Morowali, TheStanceID - Kejadian pekerja atau buruh yang mengalami kecelakaan kerja di pabrik-pabrik kawasan industri nikel Sulawesi Tengah, terus berulang.

Terbaru, Andri, yang bekerja di Devisi Killen Konveyor PT. Walsin Nickel Industrial Indonesia (WNII) ditemukan meninggal saat bekerja di area kerjanya sekitar jam setengah 6 pagi WITA pada sabtu (28/09).

WNII adalah perusahaan yang didirikan oleh Walsin Lihwa Corporation (WLC) dari Taiwan. Perusahaan ini beroperasi di Kawasan PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), memproduksi Nickel Pig Iron, yakni bahan baku utama untuk membuat baja tahan karat.

Berdasarkan rilis yang diterima TheStanceID dari Serikat Pekerja Industri Morowali (SPIM), Andri diketahui meninggal dalam keadaan kepala pecah dan diduga tergiling conveyor (pita berjalan raksasa), lalu jatuh dari ketinggian lebih dari 20 meter.

Catatan dari Yayasan Tanah Merdeka, sebuah LSM yang bergerak dibidang isu-isu pengelolaan sumber daya alam di Sulawesi Tengah menyebutkan, kasus Andri menambah deretan panjang kecelakaan kerja di kawasan IMIP, yaitu 17 kali selama 2024.

Mirisnya, pasca kejadian kecelakaan kerja, area kerja masih tetap beroperasi .“Yang menjengkelkan adalah area kerja tempat Andri meninggal itu tetap jalan seperti biasanya,” kata Afdhal Amien, Ketua Serikat Pekerja Industri Morowali (SPIM-KPBI), kesal.

Operasi Jalan Terus



IMIP sebagai pemilik kawasan tak mengintervensi WNII agar menghentikan aktivitasnya. Operasi jalan terus. "Nyawa seolah tak ada harganya di kawasan ini,” tambahnya.

Selain IMIP, jejak buruk keselamatan kerja di industri pengolahan nikel juga ada di smelter nikel milik beberapa perusahaan lain di Pulau Sulawesi dan Pulau Halmahera, Maluku Utara.

PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, misalnya, menjadi perusahaan dengan jumlah insiden terbanyak kedua, yakni 10 insiden pada 2020, 2022, dan 2023 dengan jumlah korban delapan orang.

Perlu diketahui, data yang disajikan hanya berupa angka kecelakaan kerja di kawasan smelter nikel. Padahal menurut LSM lingkungan Trend Asia, kecelakaan kerja juga terjadi di kawasan tambang nikel.



Kecelakaan Terus Berulang

Berdasarkan catatan Trend Asia, sejak 2015-2023, total terjadi 93 kecelakaan kerja di smelter nikel di Indonesia.

PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) yang menjadi salah satu penyewa di kawasan IMIP, Morowali, Sulawesi Tengah, menjadi penyumbang tertinggi kematian pekerja.

Perusahaan ini mengalami insiden ledakan pada Desember 2023 yang mengakibatkan 21 korban tewas dan 30 luka-luka.

Tapi data kecelakaan kerja industri nikel ini tidak menjamin sesuai dengan reaitas sebenarnya. Pasalnya, banyak kecelakaan kerja yang ditutup-tutupi.

Arko Tarigan, Juru Kampanye Energi Trend Asia mengatakan, para pekerja industri nikel ini rata-rata dilarang mempublikasikan kecelakaan kerja di perusahaan.

“Jika informasi kecelakaan kerja itu tercium sampai keluar, para pekerja ini akan mendapatkan peringatan pertama hingga dipecat. Ini berdasarkan investigasi yang kita lakukan,” katanya seperti dilansir Trend Asia.

Menurut Arko, kecelakaan kerja berulang ini seharusnya tidak perlu terjadi kalau ada penegakan mekanisme keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Insiden ledakan mematikan di ITSS pada Desember 2023 seharusnya sudah cukup menjadi alasan bagi pemerintah untuk memperbaiki situasi.

“Kepolisian, kementerian, dan dinas terkait harus memaksa perubahan praktik industri secara transparan,” katanya.

Arko menilai pemerintah lemah dalam mengawasi kepatuhan perusahaan terhadap prosedur K3. Selain itu, regulasi yang berlaku terkait keamanan kerja sudah sangat usang dan tidak memberi efek jera.

Regulasi itu adalah UU No. 1/1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dalam UU itu, pelanggaran K3 hanya diberi sanksi 1 bulan penjara dengan denda kecil. Dengan sanksi seringan itu, tidak ada efek jera bagi korporasi yang melanggar K3.

Padahal menurutnya, kecelakaan kerja merupakan satu bentuk pidana korporasi yang harus mendapat sanksi keras, atau bahkan dikenai hukum pidana.

Pemerintah Abaikan Perlindungan Pekerja

Tak hanya itu, kata Arko, pemerintah juga menomorsatukan investasi dan mengabaikan prinsip kehati-hatian. Investasi nikel mendapat karpet merah.

Apalagi, proyek hilirisasi nikel masuk sebagai proyek strategis nasional (PSN) dan menjadi obyek vital nasional. Ini memicu perusahaan nikel beroperasi secara ugal-ugalan.

"Pemerintah secara tidak langsung berkontribusi atas kecelakaan kerja yang terus berulang di industri ekstraktif ini," katanya.

Sementara itu, Henry Foord Jebs, Ketua Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) Morowali, menyayangkan pertanggungjawaban perusahaan yang minim dalam kecelakaan, termasuk ledakan besar tahun lalu.

Menurutnya, perusahaan harus melakukan audit kecelakaan dengan tim independen yang melibatkan serikat buruh.

Insiden kecelakaan kerja yang terus berulang ini, katanya, memicu pertanyaan terhadap klaim pemerintah: benarkah hilirisasi nikel meningkatkan kemakmuran masyarakat lokal?

Henry menambahkan, para pekerja juga meminta agar perusahaan memelihara sarana dan prasarana untuk operasional dengan baik, menambah jalur evakuasi, pemadam kebakaran, hingga klinik kesehatan untuk menangani keadaan darurat.

Selain itu, perusahaan juga harus menghentikan pemberlakuan jam kerja panjang yang berdampak pada kesehatan dan keselamatan buruh.


Catatan Buruk Hilirisasi

Menanggapi kritikan terkait lemahnya pengawasan pemerintah, Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan Yuli Adiratna berjanji mengambil langkah hukum apabila terbukti ada prosedur K3 yang diabaikan.

Yuli mengklaim Dinas Ketenagakerjaan Sulawesi Tengah selama ini mengawasi secara rutin prosedur K3 di smelter IMIP. "Bahkan mereka juga menyediakan klinik konsultasi, pendampingan bagaimana menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja."

"Memang industri smelter ini kan termasuk industri yang punya potensi bahaya tinggi, memang tidak mudah mengendalikan keselamatan dan kesehatan kerja, tapi pemerintah terus melakukan pengawasan, pembinaan, dan pendampingan," ujar Yuli dilansir dari BBC Indonesia.

Rentetan kecelakaan kerja di smelter nikel ini menjadi catatan buruk terkait cara Indonesia mengembangkan hilirisasi nikel.

Sebelumnya, Pemerintah menekankan bahwa hilirisasi nikel dapat mendorong perekonomian Indonesia karena mengurangi ekspor bahan mentah.

Keputusan pemerintah untuk melarang ekspor bijih nikel mentah, dan mewajibkan pengolahan di dalam negeri, telah membuka industru baru smelter nikel, dengan CIna sebagai investor utama. Saat ini 90% smelter nikel berasal dari investasi Cina.

Ekspor nikel Indonesia naik secara dramatis, dari US$4 miliar (2017) menjadi US$34 miliar (2022). Indonesia bahkan berhasil menjadi pemasok bijih nikel terbesar di dunia, memproduksi sekitar 50% dari permintaan global pada tahun 2023.

Tapi capaian itu diwarnai kritik terkait dampak lingkungan, isu sosial, termasuk kecelakaan kerja yang terus berulang.

Basis Lemah



China Global South Project (CGSP), sebuah LSM Amerika Serikat (AS), dalam studinya menilai industri nikel di Indonesia dibangun dengan basis lemah: kebijakan yang cacat, praktik tidak berkelanjutan serta meningkatnya ketegangan geopolitik.

CGSP mendapati sekitar sepertiga dari 330 proyek nikel di Indonesia, mencakup pertambangan dan smelter, melakukan korupsi dan beroperasi tanpa izin.

“Korupsi dan kerusakan lingkungan di industri nikel Indonesia telah menjadi sangat terkait. Ketika sebuah perusahaan penambangan nikel beroperasi secara ilegal, masyarakat setempat dan ekologi cenderung menderita,” kata laporan tersebut.

Klaim pemerintah bahwa industri nikel menyerap banyak tenaga kerja juga diragukan, terutama di tengah tingginya penyerapan tenaga kerja asing di proyek ini.

Laporan CGSP juga mendokumentasikan praktik di mana perusahaan nikel diduga memaksa masyarakat adat untuk menjual tanah ulayat, seringkali dengan membawa personel polisi dan militer Indonesia.

Mengutip serikat pekerja setempat, CGSP menuding investor China menggunakan uang mereka untuk "menyuap pemerintah setempat daripada untuk mengembangkan praktik pertambangan yang lebih baik dan menerapkan standar kesehatan dan keselamatan.” (est)