Jakarta, TheStanceID - Jelang pelantikan Anggota DPR Periode 2024-2029 pada 1 Oktober 2024, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU) menetapkan sejumlah pergantian caleg terpilih.

Pergantian ini sebabnya beragam: karena caleg terpilih bersangkutan dipecat partai, mengundurkan diri, atau karena ada putusan Bawaslu.

Terbaru, KPU mengeluarkan Keputusan Nomor 1401 tahun 2024 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1206 Tahun 2024 tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota DPR dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 tertanggal 27 September.

Dalam keputusan itu, nama caleg yang sebelumnya sudah ditetapkan KPU diganti.

Tercatat, sebanyak 21 caleg terpilih dipastikan tidak akan dilantik. Dari jumlah tersebut, 19 caleg terpilih mundur karena maju menjadi calon kepala daerah, sementara dua lainnya mundur karena alasan di luar pilkada.

Airin Rachmi Diany dan Rano Karno, misalnya, adalah caleg yang tidak akan dilantik. Airin, yang mencalonkan diri dari Partai Golkar di daerah pemilihan Banten III, mengundurkan diri karena maju sebagai calon gubernur Banten.

Sedangkan Rano Karno, caleg PDIP Dapil Banten III, mundur karena memilih maju sebagai calon wakil gubernur Jakarta. Padahal, keduanya telah ditetapkan KPU sebagai bagian dari 580 caleg yang lolos ke Senayan.

Kasus Romy Soekarno

Selain mereka, ada juga Romy Soekarno, yang memiiki nama asli Hendra Rahtomo, yang lolos ke senayan karena mendapat limpahan cuma-cuma.

Awalnya di daerah pemilihan Jawa Timur VI, PDI-P meraih dua kursi DPR, yaitu atas nama Pulung Agustanto (165.869 suara) dan Sri Rahayu (126.787 suara)

Pulung adalah adik ipar Pramono Anung, politisi PDI-P yang saat ini maju di Pilkada DKI Jakarta. Pulung melenggang ke Senayan. Tapi Sri Rahayu, yang sebelumnya menjabat ketua DPRD Malang, mundur tanpa alasan jelas.

Arteria Dahlan, yang memiliki urutan suara terbanyak ketiga (62.242 suara) naik menggantikan. Tapi Arteria juga menyatakan mundur. Akhirnya Romy Soekarno yang berada di ururan keempat (51.242 suara) pun naik menggantikan.

"Menggantikan calon terpilih atas nama Dra. Sri Rahayu (peringkat suara sah ke II, nomor urut 1) karena yang bersangkutan mengundurkan diri dan calon atas nama H. Arteria Dahlan, S.T., S.H., M.H. (peringkat suara sah ke III, nomor urut 4) karena yang bersangkutan mengundurkan diri," demikian kutipan dalam Surat Keputusan KPU 1401 Tahun 2024.

Romy dilantik sebagai anggota DPR pada 1 Oktober 2024. Dia adalah cucu Sukarno, anak dari alm. Rachmawati Soekarnoputri.

Romy membantah kalau bisa jadi anggota DPR karena mendapat kursi gratis "limpahan" dari Sri Rahayu dan Arteria.

"[kursi] bukan diberikan, tapi karena saya berjuang di Dapil," katanya usai pelantikan di kompleks DPR, Selasa (1/10/2024).

Alasan Arteria Rela Mundur

Yang mengejutkan barangkali pernyataan Arteria. Dia mengaku Romy datang menemuinya di salah satu hotel di Jakarta dan memohon dirinya mundur, agar dia bisa lolos jadi anggota DPR.

Menurut Arteria, Romy juga mengungkapkan faktor usianya yang sudah relatif tua dan dan janji kepada almarhum ibunya.

"Mas Romy kan datang. Datang, kemudian yang bersangkutan minta tolong 'Usia saya sudah 54 tahun. Saya punya janji kepada Ibu Mega. Saya punya janji kepada Ibunda Ibu Rahmawati Soekarno Putri'. Saya bilang 'nggak masalah, Mas'," kata Arteria di kompleks parlemen, Senayan, Senin (30/9/2024)

Arteria pun sepakat mundur. Dia mengatakan tidak ada paksaan atau kompensasi lain yang diberikan kepadanya.

Alasan rela mundur? Membalas budi.

"Saya ini, bisa seperti ini karena Ibu Mega dan keluarga besar Bung Karno. Sudah saatnya ya kalau boleh dibilang saya membalas (budi)," kata Arteria.

Dia pun berharap agar kedepannya Romy Soekarno bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. Dia pun menitipkan kepada Romy terkait Dapil Jatim VI yang meliputi kabupaten Blitar, kota Blitar, kabupaten Tulungagung, kabupaten Kediri, dan kota Kediri.

Dipecat Partai, Anggota DPR Terpilih Melawan

Berbeda dengan Sri Rahayu dan Arteria Dahlan yang memilih mundur, dua kader PDI-P lainnya, yakni Rahmad Handoyo dan Tia Rahmania, gagal menjadi anggota DPR karena dipecat partai.

Pemecatan itu dilakukan setelah keduanya lolos ke Senayan. Karena tidak lagi menjadi anggota partai, keduanya batal dilantik karena dinilai tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR.

Juru Bicara PDI-P, Chico Hakim, mengungkapkan, Rahmad dan Tia dipecat karena terbukti melakukan penggelembungan suara pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Proses pemecatan ini telah melalui Mahkamah Partai dan Badan Kehormatan PDI-P sejak Mei 2024.

Didik Haryadi kemudian menggantikan Rahmad Handoyo di dapil Jawa Tengah V. Sementara Bonnie Triyana menggantikan Tia Rahmania di dapil Banten I.

Tapi keduanya melawan.

Tia yang sempat viral saat mengkritik Pimpinan KPK Nurul Gufron di Acara Lemhanas beberapa waktu lalu ini merasa tidak terima karena gagal dilantik sebagai anggota DPR RI periode 2024-2029, kemudian melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Sedangkan Rahmat Handoyo menggugat ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Bawaslu akhirnya mengabulkan gugatan yang dilayangkan Rahmad Handoyo. Dalam keputusan Nomor 006/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/IX/2024, Bawaslu menyatakan bahwa Rahmad Handoyo memenuhi syarat untuk dilantik sebagai caleg DPR terpilih periode 2024-2029.

Bawaslu juga memerintahkan KPU untuk tetap melantik Rahmat Handoyo, meski yang bersangkutan sudah dipecat PDI-P.

Dalih Partai Mengganti Anggota DPR Terpilih

Fenomena beberapa partai politik yang mengganti calon legislator terpilih hasil Pemilihan Umum 2024 dengan berbagai cara, mulai dari memecat sejumlah caleg terpilih sehingga tidak lagi memenuhi syarat atau memaksa mereka mengundurkan diri demi memberi jalan bagi caleg dari kalangan dekat elite partai tentu saja tidak bisa dibenarkan.

Tercatat, bukan hanya PDI Perjuangan yang mengganti dua kadernya. Partai lain, seperti Partai kebangkitan bangsa, Partai Nasdem, Partai Golkar dan Partai Gerindra, ikut mengambil langkah serupa.

Tindakan ini jelas mencederai sistem proporsional terbuka yang diterapkan dalam pemilu.

Dalam sistem proporsional terbuka disepakati bahwa calon legislator terpilih seharusnya ditentukan berdasarkan suara terbanyak, bukan atas kehendak elite partai. Oleh karena itu, partai politik semestinya siap menerima hasil pilihan rakyat terlepas dari siapa caleg yang nantinya terpilih.

Memang, undang-undang pemilu memberikan beberapa kriteria yang memungkinkan pergantian calon legislator terpilih, seperti karena meninggal, mengundurkan diri, tidak memenuhi syarat, atau dinyatakan bersalah melalui putusan pengadilan.

Namun aturan ini membuka celah bagi partai untuk mengganti caleg terpilih sesuai permintaan elit.

Meskipun ada mekanisme gugatan bagi calon legislator untuk menguji keputusan partai, tapi sudah seharusnya pula KPU sebagai penyelenggara pemilu lebih ketat dalam memverifikasi alasan pengunduran diri atau pemecatan calon legislator terpilih. termasuk memastikan apakah alasan itu tidak disertai unsur paksaan atau manipulasi dari pihak partai.

Calon legislator terpilih adalah hasil representasi dari rakyat dan dipercaya rakyat sebagai sarana untuk menitipkan aspirasi mereka.

Jangan sampai caleg yang sudah mendapatkan mandat kepercayaan rakyat kemudian dibegal demi memuluskan calon yang "direstui" segelintir elite partai. Itu mengkhianati mandat rakyat.* (est)