Proposal Rp20 Triliun Menteri HAM Pigai Tak Singgung Isu HAM Masa Lalu
Sebagai Menteri HAM pertama, dibawahi presiden yang terkait dengan kasus HAM, Pigai menjadi bidak pertaruhan.

Jakarta, TheStanceID - Baru dilantik menjadi Menteri Hak Azasi Manusia (HAM), Natalius Pigai sudah menuai polemik dengan permintaan dana Rp20 triliun. Pun dana sebesar itu tak menyinggung misi pengusutan kejahatan HAM di masa lalu.
Melalui cuitan di X, menteri kelahiran Papua ini menilai dana sebesar Rp64 miliar yang dialokasikan untuk Kementerian HAM masih tergolong kecil untuk menjalankan program yang dia rencanakan.
Dia menuntut anggaran triliun salah satunya untuk mendirikan universitas HAM bertaraf internasional. Dia mengklaim bahwa universitas spesialis HAM itu akan menjadi satu-satunya di dunia dan bakal melejitkan citra Indonesia di panggung HAM dunia.
Wacana kontroversial yang dilontarkan Pigai menuai protes dan kritik dari publik dan pegiat HAM karena dinilai kontraproduktif terhadap pemajuan HAM di Indonesia.
Pasalnya, ada sederet kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang menanti komitmen pemerintah untuk dituntaskan.
Lalu, siapakah sosok Natalius Pigai yang ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri Hak Asasi Manusia Kabinet Merah Putih periode 2024-2029 dan seperti apa sepak terjangnya.
Aktivis dari Papua
Dikutip dari Antara, Natalius Pigai, merupakan tokoh asal Papua Tengah. Ia dikenal sebagai sosok yang vokal dalam memperjuangkan HAM di Indonesia.
Ia memiliki rekam jejak panjang sebagai pembela HAM, khususnya dalam isu-isu yang menyangkut hak masyarakat Papua.
Lahir 25 Desember 1975 di Paniai, Papua Tengah, Pigai tumbuh di lingkungan keluarga sederhana bersama dua saudaranya, Yulius Pigai dan Hengky Pigai.
Pendidikan formalnya ditempuh di Sekolah Tinggi Pemerintahan Masyarakat Desa, Yogyakarta, di mana ia meraih gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan (S.I.P.).
Berbarengan dengan itu, Pigai juga menempa diri dengan mengikuti berbagai program pendidikan non-formal.
Beberapa di antaranya adalah pendidikan statistika di Universitas Indonesia (UI) pada 2003, pelatihan peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2005, dan pelatihan kepemimpinan di Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada 2010-2011.
Pigai mengklaim dirinya meniti karier dari jenjang paling dasar yaitu pegawai honorer. Bahkan, Pigai mengaku sempat menjadi juru parkir sebelum diterima sebagai PNS di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi hingga ditunjuk menjadi Menteri.
Birokrat Era Reformasi
Pigai memulai karir profesionalnya di jajaran birokrasi pemerintahan dengan menjabat sebagai staf khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada era Alhilal Hamdi dan Jacob Nuwa Wea dari 1999 hingga 2004.
Pada periode ini, ia juga berperan sebagai moderator dialog interaktif di TVRI, membahas isu-isu politik dan pemerintahan dari 2006 hingga 2008.
Selain itu, Pigai pernah menjabat sebagai Konsultan Deputi Pengawasan BRR Aceh-Nias dan tim asistensi di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri di bawah Prof. Dr. Djohermansyah Djohan dari 2010 hingga 2012.
Sebagai putra Papua, Natalius Pigai tak hanya aktif di pemerintahan, tetapi juga dalam berbagai organisasi masyarakat sipil, sebagaimana diberitakan Liputan6.com.
Ia terlibat di Yayasan Sejati yang memperjuangkan hak-hak kelompok terpinggirkan di Papua, Dayak, Sasak, dan Aceh pada 1999 hingga 2002.
Pigai juga pernah menjadi staf peneliti di Graha Budaya Indonesia-Jepang (1998-2001) serta staf Yayasan Cindelaras yang fokus pada pengembangan kearifan lokal dan hak-hak petani.
Komisioner Komnas HAM
Nama Pigai semakin dikenal publik saat ia menjadi salah satu dari 11 anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dari 2012 hingga 2017.
Ia menjadi orang Papua pertama yang menjabat sebagai Anggota Komisioner Komnas HAM. Pigai ditugaskan sebagai Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan.
Selaku komisioner, Pigai memiliki tugas pokok memantau pengamatan pelaksanaan HAM serta menyelidiki dan memeriksa peristiwa yang diduga melanggar nilai-nilai HAM.
Selama ini, Pigai dikenal vokal dalam menyuarakan isu-isu ketidakadilan sosial dan pelanggaran HAM, khususnya yang menimpa warga Papua dan kelompok rentan lainnya.
Tak heran, karena ia merupakan aktivis mahasiswa di era reformasi pada tahun 1995–1999. Ia aktif di Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
Di luar itu, ia bergabung di Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Rumah Perubahan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Petisi 28.
Getol Mengritik Jokowi
Selama di Komnas HAM, ia aktif menangani berbagai kasus pelanggaran HAM dan seringkali mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai mengabaikan hak-hak warga di era Jokowi.
Salah satunya terkait kebijakan vaksinasi COVID-19, yang sempat membuatnya berseteru dengan buzzer pemerintah.
Ia juga banyak berperan dalam mengadvokasi akses pendidikan, kesehatan, dan kesempatan yang setara bagi masyarakat di wilayah terpencil, khususnya Papua.
Kasus yang paling menonjol adalah pembelaannya terhadap hak masyarakat Papua dalam menghadapi diskriminasi dan kekerasan oleh aparat negara, serta dalam kasus pelanggaran HAM di Paniai dan Wamena.
Mengutip Kumparan, Pigai juga dikenal kritis menyorot kasus-kasus nasional non-Papua seperti dugaan pelanggaran hak-hak buruh migran dan pekerja dengan disabilitas, serta hak-hak anak buruh migran.
Ia juga banyak berperan dalam memperjuangkan transparansi dalam beberapa kasus terkait dengan pemerintah, termasuk dalam menyoroti perlakuan terhadap kelompok minoritas di Indonesia.
Selain sibuk melakukan advokasi, Pigai juga aktif menuangkan pemikirannya melalui tulisan. Tercatat, 4 buku sudah ia hasilkan dengan fokus pada isu-isu kemanusiaan, terutama yang berkaitan dengan masyarakat marginal dan terpinggirkan.
Keempat buku itu adalah Anak Indonesia Teraniaya: Status kewarganegaraan Anak TKI di Malaysia, Tenaga Kerja Penyandang Cacat, Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Papua, serta Migrasi Tenaga Kerja Internasional.
Sebelum menjadi menteri, Pigai aktif sebagai konsultan bisnis dan HAM bagi perusahaan domestik dan mancanegara.
Proposal Rp20 Triliun
Berdasarkan pengalaman tersebut, Pigai dipercaya oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi Menteri Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam catatan TheStanceID, ia merupakan Menteri HAM pertama di Indonesia karena belum pernah ada nomenklatur kementerian ini di masa lalu.
Pemekaran dari Kementerian Hukum dan HAM ini beroperasi di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan yang dipimpin oleh Yusril Ihza Mahendra.
Pigai nantinya akan dibantu oleh seorang Wakil Menteri, yakni Mugiyanto yang juga dekat dengan dunia aktivisme HAM.
Menariknya, usai dilantik sejumlah program Menteri HAM Natalius Pigai justru panen kritik lantaran sejumlah program yang direncanakannya akan menelan dana yang fantastis mencapai Rp20 triliun.
Usulan dana tersebut diajukan oleh Natalius Pigai dalam rapat kerja Kementerian HAM dengan Komisi XIII di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (31/10/2024).
Desa hingga Dunia
Berikut ini adalah 3 program kontroversial menteri HAM Natalius Pigai yang menyita perhatian publik, mulai dari program peduli HAM di desa hingga universitas HAM skala dunia.
Program Rp100 Juta per Desa
Melalui rapat kerja bersama Komisi XIII DPR RI, Natalius Pigai merencanakan program peduli HAM di setiap desa di seluruh Indonesia. Untuk mewujudkan program tersebut, ia mengusulkan dana Rp100 juta per desa.
"Dari 83 ribu kelompok di basis perdesaan. Andai kata Rp100 juta per desa, maka butuh Rp8,03 triliun," kata Pigai dalam rapat bersama Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
Penambahan 2.544 Pegawai
Pada kesempatan rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI, Natalius Pigai juga memaparkan bahwa dirinya akan melakukan program penambahan pegawai baru.
Menurutnya, Kementerian HAM yang ia pimpin saat ini hanya memiliki 188 pegawai. Mengingat Kementerian HAM merupakan kementerian baru, maka ia membutuhkan sebanyak 2.544 pegawai untuk melengkapi struktur.
Membangun Universitas HAM
Program kontroversial lain adalah pembangunan Universitas HAM bertaraf internasional yang dilengkapi laboratorium dan rumah sakit HAM. Oleh karena itu, ia membutuhkan anggaran yang tinggi hingga mencapai Rp20 triliun.
Sebagai kementerian HAM yang dibentuk pertama kali dalam sejarah NKRI, oleh presiden pertama di Indonesia yang terjerat kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, Pigai menjadi bidak pertaruhan dan pembuktian.
Pertaruhan Prabowo untuk menunjukkan komitmen kebangsaan putra Soemitro Djojohadikusumo ini terkait isu HAM, dan pembuktian Pigai bahwa dirinya bukanlah sekadar gincu Prabowo untuk menutup masa-lalunya terkait HAM.
Sejauh ini, jika mengacu pada paparan Pigai di depan Komisi XII DPR, yang publik lihat dari proposal Pigai senilai Rp20 triliun hanyalah program formal, yang tak menyangkut pengusutan kasus kejahatan HAM di masa lalu. (est)