Jakarta, TheStanceID - Aksi Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang melakukan penggerebekan dan penangkapan tiga terduga pelaku peredaran narkoba di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat mendapat sorotan.

Pasalnya, dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, instansi/lembaga yang punya kewenangan melakukan penegakan hukum adalah Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Komisi III DPR pun mempertanyakan tugas pokok, fungsi, dan kewenangan TNI dalam menangkap tiga terduga pelaku peredaran narkoba di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.

Kronologi TNI Gerebek Kasus Narkoba di Bima

Sebelumnya, Kodim 1608/Bima melalui Koramil 1608-04/Woha bersama Unit Intel berhasil menggagalkan peredaran narkoba di kawasan tambak Desa Penapali, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, NTB, pada Kamis (1/5/2025).

Penggerebekan ini disebut sebagai respons terhadap laporan masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas ilegal di lokasi tersebut.

Dalam operasi tersebut, TNI menangkap tiga pelaku berinisial S (26), I (23), dan M (25) dari wilayah Kecamatan Woha.

TNI juga menyita 32 paket sabu dengan total berat 38,68 gram, tiga unit ponsel, lima dompet, beberapa tas berisi alat penggunaan sabu, uang tunai, serta berbagai barang bukti lain, seperti alat isap, timbangan elektrik, alat suntik, dan senjata tajam berupa pipa kaca serta gunting kecil.

Para tersangka beserta barang bukti telah diserahkan ke Polres Bima untuk proses hukum lebih lanjut.

TNI: Ada di Depan Mata, Masa Dibiarkan?

Danpuspom - Yusri Nuryanto

Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Mayjen Yusri Nuryanto mengeklaim, aparat TNI dapat menangkap pelaku tindak pidana seperti saat anggota TNI menggerebek pengedar narkoba di Bima, Nusa Tenggara Barat.

Yusri menyebutkan, tidak mungkin TNI bertindak diam jika menemukan tindak pidana di depan mata. Namun, proses hukum terhadap masyarakat sipil yang terlibat tindak pidana itu tetap diserahkan ke aparat penegak hukum.

"Kalau kita melihat ada tindak pidana di depan mata, masa iya kita biarkan? Dalam penanganan awal, tidak apa-apa kita tangkap. Tapi kalau pelakunya sipil, ya diserahkan kepada kepolisian atau kejaksaan,” kata Yusri di Mabes TNI, Jakarta, Rabu (7/5/2025).

Menurut Yusri, tindakan TNI menangkap pelaku pidana, seperti yang terjadi di Bima, tidak melanggar hukum dan mengganggu proses hukum yang berlaku.

“Tentunya tidak (mengganggu proses hukum) ya. Kan kita kan menangkap, mengamankan pelakunya, mengamankan barang buktinya kan begitu ya. Boleh ya itu," kata Danpuspom.

Yusri pun menepis kekhawatiran bahwa penangkapan oleh prajurit TNI bisa membatalkan proses hukum karena bukan dilakukan oleh aparat kepolisian. Sebab, dalam praktik di lapangan, TNI dan Polri kerap bekerja sama dalam penanganan kasus tertentu, termasuk kasus narkotika, dengan tetap mengedepankan prinsip sinergi antar lembaga.

“Dalam kegiatan, kita sering bersama-sama. Idealnya memang kalau kasus sipil, dilakukan bersama dengan polisi. Tapi kadang disposisi satuan di wilayah berbeda-beda. Kalau ada polsek, ya bareng polsek,” kata Yusri.

Bukan Kali Pertama

TNI gerebek narkoba

Berdasarkan catatan TheStanceID, aksi penggerebakan kasus narkoba oleh anggota TNI ini bukan kali pertama.

Sebelumnya, Anggota intel TNI Kodim 0313/KPR menangkap sembilan pelaku penyalahgunaan narkoba di Desa Batang Kumuh, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau, Selasa (11/2/2025) siang.

Komandan Unit Intel Kodim 0313/KPR, Lenda Inf Noviardi Prayudha mengatakan, penggerebekan dilakukan setelah adanya laporan masyarakat kepada Dandim 0313/KPR, Letkol Inf Setiawan Hadi Nugroho, terkait peredaran narkoba di wilayah tersebut.

"Awalnya ada laporan dari masyarakat terkait peredaran narkoba di wilayah Desa Batang Kumuh, lalu anggota Unit Intel mendatangi lokasi," ujar Noviardi, Rabu (12/2/2025).

Anggota TNI kemudian melakukan pengintaian dan menyergap para pelaku yang hendak bertransaksi sabu. Sembilan pria yang diduga terlibat penyalahgunaan narkotika diamankan, dengan beberapa di antaranya sedang menggunakan sabu.

"Mereka ada yang hendak transaksi narkoba dan ada juga yang sedang memakai sabu," kata Noviardi.

Dari lokasi, disita barang bukti berupa dua bungkus plastik sabu seberat 41,88 gram, alat isap sabu, tiga handphone, delapan unit sepeda motor, lampu penerangan, dan uang tunai Rp 589.000.

Setelah diamankan, pelaku dan barang bukti diserahkan ke Polsek Tambusai untuk proses hukum lebih lanjut.

Tercatat, sejak Januari 2025, anggota intel TNI Kodim 0313/KPR telah dua kali menangkap pelaku narkoba. Pada 8 Januari 2025, petugas mengamankan 12 pria di Desa Rambah Tengah Hulu dan Desa Koto Tinggi, Kecamatan Rambah, dengan barang bukti sabu seberat 6 gram.

Respon BNN

Kepala BNN - Marthinus

Merespons aksi jajaran TNI yang menggerebek pengedar narkoba di sejumlah wilayah, Kepala BNN Marthinus Hukom mengajak semua pihak untuk memahami tugas dan fungsi masing-masing instansi.

"Kita kembalikan lagi kepada tugas dan fungsi masing-masing. Jadi itu kan perlu kita, apa ya, memahami tugas kita, tugas TNI," ucap Marthinus di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/5/2025).

Lantas, bagaimana menurut KUHAP?

Jika dilihat kembali dalam aturan KUHAP, penangkapan merupakan salah satu dari kewenangan penyelidik dan penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan 7. Lebih lanjut, dalam urusan penyalahgunaan narkotika, kewenangan untuk penyelidikan dan penyidikan hanya dapat dilakukan oleh Polri dan BNN.

Kewenangan Polri dalam penyidikan narkotika diatur di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Misalnya pada Pasal 81, Pasal 84, Pasal 85, Pasal 87, Pasal 88, Pasal 90, Pasal 91, dan Pasal 92.

Baca Juga: Mengapa Artis Berulang Kali Terjerat Kasus Narkoba? Ini Penyebabnya

Sementara itu, BNN juga memiliki kewenangan penyidikan dalam UU Narkotika, seperti ada di Pasal 71, Pasal 75, dan Pasal 81.

Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menegaskan bahwa penyidik Kepolisian dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.

Menurut Marthinus, tidak ada masalah apabila anggota TNI melakukan tangkap tangan jika melihat langsung aksi peredaran narkoba tersebut.

"Dan kalau tertangkap tangan, jangankan TNI, satpam, kemudian hansip kan boleh menangkap," ujar dia.

Namun, ia mengingatkan bahwa proses penegakan hukum tidak dapat dilakukan secara sepihak karena perlu kerja sama dengan aparat penegak hukum.

"Tapi kalau sudah prosesnya berbeda, maka sebenarnya kuncinya adalah kerja sama," kata Marthinus.

Komisi 3 DPR Pertanyakan TNI Gerebek Pengedar Narkoba

Adang Darajatun

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Adang Darajatun, mempertanyakan tugas pokok, fungsi, dan kewenangan TNI dalam menangkap tiga terduga pelaku peredaran narkoba di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.

Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), Senin (5/5/2025), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Adang meminta pimpinan BNN agar memperhatikan fenomena penggerebekan narkoba di Bima tersebut.

Ia menekankan pentingnya memperhatikan aspek hukum dalam pelaksanaan tugas di lapangan.

“Kita tidak ingin niat baik dari institusi seperti TNI justru menjadi masalah hukum, maka koordinasi menjadi sangat penting, tapi juga harus diikuti dengan aplikasi yang efektif dalam pelaksanaannya,” tegasnya.

Berisiko Jadi Problem Hukum

feri amsari

Pengajar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari kepada TheStanceID mengatakan walaupun bertujuan baik untuk memberantas narkoba, tindakan anggota TNI menggerebek pelaku narkoba adalah tidak sah.

Pasalnya, TNI tidak punya tugas dan kewenangan dalam wilayah hukum pidana.

Oleh karena itu, kasi Kodim 1608/Bima melalui Koramil 1608-04/Woha bersama Unit Intel yang menangkap tiga terduga pengedar narkoba di Bima, Nusa Tenggara Barat, pada Kamis (1/5/2025) malam, bisa dianggap tidak sah.

”Akibatnya tentu saja pelaku tindak pidana tidak bisa dihukum. Karena mengacu dalam KUHP dan KUHAP, sesuatu yang dilakukan bukan oleh institusi yang berwenang tentu saja akan menyebabkan upaya hukum itu dianggap batal demi hukum. Tidak sah. Oleh karena itu, ya sia-sia upaya tersebut,” kata Feri.

Menurut Feri, kalau ada laporan dari masyarakat tentang kasus narkoba atau kasus pidana lainnya, anggota TNI seharusnya berkoordinasi dengan polsek hingga Mabes Polri, bukan malah bertindak sendirian.

Dimulai Era Jokowi, Pelibatan Militer dalam Kebijakan Narkotika

Jokowi - TNI

Pelibatan TNI untuk mengurusi narkoba sebenarnya sudah tercium sejak adanya usulan pelibatan militer dalam operasi non militer, salah satunya penanganan pengguna narkotika di pembahasan RUU TNI beberapa waktu lalu, yang kemudian dibatalkan.

Dalam beleid DIM RUU TNI, usulan pelibatan militer dalam penanganan narkotika termaktub di Pasal 7 ayat (2) butir 17 yang intinya melegitimasi TNI membantu pemerintah dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika, prekursor, dan zat adiktif lainnya.

Aturan ini, sebelumnya tidak tertuang dalam draf Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Mundur jauh sebelumnya, berdasarkan catatan TheStanceID, usul pelibatan militer dalam kebijakan narkotika mencuat sejak September 2023. Saat itu, mantan Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas pemberantasan dan penanganan narkotika.

Rapat terbatas itu dihadiri oleh Kepala Polri, Kepala Badan Narkotika Nasional, serta Panglima TNI saat itu, Laksamana Yudo Margono.

Dalam rapat, Jokowi mencermati jumlah pengguna narkoba di Indonesia yang mencapai 3,6 juta jiwa dan mengakibatkan overload-nya lembaga pemasyarakatan.

Sebelumnya, TNI juga sempat mengusulkan agar fasilitas resimen induk daerah militer atau Rindam menjadi tempat rehabilitasi. Jokowi pun meminta Panglima TNI untuk segera menyiapkan mekanismenya apabila usulan tersebut disetujui. (est)

Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.