Semarang, TheStanceID - Pada pertengahan April 2025 muncul wacana desakan pemakzulan Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres), Gibran Rakabuming Raka yang dimotori oleh Forum Purnawirawan TNI.
Status Gibran sebagai Wapres dinilai telah melanggar hukum acara Mahkamah Konstitusi (MK) dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Tak hanya mendesak agar anak dari mantan presiden ke- 7, Joko Widodo untuk mundur dari jabatannya, forum tersebut juga menyuarakan tujuh tuntutan lain di antaranya menolak keberlanjutan proyek mercusuar Ibu Kota Negara (IKN).
Mereka bahkan mendorong Presiden Prabowo Subianto merombak kabinet khususnya terhadap menteri yang korupsi, hingga menuntut tindakan tegas terhadap masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina.
Pernyataan tersebut ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksmana, 65 marsekal, dan 91 kolonel, serta diketahui oleh Jenderal TNI (Purn.) Try Sutrisno.
Menanggapi tuntutan pencopotan orang nomor dua di Indonesia, Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto, menyampaikan, Prabowo turut menghormati usulan yang disampaikan oleh rekan satu almamaternya.
“Kita tahu beliau dan para purnawirawan satu almamater, satu perjuangan, satu pengabdian, dan tentu punya sikap moral yang sama,” tuturnya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Namun, dia mengingatkan perihal batasan kewenangan dalam sistem pemerintahan yang menganut prinsip trias politika. Usulan tersebut berada di luar kewenangan eksekutif, sehingga tidak bisa ditanggapi secara langsung oleh presiden.
Survei Gibran Masih Tinggi
Menyusul tuntutan Forum Purnawirawan TNI untuk memecat Gibran, sekonyong-konyong muncul survei dari Rumah Politik Indonesia, yang mengeklaim mayoritas masyarakat merasa puas dengan kinerja Gibran.
“Sebanyak 79,8% responden mengaku puas dengan kinerja wapres Gibran. Dari persentase itu sebanyak 39,1% mengaku cukup puas, lalu 31,8% menyatakan puas, dan 8,9% sangat puas,” tutur Fernando Emas, Direktur Eksekutif Rumah Politik Indonesia, pada Selasa (29/4/2025).
Mengacu hasil survei yang diklaim melibatkan 1.310 responden itu, dia menilai Gibran mampu melengkapi kinerja Prabowo , pada semester pertama pemerintahan.
Sejumlah variabel, antara lain Gibran dinilai lebih berhasil membantu Prabowo dalam agenda pemberantasan korupsi sebesar 15,2%. Namun dalam catatan TheStanceID, tidak ada rekam-jejak Gibran dalam operasi pemberantasan korupsi.
Mengacu pada hukum tata negara, UUD Pasal 7A menjelaskan pemberhentian seorang presiden atau wakil presiden dapat dilakukan jika terpenuhi unsur berikut ini
Terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
Menurut Fernando yang juga politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), pelengseran wakil presiden tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan desakan moral kalangan masyarakat.
Fernando dikenal kritis menyerang Presiden Prabowo, misalnya terkait dengan pernyataan "ndasmu" beberapa waktu lalu. Dia juga cenderung mendukung Polri agar tidak dijadikan subordinat di bawah TNI.
Tuntutan Terkait Hukum Sulit Dipenuhi
Dalam salah satu tuntutannya, Forum Purnawirawan TNI menyoroti pelanggaran hukum terkait proses pencalonannya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan tidak ada pelanggaran hukum sehingga Gibran pun tidak harus mundur.
“Kalau acuannya apa yang terjadi waktu pilpres. MK telah memutuskan tidak ada pelanggaran hukum di situ [sengketa pilpres],” tutur Bivitri Susanti, ahli hukum tata negara.
Pasal 7B UUD 1945 menjelaskan bahwa DPR harus mengajukan permintaan ke MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa presiden atau wapres telah melakukan pelanggaran hukum, perbuatan tercela atau tak lagi memenuhi syarat.
Permintaan ini dapat dilayangkan ke MK jika didukung dalam sidang paripurna yang dihadiri minimal ⅔ dari jumlah anggota DPR. Jika MK menyatakan adanya pelanggaran, selanjutnya DPR menggelar sidang paripurna, makan dapat diteruskan ke MPR.
Selanjutnya, MPR dapat mengambil keputusan yang harus dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan disepakati sekurang-kurangnya ⅔ dari jumlah anggota yang hadir.
Menurut Bivitri, proses ini akan melewati negosiasi yang rumit, ditambah tujuh dari delapan fraksi yang ada di senayan merupakan koalisi pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Sangat-sangat sulit. Kecuali kalau memang fraksi yang dikuasai Prabowo itu kompak. Tapi kan guncangan politik ini nggak main-main, mereka akan hitung-hitungan di situ,” ujarnya.
Berujung Aksi Politik di Internal TNI
Dikutip dari BBC, Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor menilai Prabowo tidak benar-benar menindaklanjuti usulan dari Forum Purnawirawan TNI itu
Yang diperhatikan Prabowo bukan Gibran semata, melainkan sosok Jokowi di balik Gibran yang masih memiliki jejaring kekuasaan.
“Prabowo itu masih melihat Jokowi sebagai satu elemen penting dalam dunia politik yang tidak bisa dia tinggalkan, manakala dia ingin nyaman dan langgeng berkuasa,” jelas Firman.
Menanggapi usulan agar Gibran mundur, Firman melihat bahwa deklarasi ini sebagai ekspresi kekecewaan atas kapasitas Gibran selama mendampingi Prabowo.
“Jadi usulan ini saya baca sebagai ekspresi orang tua yang peduli dengan bangsanya, yang memperlihatkan juga bahwa kita dalam situasi very-very big trouble,” kata Firman.
Dia meyakini bahwa tuntutan itu sulit untuk dipenuhi, tetapi setidaknya secara moral para purnawirawan tersebut telah menyatakan suaranya.
Baca juga: Lapor Mas Wapres! Gimik Pencitraan Usang Berakhir Menjadi Bumerang
Menyusul tuntutan pelengseran Gibran oleh purnawirawan, sempat terjadi manuver politik di tubuh TNI berupa mutasi anak Try Sutrisno yakni Letjen Kunto Arief Wibowo dari posisi Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan atau Pangkogabwilhan I.
Namun, keputusan mutasi tersebut dianulir dalam hitungan jam, mengindikasikan bahwa keputusan tersebut diambil bukan dengan pertimbangan logis sesuai tata aturan yang berlaku.
“Pergantian Letjen Kunto Arief, lalu beberapa hari kemudian dibatalkan melalui surat keputusan baru, menunjukkan bahwa TNI terlalu mudah digoyah oleh urusan-urusan politik,” kata TB Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (3/5/2025). (mhf)
Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.