Lima Pulau Indonesia Kembali Dijual di Situs Online, Banyak Pulau Kini Dikuasai Swasta

Praktik jual beli pulau Indonesia secara daring melalui situs Private Island Online menjadi masalah lama yang terus berulang. Pemerintah terus berdalih tidak mengenal konsep kepemilikan pribadi terhadap pulau Tapi menurut LSM Perikanan, KIARA, faktanya privatisasi pulau-pulau kecil di Indonesia oleh perorangan maupun korporasi makin meningkat. Per tahun 2023, sebanyak 226 pulau kecil di Indonesia praktis sudah berstatus "pulau swasta".

By
in Headline on
Lima Pulau Indonesia Kembali Dijual di Situs Online, Banyak Pulau Kini Dikuasai Swasta
Tangkapan layar situs Private Islands Online yang menjual lima pulau yang ada di wilayah Indonesia.

Jakarta, TheStanceID – Lima pulau di Indonesia masuk dan terpampang dengan status "for sale" alias dijual di situs Private Islands Online, yang merupakan platform marketplace real estate untuk jual-beli dan penyewaan pulau atau properti pribadi.

Lima pulau itu adalah:

  1. Dua pulau di Anambas, Kepulauan Riau.

  2. Pulau Panjang di Nusa Tenggara Barat (NTB).

  3. Pulau Seliu di Kepulauan Bangka Belitung.

  4. Lahan di Pulau Sumba (Nusa Tenggara Timur).

Pulau-pulau itu ditawarkan untuk keperluan properti dan selancar.

Untuk harga bervariasi. Tapi tidak semua dicantumkan, lebih banyak yang upon request --harga hanya diberitahukan berdasarkan permintaan calon pembeli.

Dari pulau-pulau kecil Indonesia yang dijual, hanya Pulau Seliu yang harganya dapat diketahui.

Private Islands Online membanderol Pulau Seliu dengan harga Rp 2,17 miliar.

Sama seperti pulau lainnya, materi promosi untuk Pulau Seliu di situs ini dikemas dengan cukup singkat.

Pulau Seliu, kata Private Islands Inc., "menawarkan tempat peristirahatan yang tenang di tengah-tengah keindahan alam yang menakjubkan serta peluang pengembangan yang strategis."

Private Islands Inc. juga menulis Pulau Seliu dalam deskripsinya sebagai pulau yang "diberkati dengan lingkungan yang masih asli dan terlindung dari bencana alam seperti tsunami dan gempa bumi."

Sosok Dibalik Situs Private Islands Online

Chris Krolow

Situs Private Islands Online diklaim sudah ada sejak tahun 1999 dan dikelola oleh perusahaan real estate Private Islands Inc., yang berbasis di Ontario, Kanada. Perusahaan ini didirikan oleh Chris Krolow, seorang pengusaha asal Toronto, Kanada yang kini juga menjabat sebagai CEO.

"Kami 100 persen berdedikasi untuk pulau pribadi di seluruh dunia," tulis deskripsi di situs Private Islands Online tersebut.

Dulunya, Chris adalah seorang pemandu wisata di Kanada. Setelah tak lagi bekerja di kantor jasa wisata, Chris kemudian mencoba peruntungan dengan membangun usahanya sendiri. Idenya berangkat dari ketertarikan orang-orang terutama dari kelompok ekonomi atas untuk menikmati keindahan pulau secara privat.

Chris lalu mendata pulau-pulau kecil yang berpotensi, memasukkannya ke dalam internet, dan kemudian menjualnya. Dua dekade kemudian, Chris menjadi pemain menonjol di industri perdagangan pulau.

Situs yang ia dirikan, Private Islands Inc. ramai dituju para pelancong berduit. Di situs tersebut terdapat 657 pulau yang dijual serta lebih dari 750 lainnya disewakan.

Transaksi jual beli pulau dilakukan dengan nominal yang tidak sedikit, dan biasanya, berdasarkan pengalaman Chris, terjadi di rentang US$50 sampai US$200 juta.

Para orang-orang kaya pembeli pulau cenderung tidak tertarik "pulau yang sudah siap pakai" melainkan yang masih belum terjamah apa pun atau pulau "asli".

Chris mengungkapkan, minat terhadap kepemilikan pulau-pulau kecil ini melonjak saat pandemi Covid-19.

"Saat pandemi meledak, orang-orang memerlukan tempat yang aman, seperti halnya mereka menginginkan bungker perlindungan dari bom," ujar Chris.

Namun, meskipun pandemi Covid-19 telah berakhir, ketertarikan masyarakat atas pulau-pulau kecil ternyata tidak luntur. Faktor pendorongnya bukan lagi "ketakutan," tapi keinginan para orang kaya untuk menjauh dari keramaian maupun kepadatan kota-kota besar.

Praktik Jual Beli Pulau Kecil Berlangsung Lama

Pulau Bawah Anambas

Praktik jual beli lima pulau di Indonesia secara daring melalui situs Private Island Online ini menjadi masalah lama yang terus berulang.

Berdasarkan catatan TheStanceID, situs ini pernah menjadi sorotan publik Indonesia pada tahun 2021 lalu karena memajang pulau-pulau di Indonesia untuk dijual dan disewakan.

Ketika itu, situs Private Island Online mencantumkan delapan pulau Indonesia dijual dan empat pulau lainnya disewakan. Kedelapan pulau yang dijual, yakni :

  1. Pulau Panjang di Nusa Tenggara Barat,

  2. Pulau Kembung dan Yudan, Kepulauan Anambas di Kepulauan Riau

  3. Properti Pulau Sumba, NTT

  4. Properti Pantai Selancar, Pulau Sumba

  5. Pulau A-Frames, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat

  6. Pulau Tojo Una Una, Sulawesi Tengah

  7. Pulau Gili Tangkong, Lombok Barat

  8. Pulau Ayam, Kepulauan Riau.

Sedangkan empat pulau di Indonesia yang disewakan, yakni:

  1. Pulau Macan di Kepulauan Seribu

  2. Pulau Joyo, Riau

  3. Pulau Pangkil, 95 kilometer dari Singapura.

  4. Isle Des Indes, Kepulauan Seribu.

Sebelumnya, mundur jauh kebelakang pada tahun 2006, beberapa pulau di Kabupaten Manggarai Barat dan Sumba Timur, keduanya di Nusa Tenggara juga disinyalir dijual kepada warga asing.

Setahun berselang, masalah serupa menyeret Pulau Bawah yang terletak di perairan selatan Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Pemerintah menemukan indikasi jual beli atas beberapa pulau di daerah tersebut.

Pada 2009, masalah penjualan pulau lagi-lagi mengemuka dengan Pulau Tatawa, Nusa Tenggara Timur, sebagai subjeknya. Masih pada tahun yang sama, giliran pulau di Mentawai yang dikabarkan masuk situs lelang.

Pada 2021, pulau yang berlokasi di Lombok Barat dan Kepulauan Riau juga terpampang di website Private Islands Inc. dengan status "dijual". Meski kemudian, Pemerintah Provinsi NTB mengatakan informasi dan situs tersebut tidak jelas.

Gubernur Kepulauan Riau saat itu, Ansar Ahmad, telah meminta aparat penegak hukum menelusuri penjualan tersebut. Ia menyatakan pulau di wilayahnya tidak akan bisa dilelang oleh siapapun.

Pulau Dijual No, Pulau Dikelola Yes

Pulau Panjang

Pemerintah menyatakan tidak mengenal kepemilikan pribadi di setiap pulau-pulau kecil di Indonesia.

Bupati Anambas, Abdul Haris, membantah pihak pemerintah daerah terlibat dalam urusan jual beli itu. Ia menyebut penjualan pulau di Anambas tidak benar dan tidak mungkin dilakukan.

Senada, Bupati Sumbawa Syarafuddin Jarot, mengaku kaget begitu tahu salah satu pulau di wilayahnya masuk daftar jual.

"Saya tidak percaya bahwa Pulau Panjang bisa dijual seperti itu. Apakah situs itu hoaks? Kami tidak memiliki informasi tentang penjualan ini," kata Jarot.

Apalagi, Pulau Panjang telah ditetapkan sebagai Kawasan Suaka Alam melalui SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 418/Kpts.-II/1999 tanggal 15 Juni 1999.

Regulasi Kepemilikan Pulau di Indonesia

Koswara

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Koswara mengatakan yang ada di Indonesia adalah hak kepemilikan dalam bentuk lahan, bukan hak kepemilikan pulau.

"Pulau yang dijual itu nggak ada, nggak ada aturannya sama sekali. Yang ada itu peralihan tanah bisa melalui sewa, bisa melalui jual beli," kata Koswara dalam dialog bersama media di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (23/6/2025).

Selain itu, penguasaan lahan di pulau kecil juga tidak dapat dikuasai seluruhnya. Aturan yang dikeluarkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional pada 2016 menjelaskan paling sedikit 30% tanah harus dikuasai negara (untuk fungsi lindung, akses publik dan kepentingan umum lainnya) dan paling banyak yang dapat dimanfaatkan adalah 70% dari luas pulau.

Perlindungan kepada pulau-pulau kecil beserta kawasan pesisir juga termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007. Pulau-pulau kecil dan pesisir, menurut beleid tersebut, ditempatkan sebagai pilar penyangga dan penjaga ekosistem.

Pulau kecil didefinisikan sebagai pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km² (dua ribu kilometer persegi). Dengan kata lain, segala kegiatan yang dilakukan di pulau-pulau kecil, pertama dan utama, difungsikan untuk konservasi.

Meski begitu, peluang pengelolaan di pulau-pulau kecil tetap dibuka, walaupun sangat dibatasi.

Selain itu, jangka waktu pengelolaan pulau-pulau kecil diberikan sepanjang 30 tahun serta dapat diperbaharui sebanyak satu kali (untuk 30 tahun ke depan) dengan mempertimbangkan hasil penilaian teknis.

Lantas, bolehkah orang asing memiliki lahan di pulau?

Orang Asing Tidak Bisa Miliki Lahan di RI

Gili Trawangan

Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditjen Pengelolaan Kelautan KKP, Ahmad Aris menambahkan bahwa dasar hukum pelarangan kepemilikan lahan oleh orang asing di pulau-pulau kecil telah diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria.

"Orang asing tidak boleh memiliki hak atas tanah di pulau-pulau kecil. Itu diatur di Undang-undang Pokok Agraria," tegas Aris dalam kesempatan yang sama.

Jika pun ada pemanfaatan oleh asing, bentuk hak yang diberikan hanyalah HGB atau HGU yang sifatnya berjangka dan dapat dicabut bila melanggar aturan.

"Itu pun juga harus melalui mekanisme perizinan," katanya.

Aris tak membantah adanya modus orang asing menikahi warga negara Indonesia (WNI) demi bisa memiliki lahan di Indonesia. Fenomena kepemilikan lahan oleh asing dengan modus 'nominee' atau pinjam nama WNI pernah marak terjadi terutama di Bali.

Namun, Aris mengeklaim saat ini sudah banyak WNI yang menang di pengadilan. Dengan demikian, mereka diuntungkan karena tanah yang dibeli atas nama mereka menjadi sah secara hukum.

"Itu banyak terjadi di Bali dan sekarang sudah kapok itu bule-bule karena begitu diajukan ke pengadilan, istrinya (orang Indonesia) yang dapat. Bulenya yang gigit jari. Bulenya nggak ada hak sama sekali, itu jadi miliknya ini (nominee). Jadi banyak tuh yang senang sekarang di Bali tuh punya tanah," katanya.

Privatisasi Pulau-pulau Kecil Meningkat

Susan Herawati - KIARA

Meski secara aturan tidak ditemukan poin yang memperbolehkan pulau untuk diperjualbelikan, tapi di lapangan ditemukan fakta berbeda. Privatisasi pulau-pulau kecil oleh perorangan maupun korporasi disebutkan makin meningkat.

Berdasarkan catatan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), organisasi nonpemerintah yang fokus pada isu maritim ini menyatakan, pada tahun 2018, ada 110 pulau yang dimiliki perorangan atau perusahaan, termasuk pertambangan. Jumlah itu meningkat di tahun 2023, dimana angka pulau-pulau kecil yang dikuasai melonjak ke 226.

Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati mengatakan paradigma pemerintah terhadap pulau-pulau kecil menjadi salah satu faktor.

Sebagai pembuat kebijakan, kata Susan, pemerintah menganggap pulau-pulau kecil, baik yang berpenghuni atau tidak, harus diberdayakan melalui serangkaian penerbitan izin usaha maupun penanaman modal.

"Jadi, penjualan pulau ini, apalagi yang dipandang kosong, dipicu asumsi bahwa pulau-pulau itu bisa menghasilkan pendapatan melalui pajak, misalnya. Pemerintah tidak bisa melihat sebuah pulau itu kosong. Selalu ingin jual saja bawaannya. Itu yang jadi masalah," kata Susan.

Cara pandang itu juga terlihat dari ketentuan pembagian porsi 70% dan 30% yang ditetapkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN).

Susan menilai porsi itu tidak seimbang. Pasalnya, 70 persen untuk swasta itu bukan angka sedikit dan bisa berdampak pada nelayan.

"Kalau satu pulau, katakanlah, 70% dimiliki [pihak] privat, otomatis nyaris 70% itu [membuat] nelayan tidak bisa singgah di sekitar area itu," katanya.

"Sudah pasti mereka akan diusir." tambahnya.

Susan menyebut investasi yang mengeruk habis sumber daya di pulau-pulau kecil tidak sebatas mengikis kandungan di daerah tersebut melainkan juga harga diri Indonesia sebagai negara kepulauan.

"Masak negara kepulauan jual pulau?" ujarnya miris. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.

\