TheStance - Gencatan senjata yang disponsori Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak menjamin berlangsungnya perdamaian dan keamanan bagi jurnalis menjalankan tugasnya di Gaza, Palestina.
Satu lagi jurnalis di Gaza tewas, yakni Shaleh ‘Amir Fuad al-Jafarawi (Saleh Al-Jafarawi) yang ditembak oleh geng bersenjata di Gaza yang didanai dan didukung oleh Israel, sebagaimana investigasi Sky News.
Saleh dibunuh dengan tujuh tembakan meski hanya menjalankan tugas jurnalistik, memegang kamera untuk mendokumentasikan kondisi di Gaza Selatan.
Menurut catatan The Stance, dia menjadi jurnalis ke-255 yang terbunuh di Gaza, dan yang pertama meninggal karena serangan milisi Gaza yang mengkhianati Palestina.
Redaksi The Stance memutuskan mengangkat wasiat yang ditulis Saleh semasa hidup, sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya dalam menjalankan tugas jurnalisme, mengungkap kebenaran, meski mempertaruhkan nyawa.
***
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang berfirman:
“Janganlah engkau mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka hidup di sisi Tuhannya, diberi rezeki.”
Nama saya Shaleh.
Saya tinggalkan wasiat ini bukan sebagai perpisahan, tetapi sebagai kelanjutan dari jalan yang saya pilih dengan keyakinan.
Allah Maha Tahu bahwa saya telah mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuan saya untuk menjadi penopang dan suara bagi rakyat saya.
Saya telah hidup dalam penderitaan dan penindasan dengan segala rinciannya, merasakan sakit dan kehilangan orang-orang yang saya cintai berkali-kali.
Namun meskipun demikian, saya tak pernah berhenti menyampaikan kebenaran sebagaimana adanya—kebenaran yang akan tetap menjadi hujjah atas setiap orang yang lalai dan diam, serta menjadi kehormatan bagi setiap orang yang menolong, mendukung, dan berdiri bersama para lelaki paling mulia dan manusia paling terhormat: penduduk Gaza.
Jika saya gugur, ketahuilah bahwa saya tidaklah hilang… Saya kini di surga, bersama rekan-rekan saya yang telah mendahului saya: bersama Anas, Ismail, dan seluruh sahabat yang telah menepati janji mereka kepada Allah.
Saya berwasiat kepada kalian: ingatlah saya dalam doa, lanjutkan perjalanan setelah saya. Ingatlah saya dengan sedekah jariyah, dan sebutlah nama saya setiap kali kalian mendengar azan atau melihat cahaya yang membelah malam Gaza.
Saya berwasiat kepada kalian untuk tetap pada jalan perlawanan—jalan yang telah kita tempuh, keyakinan yang telah kita imani. Kami tak mengenal jalan lain, dan tak menemukan makna hidup selain dengan teguh di atasnya.
Saya berwasiat tentang ayah saya— kekasih hati saya, teladan saya, cermin diri saya dan saya cermin dirinya.
Wahai yang menemani saya di masa perang dengan segala kesulitannya—saya memohon kepada Allah agar kita bertemu kembali di surga dalam keadaan engkau ridha kepada saya, wahai mahkota kepala saya.
Saya berwasiat kepada saudara saya, guru saya, dan sahabat jalan saya— Naji. Wahai Naji… saya telah mendahului engkau menuju Allah sebelum engkau keluar dari penjara.
Ketahuilah, ini adalah takdir Allah. Kerinduan kepada engkau memenuhi hati saya. Saya ingin melihat, memeluk, bertemu dengan engkau… Namun janji Allah itu benar, dan pertemuan kita di surga lebih dekat daripada yang engkau bayangkan.
Saya berwasiat kepada ibu saya… Wahai Ibu, hidup tanpa engkau adalah kehampaan. Engkaulah doa yang tak pernah putus, harapan yang tak pernah mati.
Saya selalu berdoa agar Allah menyembuhkan engkau, memberi kesembuhan, dan saya sering bermimpi melihat engkau pergi berobat lalu kembali dengan senyum.
Saya berwasiat kepada saudara-saudara saya—laki-laki maupun perempuan. Ridha Allah, lalu ridha kalian, adalah tujuan saya.
Saya mohon kepada Allah agar membahagiakan kalian, menjadikan hidup kalian seindah hati lembut kalian, yang selalu saya coba untuk bahagiakan.
Saya selalu berkata:
Kata tak akan jatuh, dan gambar tak akan padam.
Kata adalah amanah, dan gambar adalah pesan.
Sampaikanlah kepada dunia sebagaimana kami telah menyampaikannya.
Jangan kalian mengira kesyahidan saya adalah akhir, melainkan permulaan jalan panjang menuju kebebasan.
Saya hanyalah pembawa pesan yang ingin sampai kepada dunia—kepada dunia yang menutup matanya, dan kepada mereka yang diam terhadap kebenaran.
Jika kalian mendengar kabar tentang saya, jangan menangis. Saya telah lama mendambakan saat ini, dan memohon kepada Allah agar menganugerahkannya kepada saya.
Segala puji bagi Allah yang telah memilih saya untuk hal yang paling saya cintai.
Kepada siapapun yang pernah menyakiti saya dengan cercaan, tuduhan, atau kebohongan—saya katakan: saya kini pergi menuju Allah sebagai seorang yang, insyaAllah, syahid, dan di sisi Allah kelak para pihak akan dipertemukan.
Saya berwasiat kepada kalian tentang Palestina… tentang Masjid al-Aqsa… Adalah impian saya untuk sampai ke halamannya, menunaikan salat di dalamnya, menyentuh tanah sucinya.
Jika saya tak sampai kepadanya di dunia, saya mohon kepada Allah agar mengumpulkan kita semua di sisi-Nya di surga yang kekal.
Ya Allah, terimalah saya di antara para syuhada, ampunilah dosa saya yang telah lalu dan yang akan datang, jadikan darah saya cahaya yang menerangi jalan kebebasan bagi rakyat dan bangsa saya.
Maafkan saya jika saya telah lalai, dan doakanlah saya agar dirahmati dan diampuni, karena saya telah menepati janji, tidak mengubah dan tidak berpaling.
Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Saudaramu, insyaAllah syahid,
Shaleh ‘Amir Fuad al-Jafarawi.*** (ags)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.