Selasa, 05 Agustus 2025
Term of Use Media Guidelines

Aditya, Mahasiswa Indonesia yang Ditahan Akibat Kebijakan Imigrasi Trump

Di era di mana satu keputusan imigrasi bisa menghancurkan keluarga, kita dipaksa bertanya: apakah ini keadilan?

By
in Human of Change on
Aditya, Mahasiswa Indonesia yang Ditahan Akibat Kebijakan Imigrasi Trump
Foto Aditya Harsono Wicaksono bersama putrinya yang berkebutuhan khusus. (sumber: https://www.gofundme.com/)

M. Fawaid AL

Oleh Muhammad Fawaid, seorang akademisi pemerhati sosial dan ekonomi, dosen di Institut Sains dan Teknologi NU (STINUBA) Denpasar, yang juga Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Bali. Kini aktif menciptakan konten melalui akun Tiktok @m..fawaid.al.

Di balik gemerlap mimpi Amerika, tersembunyi kisah luka yang nyaring namun sering luput didengar.

Aditya Wahyu Harsono, pria 33 tahun asal Indonesia, bukanlah tokoh politik atau selebriti dunia.

Ia hanyalah seorang mahasiswa, ayah dari bayi berkebutuhan khusus, dan suami dari perempuan yang kini menangis setiap malam, menanti keadilan yang tak kunjung datang.

Aditya ditangkap tanpa aba-aba.

Petugas imigrasi (Immigration and Customs Enforcement/ICE) menyergapnya seperti penjahat kelas kakap, padahal dia sedang bekerja dengan sepenuh hati di rumah sakit, mengurus logistik untuk menyelamatkan nyawa orang lain.

Ironis.

Negeri yang katanya menjunjung tinggi kemanusiaan justru mencabut kemanusiaan dari seorang pria yang hanya ingin bertahan hidup dan membangun masa depan.

Visanya dicabut secara diam-diam, seperti pencuri yang mengambil hak di tengah malam. Tak ada pemberitahuan. Tak ada penjelasan.

Hanya borgol dingin, dinding ruang bawah tanah, dan jeruji besi yang kini memisahkan seorang ayah dari anaknya yang baru bisa tersenyum.

Anak itu tak tahu bahwa dunia ini bisa sekejam itu, bahkan sebelum ia sempat mengucap kata “ayah” dengan jelas.

Kehilangan Banyak Hal

Peyton Harsono

Istrinya, Peyton Harsono, kini hidup dalam ketakutan dan kelelahan. Mereka kehilangan pekerjaan, kehilangan asuransi, dan hampir kehilangan tempat tinggal.

Sementara suaminya masih ditahan karena kesalahan kecil: membuat grafiti tiga tahun lalu. Kesalahan yang bahkan telah ditebus dengan denda kecil, namun kini menjadi alasan bagi negara adikuasa itu untuk mencabut masa depannya.

Lebih menyakitkan lagi, Aditya adalah seorang muslim yang vokal menyuarakan kemanusiaan untuk Gaza. Ia bukan teroris. Ia bukan kriminal.

Ia hanya manusia yang masih percaya bahwa suara kecil bisa membawa cahaya. Tapi keyakinan itu kini dibalas dengan jeruji dan pengucilan. Keadilan seperti menjauh, hukum seperti bersekongkol dengan ketakutan.

Dunia menyaksikan, tapi diam.

Sementara Peyton memohon, mengetuk hati publik lewat GoFundMe. Bukan demi kemewahan, bukan demi kekuasaan. Hanya agar mereka bisa membayar sewa apartemen dan membeli susu untuk bayinya yang istimewa.

Hanya agar suaminya bisa kembali pulang dan memeluk putrinya yang setiap hari menatap pintu tanpa tahu, kapan akan terbuka kembali.

Di era di mana satu keputusan imigrasi bisa menghancurkan keluarga, kita dipaksa bertanya, apakah ini yang disebut keadilan?

Baca juga: Kabinet Trump Dipenuhi Tokoh Pro-Israel Garis Keras; Siapa Saja Mereka?

Aditya hanyalah satu dari ratusan mahasiswa yang visanya dicabut tiba-tiba. Tapi bagi Peyton, bagi anak mereka, dia adalah dunia. Dan dunia itu kini hancur.

Ini bukan hanya kisah tentang kebijakan imigrasi. Ini adalah kisah tentang cinta, pengorbanan, dan perjuangan.

Tentang seorang ayah yang kini tak bisa lagi mencium kening anaknya. Tentang seorang istri yang harus kuat, saat dunia membiarkannya rapuh. Tentang harapan, yang meski redup, belum sepenuhnya padam.

Karena selama air mata masih mengalir, kemanusiaan belum mati.***

Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\