Si Kaya Pengemplang Pajak Diampuni, Rakyat Kecil Dihantam PPN

Kebijakan perpajakan tak adil: pengemplang besar diampuni lewat tax amnesty, rakyat kecil ditekan dengan kenaikan PPN.

By
in Headline on
Si Kaya Pengemplang Pajak Diampuni, Rakyat Kecil Dihantam PPN
Ilustrasi papan sosialisasi pengampunan pajak (tax amnesty) di kantor pajak. (Sumber: https://pengampunanpajak.com/)

Jakarta, TheStanceID - DPR RI resmi memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang tax amnesty atau pengampunan pajak dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

Masuknya RUU tax amnesty dalam Prolegnas itu terjadi secara tiba-tiba dalam Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI pada Senin, (18/11/2024). Padahal, RUU tersebut belum pernah muncul dalam rapat-rapat sebelumnya.

Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, mengatakan RUU Pengampunan Pajak ini merupakan usulan Komisi XI. Menurutnya, tax amnesty memberikan kesempatan bagi pihak yang tidak patuh pajak untuk "bertaubat."

"Kita tetap berusaha melakukan pembinaan untuk wajib pajak itu tetap patuh. Tapi pada saat yang sama kita juga harus memberikan peluang terhadap kesalahan-kesalahan di masa lalu untuk diberikan sebuah program," kata Misbakhun, Selasa, (19/11/2024).

Dia mengatakan DPR tak ingin para pengemplang pajak menghindar terus menerus. Tax amnesty, kata dia, adalah jalan keluar untuk mengampuni mereka. "Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni."

Pembahasan mendalam terkait substansi program tax amnesty akan menjadi agenda selanjutnya. Termasuk untuk menentukan sektor apa saja yang akan dicakup, perlindungan yang diberikan, serta mekanisme pelaksanaan program tersebut.

"Kita nanti akan berbicara dulu dengan pemerintah, di masa sidang mana mereka akan mengusulkan dan membahas ini," kata Misbakhun.

Untuk diketahui, program pengampunan bagi para pengemplang pajak ini bukan barang baru. Tax amnesty pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2016-2017 melalui penerapan UU 11/2016.

Kemudian pemerintah memutuskan membuka lagi program tax amnesty jilid II,  yang disebut sebagai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada Mei 2021.

Bantah RUU Tax Amnesty Pesanan Cukong

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Mohamad Hekal membantah bahwa tax amnesty Jilid III dikebut demi kepentingan cukong. Ia mengatakan justru komisi XI yang berinisiatif mengambil alih pembahasan aturan itu dari Badan Legislasi (Baleg).

"Itu [pesanan cukong] terlalu jauh ya spekulasinya. Saya lihat semangatnya lebih ke teman-teman [DPR] ingin membantu pemerintah baru mencari pembiayaan untuk proyek-proyek ataupun agenda politik yang masuk dalam Asta Cita," kata politikus Partai Gerindra itu.

Asta CIta adalah nama visi-misi Prabowo-Gibran yang disampaikan dalam Pilpres 2024.

Hekal memahami isu pengampunan pajak ini menjadi pertanyaan banyak pihak. Namun, ia memastikan pembahasannya bakal dilakukan Komisi XI DPR RI.

Menurutnya, Komisi XI mengambil inisiatif karena mereka yang mengawal tax amnesty jilid I dan II selama ini. Dengan begitu, masukan dan evaluasi dari pelaksanaan yang lalu bakal diperhatikan.

Tax Amnesty Tidak Menguntungkan Negara

Direktur Kebijakan Publik Center Of Economic And Law Studies (CELIOS), Media Wahyudi Askar, mengatakan kebijakan tax amnesty sebenarnya tidak terlalu menguntungkan negara.

Itu terlihat dari hasil tax amnesty jilid I dan II.

Di jilid I, dari sisi nilai harta terungkap, komitmen repatriasi hanya memperoleh Rp147 triliun dari target Rp1.000 triliun. Sedangkan untuk uang tebusan, diperoleh Rp129 triliun dari target Rp165 triliun.

“Ini menunjukkan penerapan pengampunan pajak belum sepenuhnya mencapai target yang ditetapkan oleh pemerintah sendiri. Ketika pemerintah memutuskan untuk melaksanakan pengampunan pajak jilid 2 pada 2022, hasilnya pun kurang memuaskan,” kata Media Askar dalam keterangan tertulis yang diterima TheStanceID, Rabu (20/11/2024).

Untuk tax amnesty jilid II, jumlah peserta bahkan tidak mencapai sepertiga dari peserta program yang sama jilid I, karena hanya diikuti sekitar 247.918 Wajib Pajak.

Nilai harta yang diungkap juga terbilang jauh, hanya Rp1.250,67 triliun atau sekitar 25,7% dibandingkan tax amnesty jilid I.

Tak hanya itu, Media Askar juga menilai penerapan tax amnesty sebagai sebuah kebijakan yang tidak adil terutama bagi wajib pajak yang jujur dan patuh selama ini.

“Pengampunan pajak berpotensi menguntungkan wajib pajak kaya yang memiliki pendapatan atau aset besar yang signifikan yang tidak diungkapkan sehingga dapat memperburuk ketimpangan dan merusak progresivitas sistem pajak,” jelasnya.

Ketidakadilan Perpajakan

Salah satu contoh bentuk ketidakadilan dari rezim pajak saat ini terlihat pada yang menimpa Mbah Pramono (67), seorang pengepul susu sapi perah di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.

Usaha dagangnya kini terancam tutup karena tunggakan pajak sebesar Rp671 juta, hingga rekening Usaha Dagang (UD) Pramono diblokir Ditjen Pajak.

Bisnis pengepul susu sapi itu pun macet. Ini berdampak pada peternak sapi di Boyolali yang kebingungan harus menjual ke mana hasil produksi susu sapinya.

Padahal selama ini, sebagai pengepul susu utama, UD Pramono menjadi tumpuan bagi peternak sapi perah skala kecil.

Selain membeli susu dengan harga yang kompetitif, UD Pramono juga memberdayakan peternak sapi perah kecil, misalnya dengan pemberian bantuan pakan, kredit tanpa bunga, serta sembako.

Mbah Pramono yang mengaku selama ini taat pajak merasa keberatan karena tuggakan pajaknya terus naik dan bahkan sudah melampaui nilai omset usahanya. Padahal selama ini dia tidak mengambil untung dari penjualan susu petani ke pabrik.

Karena tidak sanggup membayar, Pramono pun memutuskan untuk sekalian menutup usahanya. Tidak perlu lagi bayar pajak karena sudah tidak ada usaha.

Dalam catatan TheStanceID, kasus UD Pramoo yang viiral di media sosial itu kini sedang diupayakan penyelesaian oleh Pj. Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, dengan mempertemukan Pramono dengan Kantor Pelayanan Pajak (KKP) Boyolali.

Pengemplang Diampuni, Rakyat Kecil Dihantam PPN

Selain banyak dikritik para ekonom, program tax amnesty jilid III ini pun dinilai tak sensitif dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini, karena dilaksanakan beriringan dengan keputusan pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Keputusan DPR memberikan pengampunan pajak bagi orang kaya lewat tax amnesty dinilai melukai rakyat kecil yang baru mendapat kabar kenaikan beban PPN menjadi sebesar 12% pada tahun depan.

Apalagi, masyarakat kelas menengah bawah sebenarnya masih mengalami tekanan daya beli akibat akibat pendapatan yang tak mampu mengimbangi kenaikan inflasi.

Ini tercermin dari laju konsumsi rumah tangga yang selama tiga kuartal tak mampu tumbuh di atas 5%, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat.

"Jadi memang angka-angka yang dikeluarkan BPS itu cukup mengkonfirmasi analisis kita terkait penurunan daya beli," kata Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Moneter Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty.

Dengan kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025, maka daya beli masyarakat akan makin tertekan. Tak ada pengampunan bagi mereka, selain terus diperas. (est)

\