
Oleh Muhammad Fawaid, seorang akademisi pemerhati sosial dan ekonomi, dosen di Institut Sains dan Teknologi NU (STINUBA) Denpasar, yang juga Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Bali. Kini aktif menciptakan konten melalui akun Tiktok @m..fawaid.al.
Seruput dulu kopi pahitnya, Bli... Karena yang satu ini bukan kabar soal harga cabai naik atau emak-emak rebutan minyak goreng.
Ini kisah tentang "perang" antara Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman dan para mafia pupuk, perang yang lebih panas dari sambal terasi di siang bolong.
Jumat (31/10/2025), suasana Kementerian Pertanian mendadak berapi-api.
Menteri Andi Amran Sulaiman datang bukan untuk panen raya, tapi untuk panen dosa para pengecer dan distributor pupuk nakal. Tak tanggung-tanggung, 190 izin usaha dicabut seketika tanpa drama, tanpa kompromi.
"Tidak ada lagi toleransi bagi yang bermain-main dengan kebijakan ini," tegasnya.
Kalimat itu terdengar seperti bunyi cambuk di ladang kering: plak!
Sudah lama para petani di negeri ini menjerit bukan karena gagal panen, tapi karena dijual mahal oleh orang-orang yang mengaku membantu mereka.
Pupuk subsidi harusnya jadi penolong, malah disulap jadi ladang cuan oleh tangan-tangan licik. Mereka main harga, sembunyi di balik jargon "stok terbatas", lalu tertawa di warung kopi sambil menghitung untung haram.
Tapi kali ini Amran datang bukan untuk rapat, melainkan balas dendam kebijakan.
Ancam Pencopotan
la tidak hanya mencabut izin 190 pengecer dan distributor yang menyalahi HET, tapi juga mengancam manajer PT Pupuk Indonesia yang tidur di jam pengawasan.
"Kalau tidak peduli pada petani, siap-siap dicopot," ujarnya garang.
Bayangkan, baru kali ini ancaman terdengar seperti doa keadilan bagi para petani yang tanahnya sudah berkeringat sejak fajar.
Pupuk itu ibarat darah bagi sawah. Kalau darahnya mahal dan palsu, tanaman pun anemia, petani pun merana.
Dan di balik semua itu, selalu ada "tikus berdasi" yang hidup dari derita rakyat kecil. Maka ketika Amran bilang, "Negara harus berpihak pada petani," itu bukan sekadar slogan itu bunyi sirene perang.
Kementan kini juga menggandeng Koperasi Desa Merah Putih untuk menyalurkan pupuk bersubsidi.
Langkah yang menarik: dari rakyat untuk rakyat, tanpa calo, tanpa kongkalikong. Dan bagi siapa pun yang menemukan pelanggaran, silakan lapor lewat WhatsApp Lapor Pak Amran.
Nomornya bahkan diumumkan langsung: 0823-1110-9390.
Langkah berani karena biasanya pejabat kasih hotline, tapi ujung-ujungnya malah "nomor yang Anda tuju sedang sibuk semua."
Sekarang, rakyat punya jalur untuk jadi pahlawan pangan. Laporkan yang curang, dan negara siap bertindak. Ini bukan sekadar kebijakan ekonomi, tapi gerakan moral: membela 160 juta petani dari ketamakan segelintir orang.
Baca Juga: Profil Mpok Alpa: dari Hajatan Kampung Hingga Panggung Televisi
Kalau semua pejabat punya nyali seperti Amran, mungkin pupuk takkan langka, dan petani takkan merasa jadi figuran dalam film panjang bernama pembangunan.
Mereka bukan butuh janji, tapi keadilan di lahan sendiri.
Jadi, buat para pengecer nakal, bersiaplah.
Zaman berubah.
Yang dulu bisa jual pupuk seenaknya, kini harus "menanam kejujuran" kalau tidak, izinmu akan dipanen paksa.
Karena negeri ini berdiri bukan di atas beton, tapi di atas tanah petani yang terus berdoa: "Tuhan, lindungilah ladang kami dari hama... dan dari manusia serakah.***
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance