Orang dengan Perut Buncit Makin Banyak di Indonesia, Bisa Picu Kematian Dini
Riset Kemenkes menunjukan obesitas penduduk RI terus meningkat. Bahkan, Salah satu faktor yang dapat memperpendek harapan hidup, khususnya pada pria.

Jakarta, TheStanceID – Masalah kelebihan berat badan atau obesitas tampaknya menjadi perhatian serius Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Berdasarkan catatan TheStanceID, dalam kurun waktu sepekan terakhir, d iberbagai kesempatan Menkes sudah beberapa kali menyampaikan pernyataan seputar obesitas dan dampaknya bagi kesehatan. Termasuk, menyinggung obesitas sebagai salah satu faktor yang dapat memperpendek harapan hidup, khususnya pada pria.
"Pokoknya laki-laki kalau beli celana jeans masih di atas 32-33. Ukurannya berapa celana jeans? 34-33. Sudah pasti obesitas. Itu menghadap Allah-nya lebih cepat, dibandingkan dengan yang celana jeans-nya 32," katanya di Jakarta, Rabu (14/5/2025)
"Saya bukannya body shaming, tapi memang artinya begitu," ujarnya menambahkan.
Seloroh viral Menkes Budi itu mengacu pada lebar lingkar perut seseorang atau obesitas sentral.
Terakhir, Menkes bilang, obesitas bisa menyebabkan kematian sebelum penderitanya mencapai usia 74 tahun.
Alasannya, obesitas bisa memicu berbagai macam penyakit, seperti darah tinggi dan diabetes. Jika tak diobati, maka akan terkena stroke dan jantung.
"Obesitas itu bisa darah tinggi dan gula. Darah tinggi dan gula, 5 tahun didiamkan, (kena) stroke sama jantung, wafat kita enggak sampai 74 tahun," ujar Menkes Budi, di Jakarta Pusat, Sabtu (17/5/2025).
Lantas, benarkah risiko kematian lebih dekat bagi mereka yang memiliki perut buncit berlebih alias obesitas sentral?
.
Apa itu Obesitas Sentral?
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi, menyebut perut buncit berlebih atau istilah medisnya obesitas sentral, tidak terukur melalui indeks massa tubuh (IMT) yang selama ini dikategorikan dengan gabungan hitungan tinggi juga berat badan.
Obesitas sentral adalah kondisi akumulasi lemak berlebih di sekitar perut dan organ internal. Kondisi ini sering disebut juga sebagai obesitas abdominal atau lemak perut.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), obesitas sentral didefinisikan berdasarkan lingkar pinggang. Untuk pria, lingkar pinggang lebih dari 94 cm (37 inci) meningkatkan risiko metabolik, dan lebih dari 102 cm (40 inci) dianggap sangat berisiko.
Untuk wanita, lingkar pinggang lebih dari 80 cm (31,5 inci) meningkatkan risiko metabolik, dan lebih dari 88 cm (34,6 inci) dianggap sangat berisiko. Namun, perlu diingat bahwa angka ini bisa bervariasi tergantung etnis dan populasi.
Perbedaan utama dengan obesitas umum adalah lokasi penumpukan lemak. Obesitas sentral lebih berbahaya karena lemak visceral (lemak yang mengelilingi organ) lebih aktif secara metabolik dan dapat melepaskan zat-zat yang meningkatkan risiko penyakit kronis.
Obesitas sentral melihat faktor risiko penumpukan lemak di perut, saat lemak sudah tidak bisa lagi tersimpan di bawah kulit, ia akan menempel di organ-organ dalam tubuh, termasuk hati hingga ginjal.
"Sudah jelas bahwa faktor risiko obesitas itu adalah nomor 4 di Indonesia, pertama tekanan darah, kadar gula atau diabetes melitus dan rokok. Ada 7 juta orang dengan kondisi obesitas," jelas dr Nadia.
Obesitas Sentral di RI Tembus 36,8 Persen
Lebih lanjut, Mantan Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan ini menjelaskan angka obesitas secara umum juga meningkat signifikan bahkan di kurun satu tahun terakhir mencapai 23 persen.
"Kalau obesitas itu dari tahun 2007, 2013, 2018, 2023, terus terjadi peningkatan. Dari 10 persen menjadi 14 persen, terus menjadi 21 persen dan 23 persen. Nah, kalau obesitas sentral juga sama," tuturnya.
Obesitas sentral meningkat lebih pesat dari semula 18,8% pada 2007, menjadi 36,8% pada 2023 dengan 56% lebih banyak terjadi pada perempuan dan pria 48%.
Meski begitu, angka tersebut tidak menggambarkan fatalitas obesitas sentral lebih berisiko 'menghantui' wanita, lantaran hanya menggambarkan insiden kasus.
dr Nadia sekaligus menjelaskan pernyataan Menkes terkait ukuran jeans dan kematian dini, yang ditekankan hanya sebagai analogi.
"Itu untuk mempermudah saja, supaya apa? Sebenarnya kan kalau obesitas adalah penumpukan lemak, kalau kita terlalu berlebihan, lemaknya, ini tahulah pasti berarti risiko untuk stroke, ginjal itu juga jauh lebih besar," pungkasnya.
Terkait mortalitas, Spesialis kedokteran olahraga, dr Antonius Andi Kurniawan, SpKO menekankan, kebugaran lebih menentukan dibanding bentuk tubuh. Bentuk ideal tetapi tidak bugar, maka risiko kematian tetap akan lebih tinggi.
"Di dunia sport medicine itu ada fitness dan fatness. Ada orang yang mungkin gemuk, celananya nomor 33, tapi secara fitness dia bagus. Sama orang kurus, tapi dia nggak pernah olahraga karena secara genetik kurus, kebugaran jantung dan parunya rendah," kata dr Andi.
"Risiko kematian atau mortalitas tadi lebih tinggi mereka yang kebugarannya rendah itu," ungkapnya.
Penyebab Obesitas Sentral
Ada beberapa alasan mengapa obesitas sentral menjadi masalah besar di Indonesia, dimana sebagian besar berkaitan dengan perubahan pola makan dan gaya hidup.
Obesitas sentral disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, termasuk:
Pola Makan Tidak Sehat: Konsumsi makanan tinggi kalori, lemak jenuh, gula, dan makanan olahan.
Kurang Aktivitas Fisik: Gaya hidup sedentari atau kurang olahraga menyebabkan kalori yang masuk tidak terbakar dengan efektif.
Faktor Genetik: Keturunan dapat memengaruhi kecenderungan seseorang untuk menyimpan lemak di area perut.
Usia: Seiring bertambahnya usia, massa otot cenderung menurun dan lemak tubuh meningkat, terutama di area perut.
Stres: Stres kronis dapat memicu pelepasan hormon kortisol, yang dapat meningkatkan penumpukan lemak di perut.
Kurang Tidur: Kurang tidur dapat mengganggu hormon yang mengatur nafsu makan dan metabolisme, sehingga meningkatkan risiko obesitas sentral.
Kondisi Medis Tertentu: Beberapa kondisi medis, seperti sindrom metabolik dan sindrom ovarium polikistik (PCOS), dapat meningkatkan risiko obesitas sentral.
Risiko Kesehatan Obesitas Sentral
Obesitas, terutama obesitas sentral atau abdominal, adalah bom waktu bagi kesehatan. Berikut adalah beberapa risiko utama:
Penyakit Jantung: Meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan menurunkan kadar kolesterol baik (HDL), serta meningkatkan tekanan darah.
Diabetes Tipe 2: Lemak visceral mengganggu kemampuan tubuh untuk menggunakan insulin dengan efektif.
Sindrom Metabolik: Sekumpulan kondisi yang meliputi tekanan darah tinggi, kadar gula darah tinggi, kadar trigliserida tinggi, kadar kolesterol HDL rendah, dan obesitas abdominal.
Sleep Apnea: Penumpukan lemak di sekitar leher dapat menghalangi saluran napas saat tidur.
Penyakit Hati Berlemak Non-Alkohol (NAFLD): Penumpukan lemak di hati yang bukan disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan.
Beberapa Jenis Kanker: Termasuk kanker usus besar, kanker payudara (pada wanita pasca menopause), dan kanker ginjal.
Osteoarthritis: Obesitas memberikan tekanan berlebih pada sendi, terutama lutut dan pinggul.
Cara Mengatasi Obesitas Sentral
Spesialis gizi klinik dr Raissa E Djuanda, SpGK menjelaskan secara umum strateginya untuk mengurangi lemak visceral di perut sama seperti penurunan berat badan pada umumnya, meliputi :
Pola Makan Sehat : Fokus pada makanan utuh seperti sayur, buah, biji-bijian utuh, protein tanpa lemak, hingga produk susu tanpa lemak. Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah menjaga asupan lemak agar tidak berlebihan. Hindari makanan olahan, minuman manis, dan makanan tinggi lemak jenuh.
Aktivitas Fisik Teratur: Lakukan olahraga aerobik (seperti jalan kaki, berlari, berenang, atau bersepeda) setidaknya 150 menit per minggu dengan intensitas sedang, atau 75 menit per minggu dengan intensitas tinggi. Latihan kekuatan juga penting untuk membangun massa otot.
Manajemen Stres: Temukan cara sehat untuk mengelola stres, seperti meditasi, yoga, atau menghabiskan waktu di alam.
Tidur yang Cukup: Usahakan tidur 7-8 jam setiap malam.
Konsultasi dengan Dokter atau Ahli Gizi: Dapatkan panduan dan dukungan profesional untuk mengembangkan rencana penurunan berat badan yang sesuai dengan kebutuhan tubuhmu.
Pertimbangkan Pengobatan atau Prosedur Medis: Dalam kasus tertentu, dokter mungkin merekomendasikan obat-obatan penurun berat badan atau prosedur bedah (seperti operasi bariatrik) jika perubahan gaya hidup tidak efektif. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.