Ini Alasan Mengapa Tiga Bank Mencengkeram Transaksi Bursa Kita
Ada setidaknya empat alasan yang menjelaskan mengapa saham 'the big three' ini begitu menarik.

Jakarta, TheStanceID - Tiga saham bank berkapitalisasi besar yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (kode saham: BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) lagi-lagi menjadi trio penguasa transaksi di bursa saham Indonesia sepekan terakhir. Apa rahasianya?
Data PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, periode 23-27 September, BRI mencetak nilai transaksi terbesar yakni menembus Rp12,7 triliun, atau setara 15,5% dari total nilai transaksi di bursa.
Di posisi kedua ada bank milik keluarga Hartono dari Grup Djarum yakni BCA, sebesar Rp6,6 triliun atau 8,1% dari nilai transaksi bursa, disusul Bank Mandiri, sebesar Rp6,15 triliun atau 7,5% dari total nilai perdagangan di pasar saham.
Pekan sebelumnya 17-20 September, ketiganya juga menguasai transaksi saham. Maka dominasi sepanjang Agustus 2024, di mana ketiganya masuk lima besar saham bernilai transaksi terbesar, bakal terjaga hingga September ini.
Dari sisi volume perdagangan, hanya BRI yang masuk 10 besar dengan jumlah transaksi saham sebanyak 2,4 miliar unit atau 2% dari total volume perdagangan. PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) masih tak terkalahkan untuk volume perdagangan, sebanyak 32,8 miliar (27,4%).
Meski begitu, sayangnya tekanan jual investor asing (net foreign sell) membuat tiga saham ini melempem sepekan. Aksi jual terjadi di tengah eskalasi konflik di Timur Tengah, berupa serangan membabi buta Israel atas Lebanon yang membunuh Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah.
Data RTI mengungkapkan, saham BRI dilepas asing dalam sehari di Jumat (27/9) sebanyak Rp441 miilar. Sepekan, investor asing melepas saham berkode BBRI ini hingga mencapai Rp3,5 triliun.
Hal yang sama dialami BCA dengan tekanan jual asing Rp271 miliar dalam sehari (dengan net sell sepekan Rp115 miliar). Begitu pula saham Bank Mandiri yang dilepas asing hingga Rp448 miliar dalam sehari, dengan tekanan jual sepekan Rp563 miliar.
Maka tak heran ketiga saham ini boncos dalam sepekan. BRI mencetak koreksi 5,1% dalam sepekan ke level harga Rp5.100 per saham, disusul Bank Mandiri yang sahamnya turun 3,4% ke Rp7.050 per saham. Saham BBCA juga turun seminggu ini, sebesar 1,2%, ke Rp10.650.
Secara umum, penurunan saham bank kakap ini membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi dalam sepekan, sebesar 0,6%, di level 7.696 dengan nilai transaksi total mencapai Rp81,8 triliun dan volume perdagangan 119,7 miliar saham.
Bank | Harga (Rp/saham) | 1 Hari (%) | 1 Pekan (%) | YTD (%) |
BRI | 5.100 | +0,99 | -5,12 | -10,92 |
Mandiri | 7.050 | -1,75 | -3,42 | +16,53 |
BCA | 10.650 | -0,47 | -1,16 | +13,30 |
Sumber: BEI
Tetapi jika ditarik sejak awal tahun atau year to date (YTD), saham BMRI mencetak kenaikan terbesar dengan melesat 17%, disusul BBCA (13,3%). Sebaliknya, BRI malah jeblok 11%.
Empat Alasan Big Three Diminati
Kenapa tiga saham bank kakap atau big three ini begitu menarik? Ada beberapa penjelasan, sebagaimana disampaikan sejumlah analis pasar modal.
Pertama, terlepas dari peran penting bank-bank tersebut bagi perekonomian Indonesia, sektor perbankan masih dianggap memiliki daya tahan yang baik, atau saham dengan resiliensi tinggi. Istilahnya, saham defensif.
“Jika terjadi krisis, industri perbankan yang biasanya menjadi sektor pertama yang bangkit. Secara historis pun emiten perbankan selalu mencatat kinerja yang bagus atau hampir selalu ada pertumbuhan laba setiap tahunnya,” tulis riset RHB Sekuritas.
Alasan kedua, tingkat keuntungan bisnis bank di Indonesia masih lebih menggiurkan ketimbang bank di negara lain, dengan mengacu pada tingkat pengembalian aset (return on asset/ROA) dan margin bunga bersih (net interest margin/NIM). Keduanya adalah indikator untuk mengukur tingkat keuntungan sebuah bank.
Mengacu data CEIC, angka ROA bank komersial Indonesia di level 2,69% di Juni 2024, naik dari 2,59% dari May 2024.
NIM juga masih tokcer. Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan NIM bank nasional per Juli 2024 di level 4,59%, naik dari Juni 4,57%. Bahkan di Juli 2023, NIM lebih tinggi yakni 4,85%.
Namun tak bisa dipungkiri bahwa biaya dana (cost of fund/CoF) bank di Tanah Air masih tinggi, meski suku bunga acuan telah turun, sehingga NIM belum bisa balik ke level 2021 yang di angka 5,05%.
Sebagai catatan, The Fed St Louis melaporkan NIM bank komersial Indonesia pada 2021 itu terhitung jauh lebih tinggi dari NIM bank-bank di Korea (1,58%), bank di China (2,16%), bank Filipina (3,55%) dan di Malaysia (1,95%).
Menurut outlook perbankan yang dirilis BCA bertajuk “Navigating a Limited Landscape 2023”, disebutkan bahwa NIM bank di Indonesia relatif lebih tinggi karena sebagian dimaksudkan untuk mengimbangi biaya operasional non-bunga yang juga tinggi.
Permodalan Masih Solid
Ketiga, fundamental kinerja bank-bank kelas kakap ini masih menjanjikan, selalu membagikan dividen dari laba bersih tiap tahun kepada pemegang saham, dan disokong modal solid.
Per semester I-2024, atau Januari-Juni 2024 (6 bulan), ketiga bank tersebut menempatkan diri sebagai bank dengan laba bersih terbesar di Indonesia.
BRI mencetak laba terbesar, Rp29,7 triliun, naik 0,95% Yoy (year on year), BCA meraih pertumbuhan laba bersih double digit atau 11% menjadi Rp26,9 triliun, dan Bank Mandiri mencetak laba Rp26,55 triliun, naik 5,2%.
“Pertumbuhan kredit di atas rata-rata industri. Kredit [kami] tumbuh didukung sektor korporasi dan UMKM," kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dalam konferensi pers Paparan Kinerja Semester I 2024, Rabu (24/7/2024).
Keempat, prospek bisnis mengingat banyak masyarakat Indonesia yang belum terjamah oleh perbankan dan menjadi ceruk baru dengan ramainya kehadiran bank digital dan fintech.
Menurut Bank Dunia, di 2021, jumlah penduduk unbanked (individu yang cukup umur tapi tak punya rekening bank) di Indonesia adalah terbesar keempat di dunia, yaitu 97,7 juta orang dewasa.
Artinya, pasar nasabah perbankan di Indonesia masih sangat tinggi. Dengan beberapa penjabaran di atas, sejumlah analis pun memberikan target harga cukup tinggi untuk ketiga bank ini.
Riset Ciptadana Sekuritas sebelumnya mempertahankan rekomendasi beli terhadap saham Bank Mandiri dengan target harga Rp7.350 per saham, atau lebih tinggi 4% dari harga Jumat lalu (27/9) di Rp7.050, seiring dengan baiknya kinerja perusahaan di 6 bulan tahun ini.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Prasetya Gunadi dan Brandon Boedhiman, dalam risetnya menyematkan rekomendasi beli saham BCA dengan target harga Rp11.200, lebih tinggi 5% dari harga Jumat lalu Rp10.620. Target harga itu naik dari sebelumnya Rp10.800 dan di atas konsensus Rp11.020 per saham.
Selanjutnya, target harga saham BRI dari JPMorgan, seperti dikutip Bloomberg, yakni di Rp5.500, lebih tinggi 8% dari harga Jumat lalu Rp5.100. Mayoritas analis dari riset Bloomberg juga masih memasang sikap optimistis alias bullish untuk saham BRI dengan rerata target harga Rp5.769 per saham.
Jadi, masih tertarik borong tiga saham ini atau mencoba melirik saham perbankan lainnya? (mts)
Disclaimer: Artikel ini bukan rekomendasi untuk membeli saham tertentu dalam rangka investasi atau trading, melainkan sebagai analisis untuk memberikan informasi dan pemahaman. Keputusan investasi dan segala konsekuensinya menjadi tanggung-jawab penuh pembaca TheStanceID.