Gelagat Reklamasi di Balik Misteri Pagar Laut Perairan Tangerang
Pihak tak dikenal pasang badan, pemilik aslinya masih jadi teka-teki, tetapi terindikasi terkait reklamasi.

Jakarta, TheStanceID - Pemerintah menyegel barisan bambu tak bertuan yang membentuk pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di Perairan Tangerang, Banten pada Kamis (9/1/2025). Pihak tak dikenal mengklaim bertanggung-jawab, pemilik aslinya masih jadi spekulasi, terindikasi terkait proyek reklamasi.
Pagar laut yang terbentang dari Desa Muncung hingga Pakuhaji ini dibangun tanpa izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Kalau tidak ada izin KKPRL, tidak boleh dilakukan, itu namanya pelanggaran," kata Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono di Karawang, Kamis (09/01/2025).
Pagar laut ini terbuat dari bambu setinggi rata-rata 6 meter, dilengkapi dengan anyaman bambu, paranet, dan pemberat dari karung pasir. Proses pembangunannya dimulai pada Juli 2024, tetapi baru menarik perhatian luas setelah viral di media sosial pada Januari 2025.
Berdasarkan penelusuran Ombudsman wilayah Banten, pagar itu diketahui dipasang warga dengan janji upah sekitar Rp100.000 per orang.
"Namun, siapa yang melakukan belum teridentifikasi," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Banten, Fadli Afriadi.
Identitas pemilik proyek atau pembuat pagar laut itu tidak diketahui alias misterius, sampai kemudian sekonyong-konyong muncul lembaga sosial masyarakat (LSM) yang mengeklaim sebagai pemilik proyek.
JRP Pasang Badan
Setelah ramai diberitakan dan viral, belakangan sekelompok nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang, Banten, mengeklaim pagar pagar laut Tangerang dibangun oleh masyarakat setempat secara swadaya.
Koordinator JRP, Sandi Martapraja, menyebut pagar laut tersebut adalah tanggul yang dibangun sebagai langkah mitigasi bencana tsunami dan abrasi.
“Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi,” ujarnya dilansir Antara.
Menurutnya, tanggul laut dengan struktur fisik memiliki fungsi penting dalam menahan efek bencana. Pertama, mengurangi dampak gelombang besar, melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur.
“Kedua, mencegah abrasi, mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman. Kemudian, mitigasi ancaman tsunami, meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami,” katanya.
Jika kondisi tanggul laut baik, lanjut dia, maka area sekitar pagar bambu dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan dan budidaya kerang hijau. Hal ini memberikan peluang ekonomi baru dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
“Alhamdulillah jadi penghasilan tambahan para nelayan,” klaimnya.
Klaim JRP Dinilai Akal Bulus
Klaim Jaringan Rakyat Pantura (JRP) itu dibantah organisasi lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Mukri Fitriana menyebut pagar laut tidak dapat digunakan sebagai mitigasi bencana alam, baik sebagai pemecah ombak, penahan abrasi, hingga tsunami.
“Abrasi, intrusi cara memitigasinya dan biasa dilakukan oleh nelayan asli berupa tanam mangrove, ketapang dan tumbuhan lain yang adaptif. Ditanamnya di penyangga antara pantai dan daratan bukan di tengah laut pake bambu,” ujarnya, Senin (13/1/2025).
Dia mencontohkan Walhi bersama dengan masyarakat pernah menanam tanaman bakau di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, ketika gelombang pasang meningkat.
“Ini penanaman tidak bisa satuan dan harus pake media seperti ember. Jadi kalau pagar laut untuk mengatasi abrasi, pemecah ombak dan juga tsunami itu sangat tidak ngaruh. Hanya akal–akalan,” kata Mukri.
Oleh karena itu, Walhi menuntut pemerintah segera membongkar pagar laut tersebut. Selain itu, mencari pelaku dan mengenakan sanksi pidana. Pasalnya, adanya pagar laut sebagai zonasi kelautan tidak dibenarkan karena laut merupakan akses bersama.
“Kalau pun harus membangun wajib mengikuti rencana tata ruang wilayah [RTRW] dan Rencana Detail Tata Laut [RDTL,” ucapnya.
Nelayan Setempat Justru Mengadu
Bertentangan dari klaim JRP soal pagar bambu yang dibangun swadaya oleh masyarakat, KKP memastikan nelayan setempat mengadu karena kesulitan mencari ikan. Pihaknya pun menyegel pagar laut tersebut.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Eli Susiyanti mengakui keberadaan pagar laut itu telah dilaporkan oleh masyarakat setempat sejak Agustus 2024 silam ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten.
Investigasi juga telah dilakukan, tetapi aktivitas tanpa izin itu terus juga dijalankan. Saat penyelidikan dimulai, pagar ilegal tersebut baru berdiri sepanjang 7 km, tapi kini telah mencapai lebih dari 30 km.
Sejak ini, tambah Eli, terdapat sekitar 3.888 nelayan dan ada 502 pembudidaya hasil laut di 16 desa, dalam enam kecamatan di perairan Kabupaten Tangerang. Aktivitas pemagaran bambu mengganggu hajat hidup mereka.
Selain itu, area yang dipasang pagar laut adalah kawasan pemanfaatan umum, yang berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2023, mencakup berbagai zona vital, antara lain pelabuhan laut, perikanan tangkap, pariwisata, pelabuhan perikanan, pengelolaan energi, perikanan budidaya.
Camat maupun kepala desa setempat juga tak mengeluarkan izin pemagaran.
Iringi Pembebasan Area PIK-2
Salah satu nelayan dari Desa Karang Serang, Trisno, 45 tahun, mengaku menyaksikan pemasangan pagar bambu oleh beberapa orang dengan menggunakan kapal berukuran kecil.
"Untuk pemasangan bambunya pakai manual, orang-orang di kapal yang menancap," kata Trisno dikutip dari BBC Indonesia.
Pemasangan pagar bambu itu, kata Trisno, dilakukan saat pagi hari. "Kalau lihat kapalnya itu dari Tanjung Kait. Patroli laut juga enggak kelihatan saat pemasangan.".
Dulrasid, nelayan lain mengatakan pemasangan patok laut itu terjadi hampir bersamaan dengan pembebasan lahan terkait proyek Pantai Indah Kapuk 2 marak setahun belakangan.
Saat sawah yang dibeli mulai diuruk 5 bulan lalu, saat itu juga patok laut mulai ditancapkan. Patok bambu ditanam di Tanjung Kait, Ketapang, PLTU, Penyawakan, Pulau Cangkir, hingga Tenara.
Sementara itu, sawah-sawah yang diurug mulai dari Kampung Gaga, Pagedangan Ilir, sampai Muncung. “Kalau malam kita dengar gruduk-gruduk,” ujarnya menggambarkan pengurugan.
Nelayan Sulit Mencari Ikan
Trisno mengaku pagar laut dari bambu itu mengharuskannya memutar jauh saat mencari ikan di tengah laut. Selain itu, pagar laut juga menyebabkan nelayan di Kampung Bahari Karang kini sulit mendapat ikan di pinggir laut.
"Jadi saat angin kencang kita takut ke tengah laut karena ombak besar, jadi kita mencarinya ke pinggiran dulu. "Tapi sekarang enggak bisa karena ada pagar itu. Lewatnya saja susah, jadi kita untuk menebar jaring enggak bisa," tuturnya.
Keberadaan pagar laut otomatis menyebabkan pemasukannya turun. Kondisi diperparah karena dirinya harus membeli lebih banyak solar karena harus memutari pagar yang membentang jauh itu.
"Contohnya jika biasa isi solar lima liter, sekarang harus dilebihkan dua liter," katanya.
Dia berharap pagar bambu itu segera dicabut. "Kita enggak tahu pemerintah mau bikin apa it. Harapannya enggak ada kayak itu lagi, biar kita cari makannya seperti biasa lagi."
Harun, Nelayan lain asal Kronjo, juga menyambut baik penghentian pembangunan pagar di laut di pesisir Tangerang itu. "Ya bersyukur atas tindakan tegas dari aparat dan berharap pantainya kembali dibuka akses untuk melaut."
Diduga Terkait Reklamasi
Manajer Kampanye Tata ruang dan Infrastruktur Walhi Nasional Dwi Sawung menilai aneh jika otoritas negara tidak mengetahui aktivitas pembangunan pagar laut itu dan pemilik proyeknya.
"Sudah jelas sih sebenarnya [pihak yang bertanggung jawab]. Cuma mereka lagi ngeles saja, pura-pura tidak tahu. Itu yang disuruh pasang pagar kan subkontraktor, tapi kan ada bohirnya," katanya kepada BBC Indonesia.
Apalagi, di sepanjang lokasi pagar laut itu terdapat pos-pos penting milik negara sehingga mestinya aktivitas tersebut terpantau. "Di sana ada pos-pos aparat keamanan, pertahanan ibu kota, hingga pelelangan ikan."
"Masa sih pemerintah tidak tahu pemasangan itu dan siapa pemiliknya? Menurut saya, mereka itu sedang pura-pura tidak tahu dan tidak melihat," kata Sawung.
Dia menduga pemagaran laut itu merupakan perpanjangan dari proyek reklamasi di Jakarta. "Jelas banget pagar laut ini untuk reklamasi. Pagar itu semacam tanda wilayah yang akan ditimbun," kata Sawung.
"Kalau dilihat di peta rencana reklamasi dari ujung Teluk Jakarta ke arah barat maka mirip banget dengan peta rencana reklamasi yang dibuat oleh pengembang di Jakarta," ujarnya kemudian.
Masifnya pengerjaan pagar laut di Tangerang itu, dugaan Sawung, karena masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Kerugian Nelayan Capai Rp8 Miliar
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, mengeklaim pagar bambu yang dipasang tanpa izin itu telah menghambat aktivitas masyarakat nelayan di sekitarnya dalam mencari nafkah.
Ombudsman menaksir, nilai kerugian yang diderita nelayan akibat pemasangan pagar laut Tangerang, bisa mencapai Rp8 miliar. Selain itu, aktivitas penimbunan tambak dan aliran sungai mengganggu alur air dan merusak habitat laut.
Atas kerugian nelayan tersebut, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati mengritik lambannya pemerintah dalam menyegel pagar laut tersebut.
Seharusnya, kata Susan, pemerintah bisa bertindak sebelum pagar laut itu berdiri hingga puluhan kilometer. "KKP telah mengetahui adanya pemagaran laut tersebut, akan tetapi tidak ada tindakan yang serius dan tegas yang dilakukan KKP."
KKP, lanjut dia, baru bertindak setelah isu pemagaran laut itu tersebar di publik dan media sosial pada awal 2025. "Ini membuktikan bahwa KKP telah melakukan pembiaran terjadinya pemagaran laut di Kabupaten Tangerang."
Kini Harun dan nelayan lain di perairan Tangerang cuma berharap, penyegelan dan pembongkaran pagar laut ini bukan sekedar gimmick pemerintah untuk meredam situasi.
"Nelayan sebenarnya ingin agar pagar bambu tersebut langsung dibongkar saja tidak perlu menunggu batas waktu 20 hari. Khawatir [cuma] gimmick," katanya. (est)
Untuk menikmati berita cepat dari seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.