Dampak Tarif Resiprokal Trump terhadap Ekonomi Dunia & Indonesia (1)
Memahami tarif resiprokal Trump dan pilihan yang tersedia bagi negara yang jadi sasaran.

Oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), akademisi yang mengawali karir di Institut Bisnis Indonesia (IBII), peraih gelar Magister Ekonomi Bisnis dari Erasmus University Rotterdam (Belanda) dan gelar profesional di bidang akuntansi manajemen dari Institute of Certified Management Accountants (Amerika Serikat).
Dunia terguncang.
Tiga April 2025, bursa saham global membara. Indeks Dow Jones turun 3,98%, S&P 500 turun 4,84%, Nasdaq turun 5,97%.
Di Eropa, indeks DAX Jerman turun 3,01%, FTSE 100 Inggris turun 1,55%, CAC 40 Perancis turun 3,31%, dan AEX Belanda turun 2,67%.
Sebelumnya, indeks Nikkei 225 Tokyo anjlok 2,77%, Hang Seng Hong Kong minus 1,52%, Kospi Korea Selatan minus 0,76%.
Hari ini, bursa saham global masih lanjut merah.
Episentrum guncangan disebabkan oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang resmi memberlakukan tarif impor tambahan, yang disebut tarif resiprokal, kepada hampir semua negara di dunia.
Trump berpendapat, perdagangan dunia selama ini tidak adil dan merugikan Amerika. Tarif impor AS relatif jauh lebih rendah dibandingkan tarif impor negara mitra dagang lainnya, seperti China, dan juga Indonesia.
Akibatnya, neraca perdagangan AS mengalami defisit dengan hampir seluruh negara mitra dagang.
Baca juga: CEK KEBIJAKAN: Tarif Trump Bisa Timbulkan Resesi di Indonesia
Defisit neraca perdagangan AS tahun 2022, 2023 dan 2024 masing-masing mencapai US$951,2 miliar (2022), US$773,4 miliar (2023), dan naik lagi menjadi US$918,4 miliar pada 2024.
Oleh karena itu, Trump memberlakukan tarif impor resiprokal untuk mengurangi defisit neraca perdagangan AS, dengan menyetarakan tarif impor AS dengan tarif impor negara mitra dagang lainnya.
Tarif Dasar 10%
Trump mengenakan tarif impor dasar 10% kepada semua negara, ditambah tarif impor resiprokal yang besarnya bervariasi untuk setiap negara mitra dagang, tergantung dari berapa selisih tarif impor kedua negara saat ini, dengan juga memperhatikan apakah ada hambatan non-tarif terhadap produk AS.
Target Trump adalah negara yang masuk daftar ‘Dirty 15’, yaitu 15 negara yang menyumbang defisit terbesar kepada neraca perdagangan AS. Indonesia masuk dalam daftar ‘Dirty 15’. Indonesia dikenakan tarif resiprokal 32%, di atas tarif dasar 10%.
Negara yang dikenakan tarif resiprokal, termasuk Indonesia, hanya mempunyai dua pilihan: turunkan tarif impor terhadap semua produk AS, atau menerima kenaikan tarif resiprokal dengan lapang dada.
Atau, pilihan ketiga: kalau Indonesia merasa tarif resiprokal Trump tidak benar, atau ngawur, Indonesia bisa membalas dengan menaikkan tarif impor tambahan, alias tarif resiprokal, terhadap semua produk AS, yang nantinya akan dibalas lagi oleh Trump?
Sejauh ini India tidak berani. Vietnam juga tidak berani. Mereka memilih kompromi dan negosiasi. Yang jelas, dampak tarif resiprokal Trump sudah membuat ekonomi dunia terguncang, pasar saham global anjlok.
Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.