Minggu, 20 Juli 2025
Term of Use Media Guidelines

Indonesia Menjadi Medan Perang Dagang Amerika dan China

Ketika perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China memanas, Indonesia justru mengambil posisi strategis sebagai mitra dagang terbuka bagi keduanya. Yang menarik, sikap Indonesia terhadap tarif dagang AS dan China menunjukkan pendekatan yang berbeda, namun tetap pragmatis.

By
in Social Podium on
Indonesia Menjadi Medan Perang Dagang Amerika dan China
Ilustrasi peta dunia yang menunjukkan keterkaitan Indonesia dengan negara-negara lain, terutama di tengah perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. (Sumber: leonardo.ai)

Bayu Bintoro

Oleh Bayu Bintoro, Direktur PT Book Mart Indonesia yang kini menggeluti dunia kripto dan blockchain, dengan merintis Token UMKM dan mengembangkan kesenian NFT (Non-Fungible Token) di platform Teknologi Blockchain WAX.

Indonesia kini berada di tengah pusaran tarik-menarik kepentingan dua raksasa ekonomi dunia: Amerika Serikat (AS) dan China.

Ketika perang dagang antara kedua negara ini memanas, Indonesia justru mengambil posisi strategis sebagai mitra dagang terbuka bagi keduanya.

Yang menarik, sikap Indonesia terhadap tarif dagang AS dan China menunjukkan pendekatan yang berbeda, namun tetap pragmatis.

Seperti diberitakan sebelumnya, AS menetapkan tarif terhadap produk Indonesia menjadi 19%. Namun di sisi lain, Indonesia justru meniadakan tarif untuk sejumlah produk dari AS.

Kebijakan ini terlihat “timpang” di atas kertas. Tapi secara substansi, rakyat Indonesia tetap mendapat manfaat langsung, seperti:

  • Barang dari AS lebih murah: iPhone, laptop, daging, susu, dan produk lain turun harga.

  • Biaya produksi lebih rendah: mesin dan bahan baku dari AS masuk tanpa beban tarif.

  • Investasi dan lapangan kerja bertumbuh: kondisi yang ramah perdagangan menarik investor masuk.

Sementara itu, hubungan dagang Indonesia dengan China sudah berlangsung lama dan sangat erat. China adalah mitra dagang terbesar Indonesia, baik sebagai tujuan ekspor maupun asal impor.

Perlakuan Berbeda terhadap China

naga vs elangNamun berbeda dengan pendekatan terhadap AS, Indonesia tetap menerapkan tarif bea masuk untuk banyak produk asal China.

Ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap industri dalam negeri, mengingat produk China dikenal memiliki harga sangat kompetitif (murah), dan bisa mematikan produsen lokal.

Sebagai contoh:

  • Tekstil dan produk tekstil dari China masih dikenakan tarif dan bahkan pengawasan khusus, karena sektor ini menyerap jutaan tenaga kerja Indonesia.

  • Baja dan besi dari China juga dikenakan bea masuk anti-dumping, karena banjirnya produk murah dikhawatirkan merugikan produsen lokal.

Dengan kata lain, Indonesia bersikap terbuka terhadap AS untuk meningkatkan nilai tambah investasi dan akses pasar, namun bersikap hati-hati terhadap China untuk menjaga stabilitas industri dalam negeri.

Siapa yang Untung? Rakyat biasa di Indonesia mendapat manfaat langsung dari kebijakan tarif terhadap AS: harga barang turun, produksi lebih efisien, dan peluang kerja meningkat.

Sementara itu, dengan menerapkan tarif selektif terhadap China, pemerintah menjaga agar industri nasional tidak tergerus oleh produk-produk supermurah.

Baca juga: Tarif Trump 19 Persen Sarat Tekanan dan Tak Menguntungkan Indonesia

Kebijakan ini mencerminkan strategi diplomasi dagang yang cerdas: memanfaatkan peluang dari dua kekuatan ekonomi besar, sambil tetap melindungi kepentingan nasional.

Indonesia sedang memainkan peran yang sangat strategis dalam peta dagang global.

Dalam tarik-ulur antara AS dan China, Indonesia tidak memilih satu pihak secara mutlak, melainkan fokus pada manfaat langsung untuk rakyat dan keberlanjutan industri nasional.

Langkah diplomatik ini patut diapresiasi, karena tidak hanya menjaga keseimbangan politik internasional, tapi juga menciptakan peluang ekonomi nyata bagi rakyat Indonesia.

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.

\