Jakarta, TheStance – Komika Pandji Pragiwaksono tersandung kasus hukum. Kali ini bukan karena kritikan politik yang sering ia lontarkan, melainkan karena materi stand-up comedy yang dibawakan saat menggelar pertunjukan bertajuk 'Mesakke Bangsaku' pada 2013 silam.
Materi menuai polemik itu yakni candaan dia terkait budaya pemakaman adat Toraja. Ketika itu, Pandji menyebut bahwa adat pemakaman orang Toraja itu mahal, hingga warga kurang mampu hanya mampu menyimpan jenazah anggota keluarga di ruang tamu.
Pandji lalu menyinggung tamu yang datang ke rumah orang Toraja kurang mampu itu akan kebingungan karena ada jenazah di sana. Sontak, candaan tersebut membuat gelak tawa penonton.
Potongan video berdurasi 1 menit 44 detik yang memuat cuplikan candaan tersebut kemudian menyebar luas di media sosial dan memicu kemarahan masyarakat Toraja.
Materi stand up comedy Pandji 12 tahun lalu itu dianggap serius oleh Aliansi Pemuda Toraja. Mereka lalu melaporkan Pandji ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Senin, (3/11/2025), terkait dugaan pelecehan budaya dan adat Toraja.
"Mengatakan orang Toraja yang tidak mampu menyimpan jenazah keluarga di ruang tamu akhirnya menakut-menakuti tamu. Rumah berasa horor. Apalagi disampaikan dengan gimik merendahkan," kata Ricdwan Abbas Mandaso, salah satu perwakilan pelapor dari Aliansi Pemuda Toraja.
Ricdwan menilai candaan itu telah merendahkan masyarakat Toraja. Sebab, budaya pemakaman atau adat Rambu Solo yang telah diwariskan secara turun-temurun malah dijadikan bahan candaan.
Tidak tanggung-tanggung, Pandji dilaporkan dengan sejumlah pasal mulai dari Pasal 156 KUHP, Pasal 157 KUHP, Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45A ayat (2), sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016.
Masih ditambah lagi dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Terancam Sanksi Denda 48 Kerbau dan Babi Hingga Uang Tunai

Tak hanya ancaman pidana, imbas candaannya itu, Pandji juga terancam sanksi adat dari komunitas adat Toraja.
Ketua Umum Tongkonan Adat Sang Torayan (TAST), Benyamin Rante Allo mengatakan Pandji diberi sanksi material adat berdasarkan asas 'lolo patuan atau mengorbankan kerbau dan babi. Totalnya yakni masing-masing 48 ekor kerbau dan babi.
Pandji juga diwajibkan untuk menanggung sanksi moral atau lolo tau sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan pemulihan kehormatan. Dia diwajibkan membayar Rp2 miliar.
"Uang tersebut akan digunakan untuk kegiatan adat, pendidikan budaya dan pemulihan simbol-simbol adat Toraja yang telah tercemar akibat pernyataan Pandji," katanya.
Pandji didesak segera datang ke Toraja untuk memenuhi sanksi adat tersebut.
"Kami telah melayangkan somasi atau peringatan hukum dan adat kepada Saudara Pandji Pragiwaksono dan diterima melalui email. Jadi hari ini batas 3x24 somasi yang kami kirim," kata Benyamin.
Pandji Minta Maaf

Terkait polemik ini, Pandji Pragiwaksono menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Toraja atas materi komedi tersebut.
Permintaan maaf itu disampaikan melalui unggahan di akun Instagram @pandji.pragiwaksono pada Selasa (4/11/2025), setelah video lawakan tersebut kembali viral dan menuai protes.
Dalam unggahan tersebut, Pandji mengaku telah berbicara dengan Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, yang menceritakan soal makna dan nilai-nilai budaya Toraja.
“Dari obrolan itu, saya menyadari bahwa joke yang saya buat memang ignorant, dan untuk itu saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Toraja yang tersinggung dan merasa dilukai,” katanya.
Dia pun mengemukakan ada dua proses hukum yang tengah berjalan atas persoalan itu. Pertama, proses hukum negara untuk penyelesaian dari laporan polisi. Selanjutnya, penyelesaian hukum adat yang hanya bisa dilakukan di tanah Toraja.
Dalam pernyataannya, Pandji mengaku siap untuk menjalani proses hukum tersebut.
“Saya akan berusaha mengambil langkah itu. Namun, bila secara waktu tidak memungkinkan, saya akan menghormati dan menjalani proses hukum negara yang berlaku,” ujarnya.
Pandji menyatakan akan mengambil pelajaran dari kejadian ini dan menjadikannya momen untuk memperbaiki diri sebagai komedian.
Ia pun berharap insiden ini tidak menyurutkan semangat para komika untuk mengangkat isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), namun tetap menyampaikannya dengan lebih bijak.
“Yang penting bukan berhenti membicarakan SARA, tapi bagaimana membicarakannya tanpa merendahkan atau menjelek-jelekkan,” katanya.
Komedian Terseret isu SARA

Kejadian komedian tersangkut kasus SARA bukan kali pertama. Berdasarkan catatan TheStance, sejumlah komika pernah terserempet isu bernuansa SARA (Suku Agama, Ras, dan Antargolongan). Penyebabnya pun beragam. Ada karena membuat pernyataan di media sosial yang dinilai sensitif, dan ada pula karena mengeluarkan banyolan yang dianggap menyinggung agama.
Berikut komika yang terekam pernah terserempet isu SARA :
1. Rizky Firdaus Wijaksana alias Uus
Cuitan komika bernama panggung Uus di media sosial ini dianggap mendiskreditkan umat Islam. Puncaknya cuitan Uus di twitter dianggap mengejek Imam FPI Habib Rizieq Shihab. Warganet pun bereaksi keras dengan membuat petisi yang mengecam ulah kontroversial Uus ini. Petisi pun menjadi viral.
Uus pun menyadari kekeliruannya. Ia lalu mengunjungi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan mengeluarkan pernyataan maafnya secara terbuka.
2. Ernest Prakasa
Penyebabnya nyaris sama, cuitan Ernest di media sosial yang dinilai mendiskreditkan ulama.
Komika ini dianggap membuat komentar yang tidak benar terhadap ulama asal India, Zakir Naik, yang sedang melakukan safari dakwah di Indonesia. Dia menyebut Zakir Naik mendanai ISIS berdasarkan berita dari Dailymail, yang belakangan ternyata diketahui artikel itu dinyatakan tidak benar.
Namun, Ernest menyadari kekeliruannya dan meminta maaf kepada masyarakat, khususnya umat Islam karena tergesa-gesa percaya pada media Barat tersebut. Permohonan maaf itu juga disampaikannya melalui akun Twitter-nya.
3. Joshua Suherman
Komika yang juga mantan penyanyi cilik Joshua Suherman pernah dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terkait dugaan penodaan agama akibat materi stand up comedy-nya.
Kalimat Joshua yang dianggap melecehkan, yaitu saat ia membanding-bandingkan personil girlband CherryBelle, Anisa dengan Sherrly berdasarkan agama. Dalam materinya, Joshua menyebut bahwa Anisa lebih unggul karena agamanya mayoritas, yaitu Islam.
4. Tretan Muslim dan Coki Pardede
Pada 2018 silam, Komika Tretan Muslim dan Coki Pardede menjadi sorotan. Keduanya dinilai telah menista agama lewat sebuah video memasak babi campur kurma di YouTube.
Dia membuat konten video bernama Last Hope Kitchen yang tujuannya memasak tanpa harus mencicipi. Dalam video itu, Muslim ingin memasak babi yang dinilai haram di agama Islam dicampur dengan kurma.
Video tersebut pun mengundang komentar. Salah satunya dari ustaz Derry Sulaiman yang mengungkapkan video lawakan tersebut menista agama. Atas kegaduhan yang ditimbulkan, keduanya akhirnya meminta maaf.
5. Grup Lawak Bagito
Pada tahun 1999, Grup Lawak Bagito juga pernah tersandung masalah. Meski bukan terkait isu SARA, namun materi lawakannya memicu protes berbagai kalangan masyarakat pendukung Gus Dur yang mayoritas dari kalangan Nadlatul Ulama (NU). Lawakan Bagito dianggap telah menghina kondisi fisik Presiden.
Ketika itu, Miing Bagito mengkritik Gus Dur dengan menirukan gaya orang buta meletakkan telepon secara salah dalam sebuah acara televisi.
Bagito kemudian meminta maaf kepada Gus Dur yang ketika itu menjadi presiden.
Personil Bagito, Miing yang dipanggil ke istana kemudian menceritakan sikap Gus Dur. Kala itu, Gus Dur yang memang dikenal memiliki selera humor yang tinggi mengatakan tak masalah dengan kritik tersebut dan justru meminta Miing untuk terus mengkritik pemerintah demi kebaikan negara.
Memang Sensitif

Komedi memang sering dicap sepele dan ringan. Namun, begitu menyinggung SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), komedi bisa naik kasta jadi headline nasional.
Peneliti humor dari Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3), Ulwan Fakhri mengatakan kondisi ini tak bisa dilepaskan dari konteks Indonesia sebagai negara dengan keragaman etnis terbesar di dunia.
“Badan Pusat Statistik mencatat lebih dari 1.200 suku bangsa di Indonesia. Dengan keragaman sebesar itu, komedi kita memang penuh ranjau sensitivitas,” ujar Ulwan.
“Agama saja yang resminya hanya enam, sudah berkali-kali membuat komedian terpeleset. Apalagi suku yang jumlahnya ribuan,” tambahnya.
Menurut Ulwan, perbedaan respons terhadap sebuah lelucon di mana ada yang menertawakan dan ada yang tersinggung, tak lepas dari faktor budaya, pendidikan, agama, hingga pengalaman hidup masing-masing orang.
Ia merujuk pandangan Steven Benko, profesor etika dari Meredith College, yang menyebut bahwa humor dan etika berada di ranah yang sama, yakni sangat dipengaruhi oleh pengalaman personal.
“Satu lelucon yang sama bisa memancing dua reaksi ekstrem: tawa geli atau somasi,” kata Ulwa.
Karena itulah humor berjalan bersama apa yang disebut filsuf Robert C. Roberts sebagai perspectivity alias keragaman sudut pandang.
Menurut Ulwan, orang yang mampu melihat suatu humor dari berbagai perspektif akan lebih mudah memahami konteks sebuah lelucon, terlepas dari apakah ia setuju atau tidak.
Ulwa juga menjelaskan konsep “moral holiday”, yakni kondisi ketika seseorang memberi “cuti” sejenak pada standar moralnya demi menikmati humor yang mungkin tidak sepenuhnya sejalan dengan nilai yang ia pegang.
“Menertawakan humor yang tidak etis bukan berarti kita kehilangan standar moral. Kita hanya memberi jarak agar bisa melihat sisi lain realitas,” jelasnya.
Meski demikian, Ulwan mengingatkan, humor tak pernah sepenuhnya personal. Ia juga bersifat komunal. Ulwa menyebut teori superioritas, inkongruensi, dan pelepasan (relief) sebagai faktor yang menjelaskan mengapa humor dapat memperkuat batas kelompok sosial.
Ketika Tawa Menciptakan ‘Kita’ dan ‘Mereka’

Ulwa menambahkan, tawa dapat menciptakan batas antara in-group dan out-group, yang kerap disederhanakan menjadi isu politik identitas.
“Di titik inilah, komedi yang mencatut kesukuan menjadi tambang konflik yang empuk,”
“Polanya hampir selalu sama: ada materi komedi tentang suatu suku, muncul kelompok yang tersinggung, lalu terjadi mobilisasi representasi kolektif.” jelasnya.
Solusi berkomedi yang diklaim “aman” dengan cara “menertawakan etnis sendiri” ternyata juga tidak sesepele itu.
Contohnya, pada 2020 lalu, komika Boris Bokir juga harus minta maaf secara terbuka setelah disomasi kantor-kantor pengacara. Materi yang ia bawakan beberapa tahun sebelumnya, dipermasalahkan karena dinilai merendahkan Suku Batak, padahal notabene Boris sendiri berasal dari suku tersebut.
Ketika itu dalam lawakannya, Boris menyatakan agar hati-hati kalau makan dengan orang Batak, bisa-bisa habis semua. Tidak hanya makanan, tapi juga dompet dan hp --karena orang Batak suka mencopet. Dan bila orang Batak jadi pengacara, maka isinya penipu semua.
Ulwan menilai komedian bisa saja memilih jalur paling aman yakni dengan menghindari total humor tentang identitas suku. Namun, ia memberi catatan penting.
“Setiap humor pada dasarnya akan selalu membelah kerumunan. Akan selalu ada yang tertawa dan yang tidak, entah organik ataupun dimobilisasi.”
Ia mendorong agar publik agar tidak mudah terjebak dalam pusaran politik identitas hanya karena sebuah lelucon viral.
"Di sisi lain, bagi para konsumen komedi, jangan ragu untuk mengambil moral holiday. Biar kita juga bisa memberi jarak agar tidak langsung terjebak dalam pusaran politik identitas. Toh, kita juga harus tetap menjaga fokus dan energi untuk mengawal isu-isu yang sangat krusial, seperti mafia hukum, perdagangan orang/anak, serta korupsi uang kita semua para pembayar pajak," tegas Ulwan.
Yang paling aman adalah humor yang tidak menyinggung SARA atau merendahkan pihak lain.
Dalam catatan The Stance, tradisi humor aman sebenarnya bukan hal baru.
Kita sebenarnya sudah mengalami di era lawak tradisional mulai dari zamannya ludruk Jawa Timuran Sidik cs atau Kartolo dkk di tahun 1980an, Ketoprak Mataram, hingga Srimulat yang legendaris.
Hanya saat ini, tradisi humor yang lagi trending memang stand-up comedy yang akarnya dari Barat, di mana seorang pelawak tunggal bernarasi, berusaha witty, dan sering poking fun at others. (est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance