Menkes Usulkan Asuransi Swasta, Bukti Negara Absen Urusi Kesehatan
BPJS tak ditarget melaba, sebagai tanggung jawab negara atas layanan kesehatan bagi rakyat.

Jakarta, TheStanceID — Kebijakan kesehatan di bawah pemerintahan Prabowo Subianto mendapatkan sejumlah sorotan tajam karena dinilai belum hadir dalam memberikan layanan kesehatan secara maksimal kepada rakyatnya.
Ketua Forum Kedaulatan Kesehatan Rakyat Ribka Tjiptaning menilai negara wajib hadir dalam upaya memastikan hak kesehatan rakyat Indonesia.
Salah satu yang disorot Ribka adalah kebijakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang meminta warga memiliki asuransi kesehatan alternatif, selain BPJS Kesehatan.
Sebelumnya, Budi mengakui BPJS Kesehatan tidak dapat menanggung atau meng-cover seratus persen atau seluruh pembiayaan untuk semua jenis penyakit, khususnya penyakit yang membutuhkan biaya dengan jumlah besar.
Menkes pun menyarankan masyarakat untuk memanfaatkan asuransi swasta guna menutupi selisih biaya pengobatan yang tak dapat dijangkau oleh BPJS Kesehatan.
"Ini yang sedang diperbaiki oleh pemerintah agar masyarakat tidak terbebani biaya besar saat sakit. Idealnya, jika BPJS tidak bisa menanggung semua, sisanya dapat di-cover oleh asuransi tambahan di atas BPJS," ungkap Menkes Budi Gunadi dikutip Detik, Kamis (17/1/2025).
Menurut Menkes, iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp48.000 per bulan per kepala dianggap tidak memadai untuk menanggung seluruh biaya pengobatan, terutama bagi penyakit kritis.
BPJS Dirancang Merugi
Ribka Tjiptaning menilai pernyataan Menkes tersebut keliru.
Mantan pimpinan Komisi IX DPR RI itu menegaskan kalau BPJS Kesehatan memang dirancang untuk merugi sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam menjamin layanan kesehatan bagi rakyatnya.
"Bukan mencari untung atau rugi. Negara tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya," tegas Ribka dalam diskusi Kedaulatan Kesehatan Rakyat di Cikini Jakarta, Rabu (5/2/2025).
BPJS Kesehatan, kata Ribka, bukanlah perusahaan asuransi yang mencari keuntungan atau menghindari kerugian. Melainkan instrumen negara untuk menjamin akses kesehatan masyarakat.
"Ini adalah indikasi nyata bahwa negara tidak hadir dalam memenuhi hak-hak kesehatan warganya. Iuran BPJS yang sangat rendah, yang dikatakan oleh Menkes Budi Gunadi Sadikin sebagai alasan mengapa tidak bisa menanggung segala penyakit, justru menunjukkan adanya ketidakmampuan negara dalam menyediakan layanan kesehatan yang memadai bagi rakyatnya."
Pelayanan Masih Jadi Sorotan
Politisi PDI Perjuangan ini juga menyoroti sejumlah permasalahan yang masih terjadi dalam sistem BPJS, termasuk diskriminasi layanan terhadap pasien pengguna BPJS di rumah sakit.
"Memang banyak masalah BPJS ini. Belum lagi yang nggak dapat BPJS, yang diperlakukan tidak adil di rumah sakit. Oh pakai BPJS, senyumnya ada diskriminasi, senyum dokter, senyum perawat," ujarnya.
"Ada banyak pelanggaran hak pasien, seperti penundaan pengobatan, tidak ada transparansi biaya, bahkan penyalahgunaan data medis," tambahnya.
Sebagai langkah konkret untuk memperbaiki sistem, Ribka menekankan perlunya evaluasi lebih lanjut terkait kebijakan BPJS Kesehatan agar pelaksanaannya tidak hanya menguntungkan pihak tertentu saja.
"Penyederhanaan prosedur pelayanan dan pengawasan yang lebih ketat akan menjamin pelayanan yang adil dan merata bagi semua kalangan, terutama mereka yang tidak mampu," usul Ribka.
Evaluasi Kinerja Menkes Budi
Atas berbagai permasalahan kesehatan yang terjadi di Indonesia saat ini, Ribka pun menyarankan Presiden Prabowo Subianto untk mengevaluasi kinerja Budi.
Aktivis Hak Azasi Manusia (HAM) dan kaum buruh ini ini menilai kebijakan Menkes saat ini tidak memiliki keselarasan dengan kebutuhan rakyat.
"Panggil itu Menteri Kesehatan. Lu sebenarnya gimana sih menangani kesehatan? Political will tentang kesehatan apa? Tujuan jadi Menteri Kesehatan apa? Kalau menterinya aja taunya nuklir, ya gimana? Jadi memang nggak nyambung," ujarnya.
Kritik Siti Fadilah Supari
Sebelumnya, pernyataan Menkes Budi yang menyarankan masyarakat untuk menggunakan asuransi kesehatan alternatif selain BPJS juga mendapat sorotan dari Mantan Menteri Kesehatan era Presiden SBY, Siti Fadilah Supari.
Ini dikarenakan buntut pernyataan Menkes Budi, membuat publik ikut menduga perihal akan adanya batasan pelayanan kesehatan bagi para pengguna kartu BPJS.
Padahal, sebagai penyelenggara jaminan sosial bagi masyarakat, BPJS harus menjalankan amanat konstitusi.
Menurut Siti, jika mengacu pada definisi pembentukannya, BPJS harus mampu menjembatani kebutuhan kesehatan masyarakat dengan penyedia layanan kesehatan.
“BPJS itu Penyelenggara, jaminan sosial seharusnya bukan membayar karena memang dijamin,” tegas Siti kepada TheStanceID, Selasa (4/2/2025).
Upaya Mengubah BPJS Jadi Asuransi
Siti Fadilah mengungkap sejak tahun 2004, sudah ada upaya untuk mengubah paradigma tentang BPJS dari sosial menjadi asuransi.
Namun, perubahan mekanisme dari gratis menjadi asuransi tidak berhasil dilakukan karena tidak sejalan dengan nafas Pembukaan UUD 45.
"Sebagai sebuah kebutuhan mendasar bagi seluruh kalangan, negara harus hadir dengan memberikan jaminan Kesehatan," ujar Siti Fadilah.
Siti menekankan, pengelolaan BPJS tidak sepantasnya dialih-fungsikan sebagaimana yang umumnya terjadi dengan perusahaan asuransi. Sebab, dalam asuransi, peserta harus membayar iuran dan ada batasan penyakit yang diampu.
“Kan BPJS dianggap perusahaan, selama ini sebenarnya tenang-tenang saja, sampai Pak Menteri mengatakan silahkan mengambil asuransi swasta, di situlah keributan,” ungkap Siti.
Lebih lanjut Siti berharap Menteri Kesehatan bisa bersinergi dengan BPJS Kesehatan agar bisa menemukan solusi tanpa membebani rakyat.
"Karena sama-sama bagian dari pemerintah, selain perlu merangkul BPJS, Menkes juga sepantasnya bekerja sama untuk saling menguatkan bukan sebaliknya," ujarnya. (est)
Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.