Harun Al-Rasyid Lubis

Oleh Harun Al-Rasyid Lubis. Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) Institut Teknologi Bandung (ITB), Tim Teknis Revitalisasi Perkeretaapian Nasional, Chairman Infrastructure Partnership & Knowledge Center (IPKC).

Sebuah visi terpatri dari baja dan data,

Menghubungkan Jakarta ke jantung kreativitas Bandung.

Lebih dari sekadar kereta, ini adalah pernyataan:

Negeri ini sanggup mengejar ketertinggalan.

Mereka menyebutnya gila, sebuah ilusi fiskal.

Tapi perjuangan tak kenal lelah menjawabnya,

Naga Baja beton berdiri di tanah Nusantara.

Jalur berliku, klaim dan biaya membumbung tinggi,

Kini melesat, membungkam keraguan dengan bukti.

Sebuah mahakarya logistik, sebuah kebanggaan yang nyata.

Lalu, kembali suara-suara skeptis bermunculan:

"Untuk siapa jalur berlapis emas ini?

Beban fiskal atau kebutuhan strategis?"

Debat democrazy, jalan bangsa yang berliku.

Namun, sang visioner telah membidik cakrawala baru.

"Ke Surabaya!" pekiknya menggelegar.

Sebuah taruhan nasib, jaya atau binasa.

Jalur lebih panjang, mimpi lebih besar, utang lebih dalam.

Di balik kemegahan ini, pertanyaan mendasar menganga:

Apakah kita hanya membeli produk, atau menguasai ilmunya?

Apakah Naga Baja ini sekadar tamu mewah dari negeri Tirai Bambu,

Atau bibit untuk melahirkan insinyur-insinyur otentik kita?

Baca Juga: Memahami Proyek KCJB: Melampaui Kontroversi, Menuju Manfaat Bersama

Ini bukan soal China, Jepang, atau Eropa,

Tapi tentang alih teknologi yang nyata dan mendalam.

Bukan sekadar membeli tiket, tapi memiliki pabrik lokomotifnya.

Bukan hanya menumpang, tapi merancang sirkuitnya.

Sungguh, inilah ujian sebenarnya:

Apakah kita hanya gagah-gagahan,

Atau serius ingin menghemat BBM impor dan jejak karbon?

Apakah kita hanya jadi pengguna, atau kelak menjadi pencipta?

Jiwa bangsa diuji oleh rel baja ini,

Sebuah lompatan keyakinan untuk masa depan.

Maka, biarkan Naga Baja itu meluncur,

Tapi jangan biarkan ilmu itu hanya lewat dan lenyap.

Kita harus memintal pengetahuan dari setiap sambungan rel,

Menyuling inovasi dari setiap hentakan kecepatan.

Pusat Riset dan Teknologi Perkeretaapian Nasional adalah harga mati!

Ini bukan kegilaan, tapi sebuah langkah berani.

Kita memilih untuk menjadi pohon kelapa yang menantang angin,

Bukan rumput yang hanya bisa bergoyang lalu terlindas.

Demi kedaulatan teknologi, demi mobilitas Jawa 2045,

Mari jadikan Naga Baja ini sekolah raksasa yang meluncur,

Agar anak cucu kita tak hanya menjadi penumpang,

Tapi juga arsitek dari peradaban baja yang mereka ciptakan.***

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.