Melampaui Jarum: Perjuangan Sunyi dan Solidaritas Pasien Gagal Ginjal
Tony memaknai apa yang dilewatinya menjadi pesan bahwa bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan dua ginjal karena akan ada banyak orang yang membutuhkan donor.

TheStanceID - Jarum itu menembus kulitnya, berbarengan dengan rasa lelah, kantuk, dan dingin yang perlahan merambat ke seluruh tubuh. Sesekali kram otot datang tanpa permisi, disusul sakit kepala ringan dan tubuh yang melemah.
Begitulah keseharian yang harus dijalani Tony Richard Samosir saat menjalani cuci darah (hemodialisis). Ia tak hanya menjalani rutinitas medis, tapi perjuangan sunyi yang menuntut ketabahan, di tengah harapan bahwa hari esok tetap bisa dijelang.
Tony adalah pasien cuci darah yang juga ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI). KPCDI didirikan bersama aktivis Petrus Hariyanto yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal, bertepatan dengan Hari Ginjal Sedunia pada 15 Maret 2015.
Bukan tanpa cerita, komunitas ini berdiri sekaligus mendirikan klinik cuci darah di Jakarta Selatan.
Tony tergerak membentuk komunitas ini bercermin akan kondisi dirinya dan rekan seperjuangan dalam cuci darah, di mana pasien gagal ginjal hanya butuh dukungan dan mendapatkan hak-hak yang layak dalam mengakses layanan kesehatan.
“Pada awalnya, para anggotanya hanyalah pasien yang membicarakan kondisi penyakit mereka secara medis. Namun seiring waktu, mereka mulai berani bersuara mengenai hak-hak pasien gagal ginjal,” ujarnya kepada TheStanceID, Minggu (18/5/2025).
Dengan adanya asosiasi ini, kata Tony, pasien dapat meluapkan kegelisahannya tentang pelayanan kesehatan, terutama dalam pelayanan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan BPJS Kesehatan.
Ketika pasien tidak mendapatkan obat yang dibutuhkan, mereka sering kali kebingungan mencari solusi. Padahal, ketersediaan obat adalah faktor penting dalam proses pemulihan pasien.
“Karena itu, dibutuhkan wadah yang bisa menyuarakan kebutuhan dan hak-hak pasien,” sambungnya.
Dijamin BPJS
Pasien hemodialisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 3/2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
Pasien cuci darah mendapatkan maksimal empat kantong darah dalam kurun waktu 1 bulan, dan BPJS menanggung biaya Rp360.000 setiap penggantian per kantong darah.
Pembiayaan tindakan hemodialisis bagi peserta program JKN-KIS dilakukan melalui tarif di luar skema Indonesian Case Based Groups (INA-CBG),
Artinya, tarif tersebut tidak termasuk dalam sistem klaim paket layanan berbasis diagnosis dan prosedur yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL).
Selain itu, BPJS Kesehatan juga menanggung biaya alat dan bahan medis habis pakai yang digunakan sekali pakai (single use) dalam proses hemodialisis.
Untuk peralatan medis yang dipakai berulang (reuse), FKRTL akan menerima pembayaran sebesar 85% dari tarif yang ditetapkan.
Syarat untuk mendapatkan biaya tanggungan BPJS ini yaitu peserta terdaftar sebagai peserta JKN aktif, dan peserta mengikuti proses yang berlaku dalam menggunakan akses pelayanan di fasilitas kesehatan.
Saling Menguatkan
Nama Komunitas Pasien Cuci Darah kerap dianggap dianggap menyeramkan.
Namun Tony menegaskan bahwa nama ini justru mengampanyekan pasien gagal ginjal yang berjuang dalam menjalani proses cuci darah, memperjuangkan nasibnya, agar bisa saling mendukung antar sesama anggota.
Terlebih kata Tony, penyakit ginjal merupakan penyakit kronis tahap akhir yang tidak bisa disembuhkan.
Ketika seseorang baru didiagnosa gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah, biasanya ia akan merasa terpukul secara psikis. Ia merasa kehilangan kemampuan berpikir jernih, merasa sendirian, bahkan merasa seolah hidupnya telah berakhir.
Lebih dari itu, banyak pasien juga merasa terbuang dari keluarga dan kehilangan harapan, karenanya pasien-pasien dengan kondisi tersebut sangat membutuhkan dukungan dari lingkaran sesama pasien.
“KPCDI hadir untuk menjawab kebutuhan tersebut. Komunitas ini menjadi ruang bagi pasien untuk saling memahami, menguatkan, dan memberi edukasi satu sama lain baik dalam hal medis maupun psikologis. Hanya sesama pasien lah yang benar-benar memahami perjuangan ini,” tutur Tony.
Saat ini, KPCDI memiliki lebih dari 10.000 anggota di seluruh provinsi Indonesia. Cabangnya ada di berbagai daerah. Salah satu program utamanya adalah trauma healing bagi pasien baru yang terdiagnosa gagal ginjal dan harus segera menjalani cuci darah.
Tidak sedikit orang ketika diberi tahu bahwa ia harus mulai cuci darah, reaksi psikologis yang muncul adalah ketakutan akan kematian.
Kondisi tersebut bisa diatasi dengan rasa syukur seperti yang terjadi pada dirinya pada 2009 lalu. Justru jika dia menyerah dan memilih tidak menjalani rutinitas cuci darah yang meletihkan, risikonya akan jauh lebih berbahaya.
“Cuci darah dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup. KPCDI ingin memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendirian, dan bahwa mereka masih bisa hidup produktif dan layak,” sambungnya.
Tren Penderita Menurun
Berdasarkan data Indonesian Renal Registry (IRR) yang dikelola oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia, jumlah pasien aktif hemodialisis kronik mengalami fluktuasi dalam 1 dekade terakhir sejak 2014.
Puncaknya terjadi pada 2019 dengan lebih dari 185.901 pasien aktif. Namun, angka ini menurun tajam pada 2020 menjadi 130.931 orang.
Setahun kemudian, jumlah pasien kembali naik menjadi 144.428, lalu lompat pada 2022 menjadi 158.929. Meski demikian, pada 2023 terjadi penurunan signifikan, dengan jumlah pasien tercatat sebanyak 127.900 orang.
Mayoritas pasien yang menjalani terapi hemodialisis disebabkan oleh tekanan darah tinggi atau hipertensi, yang menyumbang sekitar 37% kasus. Diabetes melitus menyusul sebagai penyebab terbesar kedua dengan kontribusi 30%.
Selain itu, kerusakan ginjal lainnya sebesar 10%, infeksi bakteri yang menyebabkan peradangan ginjal sebanyak 4%, dan penyumbatan saluran kemih sebesar 1%.
Penyebab lainnya meliputi lupus ginjal, penyakit ginjal polikistik, dan asam urat yang masing-masing menyumbang sekitar 1%.
Hampir 70% kasus gagal ginjal yang berujung pada cuci darah disebabkan oleh hipertensi dan diabetes, karenanya kata Tony, komunitas ini juga memiliki fokus dalam mengedukasi faktor risiko utama gagal ginjal tersebut.
“Penyebabnya pun sangat dekat dengan kebiasaan hidup sehari-hari, konsumsi makanan asin, minuman manis, kelebihan berat badan, serta pola hidup tidak seimbang. Padahal semua itu bisa dicegah,” sambungnya.
Edukasi bagi Masyarakat
Di luar komunitas pasien, KPCDI juga aktif mengedukasi masyarakat agar tidak mengalami gagal ginjal seperti mereka. Para pasien merasa memiliki tanggung jawab moral untuk mencegah orang lain jatuh ke kondisi yang sama.
Mereka melakukan edukasi kesehatan dan seminar-seminar promotif dan preventif agar masyarakat bisa menjaga kesehatan ginjalnya. “Menjalani cuci darah seumur hidup itu tidak mudah. Sangat tidak mudah.”
Selain mengkampanyekan pentingnya deteksi dini dan pola hidup sehat, KPCDI juga aktif mengedukasi masyarakat tentang donor organ secara sukarela. Karena bagi pasien gagal ginjal, satu-satunya cara untuk bisa kembali hidup normal adalah melalui transplantasi ginjal.
Ginjal yang sehat dapat ditransplantasikan kepada penderita gagal ginjal, yang sebelumnya harus menjalani cuci darah. Tujuannya agar pasien tersebut tak lagi tergantung pada cuci darah atau dialisis, sehingga dapat kembali hidup normal.
“Transplantasi ginjal adalah satu-satunya cara yang dapat menyelamatkan kehidupan pasien gagal ginjal. Karena itu, kami juga mengampanyekan pentingnya donor organ, terutama yang sukarela,” tuturnya pria yang cuci darah sejak usia 27 tahun ini.
Setelah menjalani cuci darah 3 kali sepekan selama 7 tahun, Tony menjalani transplantasi ginjal pada 2016.
Pelajaran hidupnya dalam menjalani cuci darah hingga transplantasi ginjal menjadi pelajaran berharga sekaligus menjadi penyemangat bagi siapapun yang masih berjuang dengan cuci darah.
Baca Juga: Program Cek Kesehatan Gratis dan Potensi Lonjakan Pengobatan Lanjutan
Tony memaknai, apa yang dilewatinya menjadi pesan bahwa bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan dua ginjal karena Tuhan tahu bahwa di masa depan akan ada banyak orang yang membutuhkan cuci darah.
“Sehingga manusia harus bersedia berbagi satu ginjalnya. Tuhan pun tahu bahwa manusia bisa hidup sehat hanya dengan satu ginjal. Jadi, tidak perlu serakah dengan dua ginjal,” paparnya.
Di balik deru mesin dialisis dan rutinitas rumah sakit, ada semangat yang terus menyala sebuah keyakinan bahwa hidup, meski tidak mudah, tetap layak diperjuangkan. Melalui KPCDI, para pasien gagal ginjal saling merangkul, berbagi kekuatan dan asa.
Tak hanya bertahan, mereka juga berkontribusi, mengedukasi, dan menjadi suara bagi sesama. Bagi mereka, hidup bukan tentang seberapa utuh tubuh kita, melainkan seberapa besar keberanian kita untuk tetap melangkah, meski dengan 1 ginjal. (par)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.