Jakarta, TheStanceID – Pemerintah resmi akan menambah satu kementerian baru menyusul pengesahan RUU perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah menjadi Undang-undang.

Salah satu klausul baru dalam revisi UU No 8/2019 itu adalah pembentukan kementerian khusus untuk menyelenggarakan haji dan umrah yang selama ini menjadi tugas Kementerian Agama.

Keputusan ini pun menimbulkan pro dan kontra karena ada yang menilai ibadah haji sebagai sektor yang terlalu kecil dan sederhana untuk diurus lembaga setingkat kementerian, selain tentunya berpotensi membebani anggaran.

Saat ini, minus Kementerian Haji dan Umrah yang akan dibentuk, Kabinet Merah Putih sudah beranggotakan total 109 orang, terdiri dari 48 menteri dan lima pejabat setingkat menteri, ditambah dengan 56 wakil menteri. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi sejak Kabinet Dwikora III pada 1966.

Pelayanan Haji, Satu Atap di Kementerian Haji dan Umrah

Marwan Dasopang

Pengesahan ini dilakukan setelah DPR mendapatkan persetujuan dalam rapat paripurna ke-4 DPR masa sidang tahun 2025-2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

“Apakah rancangan undang-undang tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Dan Umrah dapat menjadi undang-undang?” tanya Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, selaku pimpinan rapat.

“Setuju,” jawab para anggota DPR serentak.

Sebelumnya, Ketua Komisi VIII, Marwan Dasopang, melaporkan hasil pembahasan revisi undang-undang tersebut. Salah satunya Panja Komisi VIII dan Panja Pemerintah sepakat membentuk Kementerian Haji dan Umrah.

Menurut dia, kehadiran kementerian baru ini akan menghadirkan pelayanan haji dan umrah yang terintegrasi di bawah satu atap

“Kementerian Haji dan Umrah akan menjadi one stop service. Semua yang terkait dengan penyelenggaraan haji akan dikendalikan dan dikoordinasikan oleh Kementerian Haji dan Umrah,” katanya.

Nantinya, seluruh infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) yang selama ini menangani penyelenggaraan ibadah haji akan dialihkan menjadi bagian dari kementerian tersebut.

Untuk diketahui, selama ini penyelenggaraan haji dan umrah menjadi tanggung jawab Kementerian Agama (Kemenag).

Pada awal masa pemerintahannya, Prabowo kemudian membentuk Badan Penyelenggaraan (BP) Haji dan Umrah. Dengan disepakatinya RUU Haji dan Umrah tersebut, BP Haji dinaikkan statusnya menjadi kementerian.

Berdasarkan catatan TheStanceID, pembahasan RUU Haji ini terbilang kilat karena diselesaikan tak lebih dari satu pekan sejak pembahasan bersama pemerintah dimulai pada Kamis (21/8/2025).

DPR terus menggelar rapat maraton siang dan malam, bahkan hingga akhir pekan pada Sabtu (23/8) dan Minggu (24/8) malam lalu, hingga akhirnya disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, pada Selasa (26/8/2025).

Ingin Memperkuat Sistem Penyelenggaraan Haji

Supratman Andi Agtas

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, mengatakan saat ini pemerintah sudah memproses perubahan nomenklatur itu.

“Saat ini, prosesnya ada di Kementerian Sekretariat Negara dan Kemenpan RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi),” kata Supratman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, (25 /8/2025).

Dia mengungkapkan Prabowo ingin membentuk Kementerian Haji dan Umrah karena ingin memperkuat sistem penyelenggaraan haji.

Politisi Partai Gerindra ini menambahan, dengan memperkuat dan menyempurnakan sistem, Presiden berharap penyelenggaraan haji dan umrah sesuai dengan dinamika dan kebutuhan jemaah.

Ormas Islam Cenderung Mendukung

Anwar Abbas MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi peningkatan status BP Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah. MUI menilai kehadiran Kementerian Haji dapat lebih mengoptimalkan peran negara dalam penyelenggaraan haji.

“MUI siap bekerja sama, mendukung, dan memberikan support untuk sukses penyelenggaraan haji dengan optimal, melalui fatwa-fatwa keagamaan terkait ibadah haji,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, dalam keterangannya, Senin (25/8/2025).

Asrorun berharap kehadiran Kementerian Haji dan Umrah dapat membuat umat Islam melaksanakan haji secara baik, terpenuhi syarat rukun, serta terlayani sarana-prasarana.

Senada, Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, yang juga Wakil Ketua MUI, menilai kenaikan status menjadi kementerian akan membuatn pemerintah lebih leluasa melakukan pembahasan dengan Kementerian Haji Arab Saudi, karena berada di level yang sama.

"Karena sudah setara atau setingkat, sehingga akan menjadi mudah bagi Kementerian Haji Indonesia untuk membangun kesepakatan dan kesepahaman dengan pihak Kementerian Haji Saudi dan pihak-pihak terkait lainnya," katanya.

Anwar juga berharap kenaikan status BP Haji menjadi kementerian dapat membuat pelayanan haji bagi jemaah RI menjadi lebih baik.

Di kesempatan terpisah, Ketua PBNU Fahrur A Rozi berpendapat, kenaikan BP Haji menjadi kementerian akan membuat badan yang dipimpin M. Irfan Yusuf itu lebih fokus mengurus haji bagi jemaah

"Saya setuju jika diintegrasi penuh sistem tata kelola haji dengan meningkatkan BP Haji menjadi Kementerian, agar penyelenggaraan haji lebih terpadu, profesional, dan efisien," katanya.

Perkuat Ekosistem Penyelenggaraan Haji

 Mustolih Siradj

Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, menilai pembentukan Kementerian Haji menjadi langkah tepat untuk memperkuat ekosistem penyelenggaraan haji. Semrawut persoalan penyelenggaraan haji dapat terkoordinasi dalam satu kementerian.

"Yang paling penting adalah bagaimana memperkuat ekosistem penyelenggaraan haji dan umrah," ujar Mustolih dalam keterangannya, Selasa (26/8/2025).

Selama ini, menurut Mustolih, pemerintah dan pihak swasta, baik Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), masih jalan sendiri-sendiri dalam penyelenggaraan haji. Belum sinergi.

Menurutnya Kementerian Haji juga penting untuk mengikis praktik-praktik penyalahgunaan kewenangan, seperti distribusi kuota haji yang tidak bertanggung jawab.

"Diharapkan, karena ini sudah ada kementerian yang fokus pada urusan penyelenggaraan haji dan umrah, maka haji ke depan menjadi kebih baik, profesional, termasuk mengikis praktik yang mengecewakan masyarakat seperti korupsi," jelas Mustolih.

Ia mendorong pembentukan Kementerian Haji bisa dilakukan secara cepat. Pasalnya, tahun ini pemerintah Arab Saudi memajukan tahap proses penyelanggaraan ibadah haji.

Tidak Serta merta Selesaikan Permasalahan Korupsi Haji

Egi Primayogha

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, Egi Primayoga berpandangan pembentukan Kementerian Haji oleh Pemerintah tidak serta-merta akan menyelesaikan permasalahan korupsi dalam penyelenggaraan haji.

Dia menekankan perlu pengawasan kuat dalam Kementerian Haji. Termasuk soal birokrasi, kultur, kompetensi dan lainnya.

"Tanpa ada perbaikan pada aspek tersebut korupsi haji akan terus terjadi,” ujar Egi dalam keterangannya, Selasa (26/8/2025).

Dia menambahkan banyak kasus sudah terjadi terkait pelaksanaan haji. Dari era Menteri Agama Said Agis pada 2005, era Surya Dharma Ali, hngga Menteri Agama sebelumnya, Yaqut Cholil Qoumas.

“Sekarang KPK sedang melusuri kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024,” lanjutnya.

Terakhir, ICW baru-baru ini melaporkan dugaan korupsi pengadaan catering dan pemondokan haji dalam penyelenggaraan haji 2025 ke KPK karena diduga telah merugikan negara sebesar Rp306 miliar.

Potensi Pembengkakan Anggaran

Eko Prasojo

Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Eko Prasojo, menyoroti potensi pembengkakan anggaran dalam pembentukan Kementerian Haji dan Umrah, jika tidak dilakukan dengan hati-hati.

Dia menilai, pembentukan Kementerian Haji dan Umrah ini memang bisa mengurangi gemuknya porsi kewenangan Kemenag.

”Secara logis memang pemisahan urusan haji dan umrah untuk menghindari span of control (jumlah bawahan yang dikendalikan atasan) di Kementerian Agama yang terlalu besar,” ujar Eko Prasojo.

Guna menghindari pembengkakan anggaran, Eko menyarankan, pemerintah lebih baik menggunakan struktur yang sudah ada sebelumnya, dan lebih menekankan pada posisi fungsional dibandingkan struktural.

”Sebenarnya, strukturnya (penyelenggaraan haji), kan sudah ada di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU). Jadi, pembentukan lembaga ini tidak dari embrio sehingga beban tambahan anggaran tidak akan dari nol. Namun, jabatan struktural yang akan membuat mahal,” ungkapnya.

Efektivitas dan efisiensi dari struktur organisasi ini, bisa mengambil contoh desain kementerian sekaligus badan. Ini juga dilakukan oleh sejumlah kementerian, seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) atau Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN.

”Nah, jadi dengan menambahkan status menjadi kementerian dan badan, itu sebenarnya menambah kewenangan. Ini untuk menjamin efektivitas pelayanan haji,” ujarnya. (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.