Senin, 04 Agustus 2025
Term of Use Media Guidelines

Direktur TV Dipidana Karena Berita Negatif, Berpotensi Mencederai Kebebasan Pers

Sejumlah organisasi pers menilai berita negatif seperti dituduhkan pada Direktur Pemberitaan Jak TV itu tidak perlu dipidana tapi cukup diadukan ke Dewan Pers. Ada risiko kriminalisasi terhadap pers.

By
in Pop Culture on
Direktur TV Dipidana Karena Berita Negatif, Berpotensi Mencederai Kebebasan Pers
Ilustrasi Aksi Tolak Kriminalisasi Pers (Sumber : AJI)

Jakarta, TheStanceID Penetapan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka perintangan penyidikan (obstruction of justice) kasus korupsi timah dan impor gula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) mendapat sorotan.

Sejumlah organisasi pers menilai, berita negatif seperti dituduhkan pada Direktur Pemberitaan Jak TV itu tidak perlu dipidana tapi cukup diadukan ke Dewan Pers.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menjelaskan dalam pertemuan dengan Dewan Pers di kantor Kejagung, pada Selasa (22/4/2025), pihaknya telah menyampaikan perbuatan yang disangkakan kepada Tian adalah perbuatan pribadi, bukan terkait media.

"Kedua, bahwa yang dipersoalkan oleh Kejaksaan bukan soal pemberitaan, karena kita tidak anti kritik," tegas Harli.

Ia mengatakan dalam kasus itu, yang dipersoalkan Kejagung adalah tindak pidana pemufakatan jahat yang diduga dilakukan Tian dengan beberapa pihak. Hal ini dinilai sebagai perintangan terhadap proses hukum yang sedang berjalan.

"Ada rekayasa di situ, dan setelah mendapat penjelasan-penjelasan itu tentu terkait dengan penegakan hukum, Dewan Pers sangat menghormati itu, dan kami juga menyampaikan kepada Dewan Pers Bahwa terkait dengan proses etik dan penilaian terhadap karya jurnalistik, kami menghormati Dewan Pers akan melakukan itu," ujar dia.

Bikin Konten Menyudutkan Kejagung

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan peran tiga tersangka baru dalam kasus dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan (obstruction of justice) dalam penanganan perkara kasus korupsi timah dan impor gula oleh Kejagung.

Ketiganya adalah Marcella Santoso dan Junaedi Saibih selaku advokat, dan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar. Mereka diduga bersepakat membuat konten atau berita untuk menyudutkan Kejagung.

Kejagung menyebut para tersangka berupaya membuat narasi negatif untuk mengganggu konsentrasi penyidik.

Tian bahtiar - Jak TV

Harli menambahkan, Penyidik telah melakukan penyitaan berupa 12 barang bukti dokumen terkait pembentukan narasi terkait kasus yang ditangani.

Penyidik, kata Harli, menemukan dokumen rancangan aksi massa hingga Key Opinion Leader (KOL) tentang kasus timah dan importasi gula. Nilainya mencapai Rp2 Miliar.

"Dokumen kebutuhan social movement, lembaga survei, seminar nasional, bangun narasi publik, key opinion leader tentang penanganan perkara tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dan kasus importasi gula oleh Kejaksaan dengan biaya sebesar Rp2.412.000.000," jelas Harli.

Kemudian ada juga invoice tagihan senilai Rp153.500.000 untuk pembayaran 14 berita topik alasan tidak lanjut kasus impor gula; 18 berita topik tanggapan Jamin Ginting; 10 berita topik Ronald Loblobly; 15 berita topik tanggapan Dian Puji dan Prof. Romli dalam periode 14 Maret 2025.

"Ketiga, invoice tagihan Rp 20 juta untuk pembayaran atas pemberitaan di sembilan media mainstream dan umum, media monitoring dan konten Tiktok Jakarta 4 Juni 2024," ungkap Harli.

Kemudian ditemukan juga dokumen campaign melalui podcast dan media streaming. Lalu rekapitulasi berita-berita negatif tentang Kejaksaan di 24 media online.

"Dokumen-dokumen upload penanganan perkara tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk dan kasus importasi gula oleh Kejaksaan di platform media sosial Instagram, Tiktok, dan YouTube," jelas Harli.

"Laporan monitoring media dan report analytic korupsi PT Timah Tbk periode 25-30 April 2024," lanjut dia.

Marcella dan Junaedi diduga memberi Tian Bahtiar uang sejumlah Rp478,5 juta untuk membuat berita negatif terhadap penanganan perkara timah dan importasi gula yang prosesnya sedang berjalan.

IJTI Pertanyakan Penetapan Tersangka Direktur TV

Herik Kurniawan - IJTI

Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan mempertanyakan dasar penetapan tersangka Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar. Terlebih, penetapan tersangka tersebut berkaitan dengan pemberitaan jurnalistik.

IJTI, kata Herik, mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi di segala sektor, termasuk di lingkungan penegakan hukum. Menurutnya, setiap warga negara termasuk insan pers yang diduga terlibat tindak pidana, wajib diproses sesuai ketentuan hukum.

"Namun demikian, IJTI menyoroti penetapan tersangka yang didasarkan pada aktivitas pemberitaan, yang merupakan bagian dari kerja jurnalistik," kata Herik dalam keterangannya, Selasa (22/4/2025).

Dia menilai, menyampaikan informasi yang bersifat kritis merupakan bagian dari kerja pers dan fungsi kontrol sosial yang dijamin undang-undang.

Menurut Herik, jika yang menjadi dasar penetapan tersangka adalah produk pemberitaan, Kejagung seharusnya berkoordinasi terlebih dulu dengan Dewan Pers. Sebab, sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, penilaian atas suatu karya jurnalistik, termasuk potensi pelanggarannya, merupakan kewenangan Dewan Pers.

IJTI khawatir langkah tersebut justru menjadi preseden berbahaya terhadap kerja-kerja jurnalistik. Bukan tidak mungkin, kasus serupa bisa disalahgunakan pihak-pihak tertentu untuk menjerat jurnalis atau media yang bersikap kritis terhadap kekuasaan.

"Ini akan menciptakan iklim ketakutan dan menghambat kemerdekaan pers," katanya.

Risiko Kriminalisasi terhadap Pers

Hendry Ch Bangun

Senada, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hendry Ch Bangun mengingatkan bahwa antara Dewan Pers dan Polri, telah ada Nota Kesepahaman (MoU) bahkan diperkuat dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS), yang menyepakati bahwa Dewan Pers harus terlebih dahulu dimintai pendapat jika ada pihak yang ingin mempidanakan karya jurnalistik.

“MoU dan PKS ini mengikat semua pihak. Kejaksaan Agung seharusnya menghormatinya, bukan langsung menahan wartawan tanpa melibatkan Dewan Pers,” ujar Hendry.

Terkait tuduhan adanya bayaran yang masuk ke rekening pribadi Tian Bahtiar, Hendry menyatakan bahwa hal itu seharusnya terlebih dahulu diklarifikasi kepada manajemen media tempatnya bekerja. Jika terbukti menyimpang, maka sanksi administratif bisa dijatuhkan oleh atasannya, misalnya berupa skorsing.

“Kalau berita dianggap obstruction of justice, itu penilaian yang keliru. Pers punya hak untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan. Kalau pun ada itikad buruk, harus dibuktikan melalui mekanisme etik, bukan langsung diproses pidana,” jelasnya.

Hendry menegaskan bahwa jika pendekatan semacam ini terus dilakukan, akan ada risiko kriminalisasi terhadap pers. “Lama-lama kejaksaan bisa baca berita satu per satu, lalu menyimpulkan sendiri dan menjadikan wartawan tersangka,” ujarnya.

Hendry pun berharap Kejaksaan Agung bersikap bijak.

“PWI Pusat berharap Kejaksaan Agung menghargai UU Pers, yang seperti disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat berkunjung ke PWI, merupakan bagian penting dari demokrasi yang kita anut,” ujar Hendry.

Respon Dewan Pers

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan pihaknya menghormati langkah Kejagung menetapkan tersangka jika memang ditemukan unsur pidana dalam peristiwa itu.

"Dewan Pers tentu meminta kita masing-masing lembaga, sebagai lembaga penegak hukum terkait penanganan perkara, kalau memang ada bukti-bukti yang cukup bahwa kasus tersebut terkait dengan tindak pidana, maka ini adalah kewenangan penuh dari Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti prosesnya," kata Ninik usai bertemu Jaksa Agung di Kejagung, Selasa (22/4).

Ninik memastikan Dewan Pers tidak ingin menjadi lembaga yang cawe-cawe terhadap proses hukum.

Namun, jika terkait dengan pemberitaan, Dewan Pers lah yang berwenang untuk menilai apakah sebuah pemberitaan masuk kategori karya jurnalistik atau bukan.

"Ini adalah kewenangan etik dan yang melakukan penilaian adalah Dewan Pers. Sebagaimana yang ditunjuk di dalam Undang-Undang 40 Tahun 1999," ujarnya.

Dalam kasus ini, kata Ninik, Dewan Pers akan menilai dua hal. Pertama soal pemberitaan. Dewan Pers akan melihat apakah ada pelanggaran terhadap kode etik.

"Kode etik pasal 3 misalnya cover both side atau tidak ada proses uji akurasi dan lain-lain. Kedua adalah menilai perilaku dari wartawan apakah ada tindakan-tindakan yang melanggar kode etik sebagai wartawan di dalam menjalankan tugasnya, dalam menjalankan profesionalisme kerjanya," ujarnya.

Baca juga: Jurnalis Diancam, Dibunuh, Ditekan lewat Regulasi

Kemudian, Dewan Pers akan mengumpulkan berita-berita yang diduga pesanan yang dibuat dan disebarkan oleh Tian Bahtiar. Hal ini untuk memastikan apakah produk jurnalistik tersebut memenuhi unsur jurnalistik atau tidak.

“Kami akan mengumpulkan berita-berita yang selama ini menurut Kejaksaan digunakan untuk melakukan rekayasa permufakatan jahat,” kata Ninik.

Ia menyebut, dalam konteks memverifikasi produk jurnalistik yang dibuat Tian, tidak menutup kemungkinan Dewan Pers juga akan memanggil pihak JAK TV. (est)

Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\