Jelang 500 Tahun, Jakarta Targetkan Masuk 50 Besar Kota Global 2029
Jakarta menempati urutan ke-74 dalam Global City Index tahun 2024. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung berambisi menjadikan Jakarta sebagai kota global dalam 5 tahun ke depan, salah satunya dengan membentuk Jakarta Collaboration Fund (Jakarta Fund).

Jakarta, TheStanceID – Meski tidak lagi menyandang status ibu kota negara, Jakarta terus berbenah menjadi kota modern yang memenuhi syarat sebagai kota global.
Secara definisi, kota global adalah kota yang memiliki pengaruh dan keterhubungan yang signifikan dalam skala global, terutama dalam hal ekonomi, politik, budaya, dan teknologi.
Beberapa contoh kota yang sering disebut sebagai kota global adalah London, New York, Tokyo, Paris, dan Singapura. Sebagai catatan, Jakarta saat ini menempati urutan ke-74 dalam Global City Index tahun 2024.
Jakarta juga memiliki potensi untuk menjadi kota global, terutama dengan upaya untuk memperkuat sektor ekonomi, infrastruktur, dan kualitas hidup penduduknya.
Gubernur Jakarta Pramono Anung mengaku optimistis Jakarta akan melesat berada di urutan ke-58 sebagai kota global. Dirinya yakin harapan Jakarta berada di urutan ke-50 dapat tercapai jika semua pihak bekerja sama.
"Kita mempunyai target 2029 kita akan berada di 58 atau top 50. Apakah bisa? Saya yakin haqul yakin pasti bisa kalau kita mau bekerja bersama-sama," ujar Pramono dalam acara pencanangan HUT ke-498 Kota Jakarta, di Blok M Hub, Jakarta Selatan, Sabtu (24/5/2025).
Sekedar catatan, Jakarta sempat berada di posisi 54 pada tahun 2015, tetapi pandemi Covid-19 telah mengubah banyak hal dan memengaruhi peringkat kota.
Lima Indikator Kota Global
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jakarta, Atika Nur Rahmania menjelaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta kini tengah fokus mengejar lima indikator utama demi mewujudkan mimpi besar menjadikan Jakarta sebagai kota global.
“Ada lima dimensi yang menjadi fokus pembangunan Jakarta sebagai kota global, sekaligus refleksi dari perjalanan Jakarta beberapa tahun terakhir,” ujar Atika.
Berikut lima indikator kota global ala Jakarta :
Ekonomi yang Terkoneksi Secara Global
Jakarta ditargetkan menjadi simpul penting dalam jaringan ekonomi internasional.
Modal Manusia (Human Capital)
Fokus pada pengembangan SDM untuk mendorong produktivitas, inovasi, dan pertumbuhan jangka panjang.
Pengalaman Budaya (Culture Experience)
Jakarta ingin menguatkan daya tarik budayanya agar dikenal secara global tanpa kehilangan identitas lokal.
Kecepatan Informasi
Masyarakat Jakarta harus bisa mengakses dan mengelola informasi global secara cepat dan akurat.
Keterlibatan Politik (Political Engagement)
Tingkat partisipasi warga dalam politik lokal maupun global menjadi tolok ukur penting demokrasi partisipatif.
Menurut Atika, tantangan utama adalah bagaimana Jakarta membangun kerja sama internasional yang tidak hanya bersifat seremonial, tetapi memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
“Jakarta harus memperkuat kolaborasi dengan kota-kota mitra dunia untuk membentuk strategi global yang berdampak lokal,” ungkapnya.
Atika menyoroti dalam 20 tahun terakhir, pengalaman budaya menjadi aspek yang paling konsisten tumbuh di Jakarta. Hal ini terlihat dari geliat musik, film, dan fesyen yang mulai mendapat perhatian internasional.
Andalkan Jakarta Fund
Lebih lanjut, Pramono mendorong lahirnya Jakarta Fund untuk mendanai berbagai inovasi yang akan dilakukan pemerintahannya termasuk mewujudkan ambisi menjadikan Jakarta sebagai kota global dalam lima tahun ke depan
Pasalnya, inovasi tidak dapat terealisasi bila mengandalkan anggaran dari pajak, dividen, dan restitusi.
"Saya sudah duduk bersama-sama dengan CEO INA (Indonesia Investment Authority) dan saya merasa bersyukur dibantu oleh di internal balai kota. Mudah-mudahan ini akan menjadi tahapan baru bahwa INA Fund itu untuk level nasional, nanti di Jakarta ada Jakarta Fund, dan mudah-mudahan akan membuat revenue Jakarta juga menjadi bertambah," kata Pramono.
Selain itu, ia juga mendorong perusahaan-perusahaan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk ikut melakukan pendanaan, seperti Bank DKI dan PAM Jaya.
Pramono mengungkapkan, PAM Jaya saat ini memberikan kontribusi 71% buat keluarga Jakarta. Dia pun memberi tantangan kepada direksi PAM Jaya agar pada tahun 2029 dapat memberikan layanan air bersih kepada warga Jakarta hingga 100%.
Pramono meyakini, inovasi lain yang digagas dapat terealiasi hingga membawa Jakarta menuju kota global.
Butuh Rp 1.000 Triliun untuk Jadi Kota Global
Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Yustinus Prastowo menjelaskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta memperkirakan butuh dana sekitar Rp 1.000 triliun untuk mewujudkan ambisi menjadikan Jakarta sebagai kota global dalam lima tahun ke depan.
Angka tersebut merupakan hasil kajian awal yang dilakukan bersama lembaga konsultan independen dan mencakup pembiayaan berbagai sektor krusial, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, transportasi, energi, dan kebudayaan.
“Kebutuhan untuk lima tahun itu sekitar Rp1.000 triliun agar kita bisa mencapai target Jakarta sebagai kota global,” ujar Yustinus.
Untuk mewujudkan target ambisius ini, Pemprov menggagas Jakarta Collaboration Fund (Jakarta Fund) yang bertujuan menghimpun dana dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, swasta, dan investor global.
Dia mengungkapkan Pemprov Jakarta telah menjalin koordinasi dengan berbagai instansi seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Indonesia Investment Authority (INA), dan Danantara. Swasta juga diajak bergabung di misi ini.
Untuk langkah awal, Jakarta Fund akan didukung oleh sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) dan APBD Jakarta.
Peningkatan SDM Jadi Tantangan Utama Jakarta
Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna mengatakan sumber daya manusia yang memiliki nilai dan berpotensi secara global merupakan tantangan utama jika ingin menjadikan Jakarta sebagai kota global.
"Persoalan paling berat adalah sumber daya manusianya. Bukan hanya untuk tenaga kerja, tapi juga masyarakat yang tinggal di kota ini. Budaya sebagai warga kota itu belum muncul secara utuh," kata Yayat.
Dosen Universitas Trisakti ini menyoroti meski Jakarta terus berbenah dalam aspek fisik dan infrastruktur, seperti pembangunan transportasi massal MRT dan LRT, pembenahan kualitas penduduk juga menjadi tantangan yang paling mendasar.
Menurutnya, untuk menjadi kota global bukan sekadar pembangunan fisik, tetapi juga soal kesiapan mental dan budaya warganya.
"Kita ini tinggal di kota, tapi belum hidup sebagai orang kota. Belum terbentuk budaya yang mencerminkan kota global, seperti hidup bersih, disiplin, tertib, dan rasional," ungkapnya.
Yayat juga menyoroti rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan sebagian besar warga Jakarta. Hal ini membuat sektor informal masih mendominasi hingga 60%. Padahal, kota global menuntut daya saing tinggi dan kapasitas kerja yang mumpuni.
"Minimal pendidikan dasar warga kota global itu SMA. Kalau masyarakatnya lebih teredukasi, mereka akan lebih terbuka, mudah diarahkan, dan bisa berkontribusi pada kemajuan kota," ungkapnya.
Baca Juga: Perluasan Rute Transjabodetabek, Siasat Pemprov DKI Atasi Masalah Mobilitas dan Kemacetan
Untuk itu, Yayat menekankan pentingnya peningkatan kapasitas SDM secara menyeluruh, baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan vokasional yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja global.
"Mungkin bisa dibentuk balai pelatihan yang mendorong percepatan skill tenaga kerja agar mampu bersaing di tingkat internasional, terutama di sektor teknologi dan informasi," kata dia.
Selain SDM, Yayat menyebut pentingnya standarisasi layanan kota. Khususnya, sektor transportasi yang menjadi indikator penting kota global.
"Jakarta sudah mulai membenahi itu, seperti MRT dan LRT. Tapi konektivitas dan kecepatan layanan publik tetap harus terus ditingkatkan," ujarnya. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.