Minggu, 20 Juli 2025
Term of Use Media Guidelines

PDI-P & Nasdem Paling Dirugikan di Putusan Sengketa Pilkada MK

Jumlah Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 menjadi rekor terbanyak sepanjang sejarah.

By
in Headline on
PDI-P & Nasdem Paling Dirugikan di Putusan Sengketa Pilkada MK
Rapat Dengar Pendapat antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Komisi II DPR, Kemendagri dan Bawaslu serta DKPP, menyepakati pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Ulang berlangsung pada 27 Agustus 2025. (Sumber: KPU)

Jakarta, TheStanceID – Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi 11 peserta Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) 2024 dan memerintahkan pemilihan ulang total di 14 daerah termasuk Provinsi Papua, dan pemilihan ulang sebagian di 10 daerah lainnya.

Hal itu tertuang dalam putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) 2024 yang dibacakan pada Senin (24/02/2025), yang menyinggung tentang Pemungutan Suara Ulang (PSU).

TheStanceID mengklasifikasi sejumlah pelanggaran yang dilakukan peserta pilkada dalam 3 klaster, yakni klaster pelanggaran periodisasi, klaster pelanggaran ijazah dan TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif), serta klaster pelanggaran status terpidana.

Penyebab PSU total atau pemilihan diulang di seluruh TPS bermacam-macam mulai dari peserta Pilkada tidak jujur mengungkap dirinya pernah dipenjara, tak punya ijazah, menjabat 2 periode, hingga cawe-cawe menteri.

Terhadap mereka yang melakukan pelanggaran ”semiberat”, MK hanya memerintahkan PSU di seluruh atau di sebagian TPS. Namun untuk pelaku ”pelanggaran berat”, MK mengambil langkah tegas dengan mendiskualifikasi pihak terkait dari pencalonan.

Sejumlah calon kepala daerah yang didiskualifikasi salah satunya adalah Edi Damansyah dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) Kutai Kartanegara. Edi yang didukung PDI-Perjuangan diketahui menjabat sebagai Bupati Kutai Kartanegara selama 2 periode.

MK juga mendiskualifikasi Ade Sugianto sebagai calon Bupati Tasikmalaya karena terbukti telah menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya lebih dari 2 periode sehingga melanggar ketentuan Pasal 7 ayat 2 huruf n UU 10/2016.

Untuk itu, KPU Kabupaten Tasikmalaya diperintahkan untuk melaksanakan PSU tanpa menyertakan Ade Sugianto sebagai calon Bupati Tasikmalaya meski Ade yang diusung PDI Perjuangan, PKB dan Nasdem ini unggul dengan meraih 52,01% suara.

Hal yang sama juga menimpa calon Bupati Bengkulu Selatan, Gusnan Mulyadi. Meski sudah ditetapkan sebagai pemenang pilkada, MK mendiskualifikasi jagoan Golkar ini karena telah masuk 3 periode menjabat sebagai Bupati Bengkulu Selatan.

Pelanggaran Ijazah dan TSM

MK menemukan adanya praktik politik uang pada pemilihan di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara sehingga memerintahkan PSU di seluruh TPS di Kecamatan Essang.

MK menyatakan terdapat bukti kuat adanya pembagian uang sebesar Rp50 ribu kepada peserta kampanye di lapangan Desa Bulude, Kecamatan Essang, sehingga kemenangan calon PDI-P yakni Welly Titah dianulir.

Politik uang juga terbukti di Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, di mana jagoan PDI-P Parhan Ali menang tipis yakni sebanyak 35,45% atas kompetitornya Sukirman yang didukung koalisi partai Gerindra.

MK menyatakan pembagian uang kepada pemilih senilai Rp100 ribu terjadi di empat TPS di Desa Sinar Manik, Kecamatan Jebus sehingga keempat TPS di Bangka Barat tersebut diwajibkan menjalankan PSU.

Pada perkara yang lain, MK mendiskualifikasi Trisal Tahir, calon wali kota peraih suara tertinggi di Pilkada Kota Palopo, Sulawesi Selatan. Sebab, ijazah SMA milik jagoan Partai Gerindra itu tidak dapat dipastikan keasliannya.

Selain kecurangan, ditemukan juga kelalaian penyelenggara pemilu, misalnya di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan sehingga diputuskan untuk digelar PSU. Pemicunya, gambar pasangan yang sudah didiskualifikasi masih muncul di kertas suara.

Menurut MK, alasan KPU Kota Banjarbaru tidak mencetak ulang surat suara ketika itu karena mengingat waktu dan biaya tidak dapat dibenarkan. Sebab, keputusan tersebut dinilai membingungkan pemilih.

Maka setiap TPS di Kota Banjarbaru wajib PSU dengan metode pilkada kotak kosong. Artinya, di surat suara hanya ada satu foto, yakni Erna Lisa Halaby dan Wartono yang tak didiskualifikasi. Keduanya adalah jagoan koalisi partai Gerindra.

Partai Paling Dirugikan

Berdasarkan data yang dihimpun TheStanceID, partai politik yang paling banyak dirugikan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah PDI-Perjuangan dan Partai Nasionalis Demokrat (Nasdem).

Keduanya adalah partai yang berseberangan dengan Presiden Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden. PDI-P memiliki enam pasangan calon (paslon) yang didiskualifikasi, sementara Nasdem memiliki lima paslon.

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyusul, masing-masing dengan 4 paslon yang didiskualifikasi.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar, dan Partai Gelora masing-masing memiliki 3 paslon "bermasalah."

Partai Bulan dan Bintang (PBB), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Ummat, dan Partai Buruh sama-sama memiliki 2 paslon "bermasalah."

Pelanggaran Status Terpidana

Calon wakil bupati Pasaman, Sumatera Barat, peraih suara tertinggi, Anggit Kurniawan Nasution didiskualifikasi karena terbukti tidak jujur mengenai statusnya sebagai mantan terpidana.

Berdasarkan putusan MK terdahulu, mantan terpidana dengan ancaman hukuman di bawah 5 tahun tidak perlu menunggu masa jeda untuk mendaftar pilkada. Namun, yang bersangkutan tetap wajib terbuka dan jujur mengumumkan latar belakangnya.

Anggit, jagoan dari PDI-P pernah divonis pidana 2 bulan 24 hari dalam kasus tindak pidana penipuan. Namun dia dinilai menyembunyikan fakta tersebut sehingga didiskualifikasi dan pilkada dinyatakan diulang.

Sementara itu, calon wakil gubernur Papua peraih suara tertinggi, Yermias Bisai, didiskualifikasi akibat ketidakjujuran mengenai alamat domisili dalam penerbitan surat keterangan tidak pernah terpidana dan tidak sedang dicabut hak pilihnya.

Surat keterangan atas nama calon yang didukung PDI-P itu diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Jayapura. Namun di persidangan, Yermias mengaku tidak mengetahui dan tidak tinggal di Kota Jayapura.

Padahal, surat keterangan tersebut harus diterbitkan oleh pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon.

60% Pilkada Bermasalah

Menyusul banyaknya permasalahan dalam Pilkada 2024, Anggota Komisi II DPR RI Deddy Yevri Sitorus melayangkan kritikan keras. Dari 545 daerah yang menggelar Pilkada, ada 310 yang bermasalah.

Artinya, hampir 60% pelaksanaan Pilkada bermasalah. Selain itu, lemahnya penegakan aturan oleh lembaga terkait dan ketidakseriusan dalam memastikan kualitas Pemilu juga ikut disorot.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini juga mengkritik kinerja dan tanggung jawab KPU terkait permasalahan administrasi, termasuk Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), ijazah, dan masa jabatan kepala daerah.

“Masalah SKCK, ijazah, administrasi yang tanggung jawab siapa? KPU dong. Keputusan MK jelas, semuanya habis. Kalau nggak ada yang tanggung jawab, yang jaga republik ini siapa? Masa iya urusan remeh begini (seperti) ijazah palsu, masa jabatan, secara administratif aja kita gagal. Gimana secara substantif? Ini keterlaluan kalau menurut saya,” tegasnya dalam RDP Komisi II bersama Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan DKPP di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/02/2025).

Deddy pun menolak keras jika rakyat dipaksa harus menanggung beban anggaran pemilu yang terus membengkak akibat kelalaian penyelenggara.

“Rakyat disuruh bayar lagi. Apa yang mau kita sampaikan, Pak? Tidak adil kalau ini ditimpakan sama pemerintah daerah. Sudah anggaran dipangkas, suruh lagi dibayar ini kelalaian kalian semua,” pungkasnya.

Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay mengungkapkan maraknya PSU merupakan kesalahan penyelenggara pemilu sehingga perlu penataan ulang proses rekrutmen penyelenggara pemilu.

"Jadi kita perlu cari ke depan penataan kembali, jadi bagaimana kita mendapatkan, merekrut mereka, mendapatkan yang betul-betul profesional, berintegritas dan juga mandiri," kata Hadar saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi II DPR RI dengan sejumlah pakar kepemiluan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025) dikutip dari TVParlemen.

Anggaran PSU Masih Tanda Tanya

Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengaku bahwa koordinasi terkait anggaran penyelenggaraan PSU masih menjadi tantangan. Pasalnya, KPU hanya penerima anggaran dari instansi.

"Kalau pemerintah daerahnya tidak tersedia lagi terutama daerah yang PSU 100% TPS di kabupaten/kota atau provinsi tersebut, maka kami berkomunikasi dengan Kemendagri untuk kemudian dicarikan solusinya, dikoordinasikan apakah masih bisa pakai anggaran APBD atau disupport pakai APBN," kata Afifuddin dalam keterangannya.

Dia juga mengatakan masih melakukan pengecekan terhadap daerah yang hanya mampu menanggung kurang dari 30% dari total kebutuhan pembiayaan sekitar Rp1 triliun.

Afifuddin tak menutup kemungkinan apabila dana di kabupaten sudah tidak ada, tetapi di tingkat provinsi masih tersedia meski belum jelas apakah dana tersebut bisa digunakan atau tidak.

"Nah itu yang kita berkoordinasi dengan Kemendagri, Kementerian Keuangan dan instansi-instansi terkait," ujarnya.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilu Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, sumber pembiayaan pemilihan kepala daerah berasal dari APBD masing-masing, baik provinsi maupun kabupaten/kota. (est/par)

Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\