Baru Juga Lantik Anggota, DPR Bikin APBN “Bengkak” hingga Ratusan Miliar

Rumah dinas ditarik, diganti uang tunjangan yang belasan kali lebih boros dari anggaran pemeliharaannya senilai Rp26 miliar.

By
in Headline on
Baru Juga Lantik Anggota, DPR Bikin APBN “Bengkak” hingga Ratusan Miliar
Kondisi lingkungan Rumah Jabatan Anggota (RJA) DPR di Kalibata, (Sumber: https://tender-indonesia.com/)

Jakarta, TheStanceID - Tak pernah terbayangkan oleh Jamaludin Malik bahwa dia harus numpang di rumah paman di Lebak Bulus Jakarta Selatan pasca dilantik menjadi Anggota DPR RI. Rumah dinas ditarik, digantikan tunjangan yang justru lebih boros.

Jamaludin sempat viral karena mengenakan kostum ala Ultraman saat menghadiri pelantikan anggota DPR periode 2024-2029. Politisi Partai Golkar asal Jepara Jawa Tengah ini terpilih dari daerah pemilihan Jawa Tengah II, 1 Oktober 2024 lalu.

Dia terpaksa menumpang di rumah kerabatnya di Jakarta dan Bekasi menyusul ketentuan baru yang tertuang lewat Surat Sekretariat Jenderal DPR bernomor B/733/RT.01/09/2024 tanggal 25 September 2024.

Surat itu berisi pengumuman bahwa Anggota DPR 2024-2029 tak lagi mendapat Rumah Jabatan Anggota (RJA). Sebagai gantinya, mereka akan mendapat tunjangan perumahan yang berlaku sejak dilantik.

"Kami ini dari daerah, masih numpang-numpang karena kami belum ada penghasilan," keluh Jamaludin, ketika diwawancarai oleh Kompas TV yang diunggah di YouTube pada Rabu (9/10/2024).

Baru pertama kali terpilih menjadi anggota DPR, Jamaludin mengaku tidak masalah jika menempati rumah dinas DPR yang lama, selama layak ditempati. Apalagi dari daerah asalnya, selain keluarga, dia membawa 5 orang yang akan bekerja sebagai staf.

Nyaman di Rumah Dinas

Sementara itu, Anggota DPR RI asal Bali, I Nyoman Parta, mengaku nyaman tinggal di rumah dinas di Kalibata, Jakarta Selatan. Parta yang kembali terpilih di periode ini mengaku selalu menempati rumah tersebut lantaran tak punya rumah di Jakarta.

Meski atap rumah dinas yang ditempatinya sering bocor, dan dindingnya lembab, dia bisa memaklumi mengingat rumah dinas di Kalibata sudah berusia puluhan tahun dan belum pernah mengalami renovasi besar.

"Saya sih nyaman-nyaman saja tinggal di rumah dinas," kata Parta seperti dikutip Detik, meski juga mengakui dia harus merogoh kocek tak sedikit untuk pemeliharaan.

Namun, pria asal Gianyar itu tidak mempermasalahkan jika rumah dinas dicabut dan diganti tunjangan. Menurutnya, jika nantinya kebijakan berubah menjadi tunjangan uang, ia akan mencari rumah kontrakan.

"Bukan lebih enak atau tidak enak. Anggota DPR RI itu kan asalnya dari seluruh provinsi di Indonesia. Rata-rata tidak punya rumah di Jakarta," bebernya.

Dengan kebijakan baru di periode ini, Parta akan memanfaatkan uang tunjangan rumah dinas untuk mencari rumah kontrakan di sekitar Jakarta Selatan.

Tidak Layak Ditinggali

Abai dengan pernyataan Jamaluddin dan Parta, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar mengklaim fasilitas rumah jabatan dihapus karena mayoritas dari 570 rumah dinas anggota DPR di Kalibata dan Ulujami sudah tidak layak huni.

Rumah-rumah itu, menurut dia, penuh rayap, tikus, hingga bocor. Rata-rata, kata Indra, setiap hari ada 15-20 keluhan dari anggota DPR terkait rumah jabatan.

"Rata-rata berkaitan dengan kebocoran rumah. Kemudian banyaknya tikus, juga berkaitan dengan akibat rayap yang itu biasanya di lemari-lemari dan sebagainya cepat rusak di sini," kata Indra seperti dikutip CNN Indonesia, Senin (7/10/2024).

Ia menuturkan pemeliharaan rumah jabatan butuh biaya tinggi. Karena itu, kata Indra, fasilitas rumah jabatan akan diganti dengan tunjangan perumahan agar lebih fleksibel.

Nilai tunjangan perumahan masih dihitung, tetapi akan menyesuaikan harga sewa rumah di sekitar Senayan. Pihaknya masih melakukan survei harga sewa hunian di sekitar Senayan hingga Kebayoran.

Selanjutnya, besaran tunjangan pengganti rumah dinas akan dikonsultasikan dengan Kementerian Keuangan di rapat DPR. "Kita ingin yang paling realistis, rumah hunian yang sangat layak dengan tiga kamar, itu rate-nya berapa? Nanti kami bekerja bersama dengan appraisal, kami akan lihat besaran ideal yang akan diberikan kepada Dewan," jelas Indra.

Lalu bagaimana nasib rumah dinas yang lama? Dirubuhkan atau dialihfungsikan? Indra mengaku belum bisa memastikan. Menurut dia, hal itu akan dibicarakan dengan Sekretariat Negara sebagai pemilik aset.

Yang jelas, anggota DPR periode sebelumnya yang masih menempati rumah jabatan sudah "diusir," diberi tenggat waktu hingga akhir bulan ini untuk menyerahkan rumah tersebut.

Malah Lebih Boros

Rencana pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR periode 2024-2029 dikritik berbagai pihak, terutama karena nilainya yang tidak efisien dan hanya membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Peneliti Indonesian Parliamentary Center (IPC) Arif Adiputro, mengacu pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) DPR 2024, mencatat ada anggaran senilai Rp26 miliar untuk pemeliharaan gedung dan bangunan untuk RJA di Kalibata dan Ulujami.

Menurutnya, kondisi rumah yang tak layak tinggal bukanlah alasan untuk memberikan uang sewa ke anggota DPR, karena nyatanya sudah ada anggaran untuk perbaikan yang dialokasikan per tahun.

"Biaya pemeliharaan itu banyak, rincian budget ada.. Alasan rumah rusak, loh selama ini maintenance gimana? Apakah benar-benar sampai untuk pemeliharaan?" kata Arif dikutip dari Kompas TV.

Arif berpendapat jika tunjangan perumahan bagi anggota DPR sebesar Rp30 juta-Rp50 juta perbulan direalisasikan, maka akan membebani APBN. Besaran tunjangan perumahan per tahun itu bakal lebih besar daripada anggaran pemeliharaan.

Dalam setahun, besaran anggaran yang harus disiapkan APBN per tahun akan mencapai Rp360 juta-Rp600 juta per anggota DPR. Dikalikan dengan jumlah total orang anggota DPR, sebanyak 580 orang, angkanya menjadi Rp208 miliar-Rp348 miliar setahun.

Artinya, anggaran tersebut lebih boros antara 8 hingga 13 kali dari alokasi biaya pemeliharaan, yang hanya Rp26 miliar. Angka ini belum memasukkan nilai inefisiensi dari 570 rumah dinas yang mangkak dan kehilangan nilai ekonominya.

Jika ingin efisien, maka alokasi sewa rumah dinas mestinya sama seperti anggaran pemeliharaan sekarang (Rp26 miliar). Jika dibagi 580 anggota DPR, per tahun uang tunjangan rumah mereka mestinya Rp45 juta, atau Rp3,8 juta per bulan.

Arif juga menilai pemberian tunjangan perumahan dalam bentuk lump sum atau uang tunai bakal sulit dipertanggungjawabkan, karena belum tentu uang itu digunakan anggota dewan untuk menyewa rumah.

Tidak Sensitif Situasi Rakyat

Menurut dia, anggaran tunjangan perumahan anggota DPR semestinya dialihkan untuk membiaya program masyarakat, terutama di tengah situasi ekonomi yang sedang menantang seperti sekarang.

Senada dengan Arif, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyayangkan rencana tunjangan perumahan itu. Menurutnya, hal itu hanya menghambur-hamburkan anggaran negara di saat banyak rakyat sedang kesulitan.

"Sayang saja, duit sebanyak itu dihabiskan oleh wakil rakyat, ketika rakyat yang diwakili sebagian besar masih susah secara ekonomi. Di situlah letak persoalannya, karena tunjangan perumahan ini abai dengan situasi rakyat kebanyakan," kata Lucius, Selasa (08/10) dikutip dari CNN Indonesia.

Untuk diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini 9,9 juta keluarga di Indonesia masih belum memiliki rumah. Jika diasumsikan satu keluarga berisikan 4 orang, maka ada sekitar 40 juta orang yang masih ngontrak atau menumpang.

Lucius berpendapat kerusakan rumah dinas anggota DPR masih bisa diatasi dengan perawatan. Alasan kondisi rumah yang tak layak tinggal menurut dia hanya akal-akalan saja, agar anggota DPR bisa hidup mewah.

"Masa belum bikin apa-apa sudah minta banyak? Ini mental DPR yang sedari dulu bikin rakyat tak bersimpati, bikin tak mendukung niat DPR. Dan jelas ini merusak citra dan kehormatan DPR sebagai representasi rakyat," tegas dia. (est)

\