CEK KEBIJAKAN: Apa yang Dipikirkan Trump dengan Tarif Ekstra Tinggi?

Formula tarif Trump dinilai tidak memiliki landasan teori ekonomi yang solid.

By
in Now You Know on
CEK KEBIJAKAN: Apa yang Dipikirkan Trump dengan Tarif Ekstra Tinggi?
Sumber: Gedung Putih

Muhammad Syarkawi Rauf

Oleh Muhammad Syarkawi Rauf, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Hasanuddin, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) 2015-2018, pernah menjadi Direktur Utama BERDIKARI dan Komisaris Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI/IX.

Media Amerika Serikat (AS) CNN pada Selasa (11/3/2025) menerbitkan tulisan berjudul What trump actually wants from tariffs?

Presiden AS Donald Trump dengan Trumponomics meyakini bahwa instrumen tarif merupakan panacea untuk membuat America great gain atau America rich again.

Kebijakan tarif super tinggi membantu merestorasi sektor manufaktur dan memulihkan keseimbangan perdagangan AS dengan sejumlah negara. Tarif tinggi membuat harga barang impor menjadi lebih mahal, untuk melindungi produk dalam negeri AS.

Kebijakan tarif tinggi meningkatkan pendapatan tarif dan membuat produk lokal bersaing dengan barang impor. Penerimaan tarif membantu pemerintah AS membayar utang dan mengatasi defisit anggaran.

Langkah ini dilakukan Trump tanpa membebani pembayar pajak di AS dengan tarif pajak tinggi. Bahkan, pemerintahan Trump memiliki ruang fiskal untuk menurunkan tarif pajak.

Lebih jauh, kebijakan tarif tinggi mendorong relokasi investasi ke AS, membantu merestorasi sektor manufaktur AS, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru di AS.

Visi Trump membuat America great again dan keyakinannya terhadap instrumen tarif untuk mengatasi banyak masalah perekonomian AS yang melatarbelakangi kebijakan tarif ekstra tinggi.

Pada tahap pertama, pemerintahan Trump mengenakan tarif impor sebesar 10% kepada semua negara yang berlaku pada 5 April 2025.

Pada tahap kedua, pemerintahan Trump mengenakan tarif super tinggi secara selektif kepada 60 negara. Kebijakan tarif Trump sebagai tarif balasan atas kebijakan tarif dan non-tariff barrier yang diberlakukan oleh sejumlah negara terhadap produk AS.

Landasan Ekonomi Tak Solid

Tarif Trump

Formula tarif Trump dinilai tidak memiliki landasan teori ekonomi yang solid. Ia hanya mempertimbangkan surplus atau defisit perdagangan dengan suatu negara, dibagi dengan total impor dari semua negara.

Lalu, dikali elastisitas permintaan terhadap harga barang impor (bernilai 4), dikali lagi dengan elastisitas harga terhadap tarif barang impor (bernilai 0,25).

Sebagai contoh, tarif impor terhadap China diperoleh dari pembagian antara defisit perdagangan AS-China sekitar US$295 miliar dibagi total impor AS dari semua negara sebesar US$440 miliar, sama dengan 67%.

Hasil akhirnya adalah 67% dibagi dua, sehingga diperoleh besaran tarif 34%.

Formula yang sama diberlakukan terhadap Indonesia sehingga diperoleh tarif sebesar 32%, Afrika Selatan 30%, India 26%, Malaysia 24%, Vietnam 46%, Kamboja 49% dan Thailand 36%.

Artinya, semakin besar surplus perdagangan dari suatu negara terhadap AS maka semakin besar tarif impor yang diberlakukan terhadap negara bersangkutan.

Kebijakan ini menimbulkan ketidakpastian global yang tercermin pada harga saham di berbagai negara yang mengalami penurunan.

Investor dalam jangka pendek, khususnya di Emerging Market Economies (EMEs), seperti Indonesia merelokasi portofolionya ke aset negara yang dianggap aman (safe-haven).

Demikian juga dengan nilai tukar EMEs mengalami depresiasi karena capital outflow, investor mencari mata uang safe-haven. Hal ini terjadi dengan rupiah yang terdepresiasi hingga level 17.261 per dolar AS.

Bisa Berujung Stagflasi

TrumpSejalan dengan penelitian Murice Obstfeld dalam Project Syndicate (19/12/2024), tarif tinggi Trump dapat menjerumuskan perekonomian AS dalam jangka pendek dan menengah ke dalam stagflasi.

Stagflasi adalah kombinasi antara pelambatan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan pengangguran.

Kebijakan tarif Trump berdampak langsung terhadap perekonomian Indonesia melalui jalur perdagangan. Kontribusi ekspor barang dan jasa terhadap Produk Domestik Bruto (ODB) Indonesia mencapai sekitar 22,18% pada tahun 2024.

Tujuan ekspor terbesar kedua Indonesia adalah AS sebesar US$26,3 miliar. Komoditas ekspor utama Indonesia yang paling terdampak adalah mesin/peralatan elektrik, pakaian dan aksesoris rajutan, alas kaki, serta pakaian dan aksesoris non-rajutan.

Bagi AS, ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 1% dari total impor AS. Impor AS tertinggi berasal dari Uni Eropa sebesar 18,5% dan China sebesar 13,4%. EU dan China lah yang paling terdampak dari kebijakan tarif Trump.

Baca Juga: Industri Padat Karya Dibayangi PHK Akibat Tarif Trump, Ambil Solusi Ini!

Lalu, apa yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi kebijakan tarif Trump sehingga tidak mendistorsi pertumbuhan ekonomi nasional?

Langkah pertama, inward-looking. Meningkatkan konsumsi domestik dan meningkatkan efisiensi industri manufaktur sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi.

Langkah kedua, reformasi tataniaga ekspor dan impor dengan menghilangkan hambatan tarif dan non-tarif. Hapus kuota impor terhadap barang yang produksi dalam negerinya sangat kecil, khususnya barang kebutuhan pokok.

Langkah ketiga, outward-looking. Melakukan negosiasi langsung, bukan retaliasi, dengan pemerintahan Trump untuk merelaksasi tarif terhadap produk ekspor Indonesia yang bersifat komplementer (tidak bersifat subtitusi) terhadap produk AS.

Langkah keempat, mencari pasar ekspor baru, seperti ke Uni Eropa dan Timur Tengah. Ekspor Indonesia ke kawasan ini jumlahnya masih sangat kecil, khususnya untuk produk elektronik, tekstik dan produk dari tekstil.

Kabar baiknya, dalam menghadapi retaliasi dari China, pemberlakuan tarif balasan dari China terhadap tarif Trump, pemerintahan Trump mulai mencari mitra dengan membuka pintu negosisasi dengan Jepang dan Korea Selatan (Korsel).

Namun pemerintah Indonesia tetap harus waspada mengingat kebijakan tarif Trump, mengutip CNN, sejak awal ditujukan untuk mewujudkan keseimbangan perdagangan dengan sejumlah negara, pembiayaan defisit, dan membayar utang pemerintah AS.***

Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\