi bukan satu-satunya pilihan dalam program KB.
“Tidak ada ngomong salah satu jenis, tapi pilih mau yang mana (KB),” paparnya di Gedung Sate, Bandung, Senin (5/5/2025).
Namun, dia tetap menekankan seruannya agar KB difokuskan pada pria lantaran selama ini KB kerap menjadi beban perempuan.
Dia mendorong pria lebih aktif mencegah kehamilan. Selain vasektomi, pilihan lainnya adalah menggunakan pengaman (kondom).
“Saya harapkan yang ber-KB itu suaminya, jangan sampai ber-KB itu jadi beban istri. Jenis KB-nya tergantung pengennya apa, kan bisa pakai pengaman,” ujar Dedi.
Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono mengingatkan kebijakan syarat bansos merupakan kewenangan pemerintah pusat. Dalam hal ini, gubernur tidak dapat memaksakan regulasi apapun bila bertentangan dengan undang-undang.
“Karena pada saat peserta KB pun dipaksakan, maka akan melanggar hak asasi manusia dan pelakunya akan dijerat oleh pasal-pasal khusus yang berkaitan dengan HAM,” papar Ono.
Meski demikian harus diakui, aksi Dedi Mulyadi efektif membuat namanya mewarnai panggung pemberitaan nasional dan publik pun kian disodori informasi mengenai vasektomi. (par)
Simak info kebijakan publik & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.