Jakarta, TheStance – Keikutsertaan atlet Israel dalam ajang World Artistic Gymnastics Championships 2025 yang dijadwalkan berlangsung pada 19-25 Oktober 2025 di Jakarta akhirya batal.
Pasalnya pemerintah menolak memberikan visa kepada para atlet Israel tersebut.
"Pemerintah Indonesia tidak akan memberikan visa kepada atlet Israel yang berniat untuk hadir di Jakarta mengikuti kejuaraan senam artistik dunia yang diselenggarakan 19-25 Oktober yang akan datang," kata Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza MahendraYusril melalui keterangan video, Kamis (9/10/2025).
Yusril menambahkan pemerintah Indonesia tidak akan melakukan kontak apa pun dengan Israel sampai dengan adanya pengakuan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.
Ada 12 Anggota Kontingen Israel
Terpisah, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto menyatakan pembatalan visa itu dilakukan setelah pihak Pengurus Besar Persatuan Senam Indonesia, dulu bernama Persani dan sekarang bernama Federasi Gimnastik Indonesia (FGI) selaku penjamin, meminta Imigrasi membatalkan visa orang-orang Israel tersebut.
Surat dari FGI tanggal 7 Oktober 2025 itu bernomor 442/LTR-JAGOC2025-FGI/X/2025.
“Berdasarkan permohonan resmi dari pihak penjamin, dapat kami konfirmasi bahwa seluruh visa delegasi Israel saat ini telah dibatalkan,” kata Agus Andrianto,
Pihak Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan kemudian mengabulkan permohonan pembatalan visa itu.
“Seluruh proses keimigrasian telah berjalan transparan dan akuntabel sesuai peraturan, dan pembatalan visa ini merupakan tindak lanjut atas inisiatif dan permohonan resmi dari pihak penjamin,” kata Agus.
Total ada 12 orang atlet anggota kontingen atlet gimnastik Israel yang visanya dibatalkan oleh Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia.
Sebelumnya, media Israel yaitu Jewish News Syndicates, melaporkan sebanyak enam atlet senam asal Israel telah mendaftar kejuaraan tersebut.
Dalam laporan tersebut, badan pengurus nasional senam di Israel mengklaim memperoleh informasi dan jaminan dari penyelenggara di Indonesia untuk bisa ikut serta.
Untuk diketahui, Indonesia resmi ditunjuk sebagai tuan rumah kejuaraan dunia senam oleh Federation Internationale de Gymnastique ini pada Mei 2024. Setelah melalui proses bidding, Indonesia dipercaya menggelar kejuaraan dunia untuk pertama kalinya.
Mengacu pada unggahan resmi FGI, Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 ini akan diikuti lebih 500 atlet dari 79 negara, termasuk Israel. Kejuaraan ini juga menjadi salah satu ajang kualifikasi resmi untuk Olimpiade Los Angeles 2028.
Keikutsertaan Atlet Israel Tuai Penolakan
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang menjadi wadah ulama berbagai organisasi masyarakat (Ormas) Islam, meminta pemerintah tegas menolak kehadiran atlet Israel.
“Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan," kata Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan dalam keterangannya, Selasa (7/10/2025).
MUI menegaskan, Indonesia mendukung kemerdekaan bangsa Palestina dan menolak penjajahan oleh Israel.
Ia juga mewanti-wanti, jangan sampai ajang olahraga memantik kemarahan publik.
“Jangan sampai event seperti perlombaan senam justru menimbulkan kemarahan publik dan merusak kepercayaan masyarakat yang selama ini mendukung perjuangan Palestina," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menegaskan, pihaknya tidak memberi ruang bagi kontingen Israel untuk ikut dalam ajang olahraga apapun di Jakarta selama ia menjabat gubernur.
“Tentang atlet Israel kalau ke Jakarta, tentunya sebagai gubernur Jakarta dalam kondisi seperti ini pasti saya tidak mengizinkan,” ucap Pramono saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).
Dia juga sempat menyarankan agar pemerintah tidak menerbitkan visa bagi atlet Israel. Kehadiran mereka saat genosida masih berlangsung di Palestina dinilai hanya akan memicu reaksi negatif.
“Kalau saya yang paling penting visanya enggak usah dikeluarin aja, supaya enggak ke Jakarta, karena enggak ada manfaatnya dalam kondisi seperti ini ada atlet gimnastik (Israel) itu bertanding di Jakarta, pasti akan menyulut, memantik kemarahan publik dalam kondisi seperti ini,” ujar Pramono.
DPR Minta Pemerintah Jangan Beri Panggung Bagi Israel
Senada, Wakil Ketua Komisi I DPR Sukamta mendesak pemerintah menolak keikutsertaan atlet Israel dalam ajang Gimnastik dunia tersebut. Ia menilai, keikutsertaan atlet Israel untuk bertanding di Jakarta tidak hanya berpotensi menimbulkan polemik, tetapi juga mencederai amanat konstitusi yang menolak segala bentuk penjajahan.
"Pemerintah harus menunjukkan sikap politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, berpihak pada kemanusiaan, dan sesuai amanat konstitusi. Jangan sampai kita kebobolan lagi soal keikutsertaan Israel dalam ajang olahraga internasional," ujar Sukamta dalam keterangannya, Kamis (9/10/2025).
Sukamta menilai, event olahraga merupakan bagian dari promosi dan diplomasi sebuah negara.
Untuk itu, politisi PKS ini mengingatkan pemerintah untuk tidak memberi panggung bagi Israel yang jelas-jelas menjadi pelaku genosida rakyat Palestina.
Dia juga menekankan agar pemerintah tidak memberikan perlakuan istimewa kepada Israel dalam bentuk apapun. Baik soal visa, penggunaan simbol negara, maupun fasilitas keamanan.
Selain PKS, partai politik yang juga tegas menolak kehadiran atlet senam Israel tanding di Jakarta adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Melalui juru bicaranya, Guntur Romli, PDI-P mengingatkan pemerintah bahwa Indonesia tidak boleh bekerja sama dengan penjajah.
"Sikap kami adalah pilihan konstitusional bahwa bangsa Indonesia tidak boleh memiliki kerja sama dengan pihak-pihak penjajah. Selama Israel masih menjajah tanah Palestina," kata Romli dalam keterangan tertulis, Rabu (8/10/2025).
Menurut Romli, sikap ini sama seperti ketika PDI-P menolak kehadiran Tim Nasional (Timnas) Sepakbola Israel pada Piala Dunia U-20 tahun 2023.
Bukan Pertama Kali, Indonesia Pernah Menolak Tim Israel
Berdasarkan catatan TheStance, penolakan terhadap delegasi Israel pernah dilakukan Indonesia dalam sejumlah event olahraga dunia.
Pertama kali di tahun 1958, Indonesia harus rela kehilangan kesempatan langka bermain di kompetisi tertinggi sepak bola, Piala Dunia, karena menolak bertanding melawan Israel di babak kualifikasi.
Kemudian, penolakan terhadap delegasi Israel kembali dilakukan Indonesia ketika Asian Games 1962 di Jakarta.
Keputusan itu diambil Soekarno karena menganggap dengan membiarkan Israel ikut dalam ajang olahraga itu sama seperti pengakuan terhadap negara Israel dan hal itu bertentangan dengan semangat antikolonialisme yang menjadi dasar diplomasi luar negeri Indonesia.
Seperti diketahui, sejak peristiwa Nakba 1948, rakyat Palestina berjuang menghadapi Israel yang menindas dan menjajah.
Akibat penolakan terhadap Israel tersebut, Indonesia dilarang mengikuti Olimpiade Tokyo 1964 oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC). Sebab, IOC memiliki pandangan bahwa seharusnya ada pemisahan antara olahraga dengan politik.
Menindaklanjuti hal ini, Soekarno pada 13 Februari 1963 di hadapan Konferensi Besar Front Nasional, langsung memerintahkan Indonesia keluar dari Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Soekarno kemudian menggagas ajang Ganefo, singkatan dari Games of the New Emerging Forces yang merupakan pesta olahraga tandingan Olimpiade. Ganefo pertama kali diselenggarakan di Jakarta, Indonesia, pada 10 hingga 22 November 1963, dan diikuti oleh 51 negara dari Afrika, Asia, Eropa, dan Amerika Latin.
Soekarno ketika itu berpandangan prinsip olahraga tidak dapat dipisahkan dengan politik. Tujuan Ganefo adalah mempromosikan gerakan antikolonial dan gagasan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955.
Pada 2023, penolakan terhadap tim Israel kembali terjadi jelang Piala Dunia U-20 di mana Indonesia menjadi tuan rumah untuk pertama kalinya. Kali ini, penolakan datang dari sejumlah elit kepala daerah dari PDI Perjuangan dan sejumlah Ormas Islam.
Riuh kontroversi kala itu membuat Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Aksi Boikot Bisa Beri Tekanan ke Israel
Pengamat Hubungan Internasional dari UI, Hikmahanto Juwana berharap para pengambil kebijakan bisa tegas apalagi melihat rekam jejak Indonesia selama ini.
"Bukan pertama kali, Indonesia pernah menolak tim Israel." ujar Hikmahanto dalam keterangannya.
"Sekarang ini, banyak negara mengakui Palestina seperti Inggris, Prancis, Spanyol, dan banyak lagi, termasuk Indonesia. Ini harusnya selaras dengan apa yang terjadi di Olimpiade atau seperti kejuaraan gimnastik ini," tambahnya.
Menurut Hikmahanto, aksi boikot dalam situasi sekarang merupakan salah satu langkah yang signifikan dan bisa memberi tekanan pada Israel.
Ia mencontohkan, perwakilan negara yang walk out ketika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berpidato di konferensi tingkat tinggi PBB di New York, AS beberapa waktu lalu merupakan bentuk nyata tekanan dunia terhadap Israel.
Termasuk menolak kedatangan warga Israel yang berkunjung ke Indonesia juga bisa menjadi salah satu bentuk tekanan.
"Misal, rakyat Israel datang ke negara lain lalu ada warga negara lain marah pada Netanyahu tapi kemudian dilampiaskan ke warga Israel. Ini bentuk tekanan karena warga Israel merasa di bawah Netanyahu dengan banyak serangan ini bukannya mereka tambah selamat tapi justru makin terancam," ungkap Hikmahanto.
"Kalau kita melakukan hal yang sama terhadap kontingen dari Israel. Kita larang misalnya, maka dampaknya adalah pemerintah Israel juga harus berpikir. Ternyata negara yang Islamnya moderat seperti Indonesia, larang mereka masuk." sambungnya.
Hikmahanto menambahkan saat ini banyak negara yang memilih mundur atau menolak keikutsertaan Israel dalam berbagai ajang olahraga menyusul tindakan Israel yang sudah mengarah pada pembersihan etnis dan genosida.
Standar Ganda Federasi Olahraga Terhadap Israel
Untuk diketahui, Sejak komisi penyelidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi menyatakan Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza, ada seruan agar negara itu diskors dari ajang olahraga internasional.
Legenda Manchester United asal Perancis, Eric Cantona, menjadi salah satu tokoh yang lantang menyerukan agar Israel dibekukan dari sepak bola internasional, seperti halnya sanksi yang pernah dijatuhkan kepada Rusia.
Dalam berbagai kesempatan, Cantona menyampaikan kekecewaannya terhadap FIFA dan UEFA yang dinilainya menerapkan standar ganda.
"Empat hari setelah Rusia memulai perang dengan Ukraina, FIFA dan UEFA membekukan (sepak bola) Rusia. Tapi sekarang kita melihat 716 hari atas yang disebut oleh Amnesty International sebagai genosida (di Palestina), dan Israel masih bisa lanjut berpartisipasi (di sepak bola)," kata Cantona saat menghadiri acara amal untuk Palestina di London, Rabu (17/9/2025) lalu.
Mantan pemain asal Prancis itu menegaskan FIFA dan UEFA seharusnya bersikap tegas. "Kenapa, kenapa ada standar ganda? FIFA dan UEFA harus membekukan Israel," tegasnya.
Cantona juga mendorong klub dan pemain untuk menunjukkan sikap nyata dengan menolak bertanding melawan tim dari Israel.
Menurutnya, olahraga punya peran penting dalam menentang ketidakadilan, seperti yang terjadi di masa apartheid Afrika Selatan.
"Klub di manapun harus menolak tim dari Israel. Pemain (sepak bola) harus menolak bertanding lawan tim dari Israel," ujarnya.
Ia mencontohkan bagaimana boikot olahraga menjadi salah satu kekuatan yang mengakhiri apartheid.
"Kita ingat apartheid di Afrika Selatan. Boikot di bidang olahraga berperan penting mengakhiri apartheid di Afrika Selatan. Kita punya kekuatan, Anda punya kekuatan. Penggemar sepak bola di seluruh dunia adalah kekuatan itu sendiri," kata Cantona.
Sama halnya sepakbola, federasi cabang olahraga maupun negara penyelenggara masih tidak tegas mengenai pelarangan keikutsertaan Israel. Misalnya, pada Kejuaraan Dunia Bowl 2025. World Bowls Tour (WBT) yang semula melarang tiga atlet Israel ikut bertanding mencabut kembali larangannya.
Pada 2024, Federasi Hoki Es Internasional sempat melarang Israel berkompetisi dalam kejuaraan dunia hoki es. Akan tetapi, larangan ini dibatalkan. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance