Program Makan Siang Gratis dan Pembenahan Industri Susu
Dari anggaran Rp71 triliun program makan siang gratis, sebanyak Rp14 triliun akan digunakan untuk beli susu. Tapi susu impor.

Jakarta, TheStanceID - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintahan Prabowo Subianto bakal menelan anggaran Rp71 triliun di tahun pertama pelaksanaannya. Dari jumlah tersebut 20% atau sekitar Rp14 triliun akan dialokasikan untuk pembelian susu.
Lantas, apakah anggaran jumbo itu bisa jadi angin segar bagi industri susu tanah air?
Sayangnya industri dalam negeri hanya mampu menyediakan susu dengan nilai agregat Rp1,5 triliun. Ini artinya, masih ada sekitar Rp12,5 triliun yang belum terserap untuk program MBG pada 2025.
"Dua puluh persen itu untuk susu. Jadi angkanya susu itu bisa sekitar Rp14 triliun. Saat ini Gabungan Koperasi Susu Indonesia hanya bisa menyediakan dengan nilai agregat Rp1,5 triliun," kata Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi dalam konferensi pers, Senin (11/11/2024).
Sebelumnya, Budi menyebut Indonesia masih memenuhi 80% kebutuhan susu dalam negeri dari pasar impor.
Sementara dari 20% susu produksi lokal tersebut, sebanyak 71% atau sekitar 400 ribu ton adalah produksi dari 59 koperasi susu di seluruh Indonesia, termasuk di Lembang dan Pengalengan di Jawa Barat dan Pasuruan dan Malang di Jawa Timur.
Di tengah kondisi demikian, Budi menjelaskan bahwa dana Rp14 triliun untuk susu ini bisa dipakai untuk mencari substitusi produk susu lain. Hal ini akan diputuskan oleh Badan Gizi Nasional agar substitusi ini setara dengan kandungan gizi susu sapi.
“Karena gini, dari banyak piloting percobaan makan bergizi, nggak semua anak suka susu sapi. Tapi kan dia harus dapat protein yang sama terkandung dari susu sapi,” terangnya.
Budi berjanji mendorong pembenahan dan peningkatan produktivitas susu di setiap koperasi. Dia bahkan menjanjikan hilirisasi susu, dimana peternak bisa mengembangkan produk lain seperti yogurt, keju, dan lainnya.
"Jangan peternak dalam koperasi susu ini hanya menjual susu segar, tapi dia juga ikut dalam proses hilirisasi, bisa memperoleh nilai tambah dari proses hilirisasi produksi susu ini," jelasnya.
Pajak Susu Impor Dibebaskan
Pernyataan Budi terkait pembenahan industri susu nasional terjadi di tengah aksi mandi susu para peternak sapi perah yang viral di media sosial, karena susu produk mereka ditolak oleh para pengusaha pengolahan susu.
Penyebabnya adalah membanjirnya susu impor dari Australia dan negara lain dengan harga murah, karena mereka memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia yakni ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA).
"Negara-negara pengekspor susu memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia yang menghapuskan bea masuk pada produk susu sehingga membuat harga produk mereka setidaknya 5% lebih murah dari pengekspor susu global lainnya," kata Budi mengakui.
Tak hanya bebas bea masuk, susu impor juga menikmati pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN). Dus, harga susu impor lebih murah ketimbang susu lokal dan pengusaha pengolahan susu pun meninggalkan peternak dan pengepul susu lokal.
Tak tahan dengan kondisi tersebut, peternak sapi perah di Jawa Timur dan Jawa Tengah melakukan protes besar dengan melakukan aksi mandi susu, membagikan susu murni, hingga membuang susu sapi yang kemudian viral di media sosial.
Berdasarkan data Dewan Persusuan Nasional, tercatat ada lebih dari 200 ton susu segar per hari yang terpaksa harus dibuang karena tidak diserap atau dibeli oleh Industri Pengolah Susu (IPS).
"Selama ini, memang kontrol dari pemerintah kurang. Keran impor pun dibuka dan tidak ada pajak untuk susu itu, jadi mereka bisa bebas melakukan impor," ujar peternak cum pengepul susu Pasuruan, Bayu Aji Handayanto, dikutip dari CNN Indonesia.
Kualitas Susu Lokal Buruk?
Sementara itu, pengusaha pengolahan susu mengungkapkan alasan tidak menyerap susu peternak lokal yakni karena kualitas susu yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar perusahaan. Oleh sebab itu, pembatasan terpaksa dilakukan.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) Sonny Effendhi berdalih susu peternak dalam negeri mengandung bahan-bahan tertentu yang tidak aman ketika dikonsumsi masyarakat.
"Sehingga nggak sesuai dengan standar food safety, keamanan pangan, sehingga nggak bisa diterima," katanya.
Ia mengatakan susu dalam negeri cenderung mengandung air, sirup gula, dan bahan lainnya. Karenanya, ke depan akan ada upaya bersama antara industri dan peternak untuk meningkatkan kualitas susu dalam negeri.
"Jadi jangan ditambahin air, minyak goreng, sugar syrup, karbonat, hidrogen peroksida. Kami menangkap itu, kalau itu diloloskan yang menjadi korban kan masyarakat. Kami wajib menjaga karena standarnya BPOM nggak boleh ada ingredient ini dalam susu," jelasnya.
Menanggapi protes peternak sapi perah, pemerintah bersikap tegas dengan menangguhkan izin impor 5 perusahaan susu. Jika selama masa penangguhan perusahaan keukeuh tidak menyerap susu lokal, maka izin impornya akan dicabut permanen.
"Kalau dari lima ada yang masih mencoba [tidak serap susu lokal], aku cabut izinnya dan tidak boleh impor lagi. Itu ketegasan kami dari kementerian, karena kami tidak ingin antara peternak dengan industri tidak bergandengan tangan," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman usai menerima Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS), Senin (11/11/2024).
MBG Jadi Angin Segar
Pengamat Peternakan dari Universitas Padjajaran Rochadi Tawaf menilai kebutuhan susu diprediksi meningkat dua kali pada tahun depan berkat program MBG.
“Tujuannya sekarang dengan modal, katakanlah tadi Rp14 triliun itu [anggaran susu dalam program MBG] menjadi modal awal bagi bangkitnya industri persusuan di dalam negeri,” kata Rochadi dikutip Bisnis, Selasa (12/11/2024).
Ia pun menyarankan agar pemerintah secara bertahap mengimpor sapi perah dan merevitalisasi sapi perah dalam negeri.
Pemerintah juga harus memperbaiki industri, termasuk memperbaiki kapasitas untuk menampung susu bagi program MBG. Sebab, Rochadi memperkirakan Indonesia harus memiliki sekitar 5 juta ton susu per tahun untuk kebutuhan program tersebut.
Sementara, produksi susu sapi nasional saat ini adalah 837.223 ton atau hanya mampu memenuhi 20% dari kebutuhan susu nasional, sedangkan 80% adalah impor.
“Nah, industri ini kan harus dibangun. Dibangunnya bertahap, nggak bisa sekaligus,” terangnya.
Menurut Rochadi, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah membenahi industri susu dalam negeri dengan menata kebijakan pendukung, seperti Peraturan Presiden (Perpres) dan melakukan rehabilitasi sapi secara bertahap.
Dengan begitu, impor susu yang diterima Indonesia akan berangsur turun dari sebelumnya mencapai 80% sehingga produk susu sapi perah dalam negeri akan meningkat.
“Harapannya [impor] akan turun, harapannya harus turun. Kenapa? Karena kita memberikan uang kepada peternak asing di luar negeri kalau kita tidak turun [impor],” kata Rochadi.
Reward and Punishment
Senada, Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian menilai program MBG bisa menjadi reward bagi industri susu, memperbaiki apa yang selama ini tidak dijalankan.
"Program MBG ini harusnya jadi captive market para peternak susu lokal. Karena ini kan sudah pasti pasarnya ada, MBG. Pasti dibeli pemerintah. Jikapun pemerintah ingin melibatkan perusahaan susu, syarat jadi vendor MBG adalah perusahaan yang bermitra dengan peternak lokal," jelasnya.
Sebaliknya, Ia pun mendorong agar pemerintah memberikan punishment bagi perusahaan pengolahan susu yang menolak untuk bermitra dengan peternak lokal.
Langkah itu dinilai bukan hanya sekedar bisa meningkatkan produksi peternak lokal, tapi juga berimbas pada kesejahteraan mereka. Sekaligus, akan menggerakkan perekonomian di daerah tersebut karena nantinya lapangan kerja akan terbuka.
"Jika perusahaan besar semuanya menjalin kemitraan dengan peternak, ini akan terjadi transfer of knowledge sehingga peternak bisa upgrade. Ini membutuhkan pendampingan dan insentif untuk perusahaan yang bermitra dengan peternak lokal," jelasnya.
Terkait dalih pengusaha soal kualitas susu lokal, Eliza memastikan susu dalam negeri layak dikonsumsi. Meskipun bibit sapi dan pakan sapi impor lebih bernutrisi, tetapi karena yang diimpor berbentuk bubuk atau skim maka jauh lebih terjamin kualitas susu segar lokal.
"Sapi lokal memang masih skala rakyat, itu kan 80% skala kecil, jadi seringkali bibitnya tidak terjamin, pakan hanya beberapa jenis. Tapi yang kita impor kan mayoritas susu skim yang mana kualitas gizinya tidak sama seperti susu segar," ujar Eliza. (est)