Semangat Dwifungsi Hidup Lagi, Personil TNI Bakal Mengisi 15 Lembaga
RUU TNI yang lagi dikebut menyebutkan ada tambahan lima pos sipil yang bisa ditempati TNI aktif.

Jakarta, TheStanceID - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah merevisi Undang-undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang bakal memberikan tempat lagi bagi tentara menduduki posisi sipil.
Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan, Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Hukum dan Kementerian Keuangan telah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) kepada Komisi I DPR.
DIM tersebut diserahkan pada rapat kerja (raker) yang digelar pada Selasa (11/3/2025).
“UU yang akan kita revisi terdiri dari 11 bab dan 78 pasal, ini diundangkan tanggal 16 Oktober 2004,” kata Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/3/2025).
Utut mengatakan, UU TNI harus diperbarui agar dapat memenuhi kebutuhan yang berkembang, terutama dalam hal tugas dan kedudukan TNI.
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP, TB Hasanuddin mengklaim pembahasan akan berjalan normal tanpa terburu-buru. DPR belum membahas DIM secara tuntas dan akan berhati-hati dalam proses revisi untuk menghindari kesalahan.
"Diharapkan revisi UU TNI dapat menghasilkan regulasi yang sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh TNI serta menjaga profesionalisme prajurit dalam menjalankan tugasnya," katanya.
Namun, revisi terhadap UU TNI ini menuai sorotan, terutama dalam kaitannya dengan sejumlah pasal yang dinilai kontroversial karena dikhawatirkan oleh masyarakat sipil dapat kembali menghidupkan Dwifungsi TNI.
Lima Pasal Kontroversial
Berdasarkan catatan TheStanceID, dari DIM RUU TNI yang diserahkan Pemerintah kepada Komisi I DPR, ada sejumlah pasal yang menjadi fokus revisi.
Pasal 7
Pasal ini berisi tentang tugas pokok TNI, dimana dalam ayat 2 memuat tentang operasi militer selain perang. Dalam DIM yang diajukan Pemerintah akan ada penambahan ayat dari sebelumnya 14 menjadi 17 ayat.
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, menyebut penambahan operasi militer selain perang itu tercantum dalam ayat 15 yang berbunyi 'membantu pemerintah dalam upaya menanggulangi ancaman siber'. Sedangkan ayat 16 berbunyi 'membantu pemerintah dalam melindungi dan menyelamatkan WNI serta kepentingan nasional di luar negeri'.
Sementara, ayat 17 berbunyi 'membantu pemerintah dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika, precursor, dan zat adiktif lainnya.
Pasal 39
Pasal ini membahas tentang aturan disiplin bagi prajurit. Salah satu yang menjadi sorotan adalah adanya wacana penghapusan larangan berbisnis bagi anggota TNI.
Wacana ini ditentang Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan karena dinilai mencerminkan kemunduran reformasi di tubuh TNI.
Prajurit militer seharusnya dipersiapkan untuk profesional sepenuhnya dalam bidangnya yaitu pertahanan, bukan berbisnis.
Adapun tugas menyejahterakan prajurit merupakan kewajiban negara dan bukan tanggung jawab prajurit secara individu. Alih-alih menghapus larangan berbisnis bagi TNI aktif, pemerintah dan TNI harus fokus menyejahterakan prajurit dan bukan malah mendorong prajurit berbisnis.
Pasal 47 ayat 2
Pasal ini mengatur tentang ketentuan prajurit aktif dapat menduduki jabatan sipil. Dalam DIM yang diajukan oleh Pemerintah terdapat penambahan Kantor/Lembaga yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif.
Beleid lama memuat 10 kementerian atau Lembaga, meliputi Kantor Bidang Polkam, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhannas, Dewan Pertahanan Nasional, SAR Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung.
Tidak puas dengan itu, DIM yang baru menambahkannya menjadi 15 kementerian dan lembaga, yakni Kelautan dan Perikanan, Penanggulangan Bencana, Penanggulangan Terorisme, Keamanan Laut, dan Kejaksaan.
Usulan perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif ini menjadi isu paling kontroversial karena dinilai sama saja dengan menghidupkan kembali Dwifungsi TNI yang sudah lama dihapus.
Pasal 53
Pemerintah juga mengusulkan perubahan pasal 53 ayat 2 soal batas usia pensiun prajurit. Berdasarkan aturan saat ini, usia pensiun prajurit TNI adalah 53 tahun bagi bintara dan tamtama. Sedangkan masa dinas keprajuritan paling tinggi 58 tahun bagi perwira.
Nantinya, prajurit TNI memiliki masa pensiun berdasarkan kepangkatannya. Batas usia pensiun prajurit sebagaimana dimaksud ayat 1 diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
Tamtama paling tinggi 56 tahun
Bintara paling tinggi 57 tahun
Perwira sampai Letnan Kolonel 58 tahun
Kolonel 59 tahun
Perwira tinggi bintang 1 paling tinggi 60 tahun
Perwira tinggi bintang 2 paling tinggi 61 tahun
Perwira tinggi bintang 3 paling tinggi 62 tahun
Dalam DIM ini, tidak disebutkan berapa batas usia pensiun perwira tinggi bintang 4 atau sekelas Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan. Namun masih dalam Pasal 53 ayat 4, pemerintah mengusulkan perwira bintang 4, masa dinasnya disesuaikan dengan kebijakan presiden.
Pasal 65
Pasal 65 dalam UU No. 34 Tahun 2004 mengatur bahwa prajurit TNI berada di bawah yurisdiksi peradilan militer untuk kasus pidana militer, sementara untuk tindak pidana umum, mereka tunduk pada peradilan umum.
Namun, ketentuan ini menimbulkan perdebatan karena menciptakan sistem peradilan ganda bagi prajurit sehingga tidak layak untuk dipertahankan di revisi UU yang baru.
Ini disebabkan masih berlakunya pasal 74 yang memuat ketentuan peralihan, yang mengatur bahwa ketentuan dalam Pasal 65 hanya berlaku setelah undang-undang peradilan militer yang baru disahkan.
Pengamat militer dan Ketua Badan Pekerja Centra Initiative Al Araf mendesak DPR untuk menghapus Pasal 74 karena tidak memenuhi prinsip fair trial.
Jika Pasal 74 dihapus, maka Pasal 65 akan otomatis berlaku sehingga prajurit TNI yang melanggar hukum pidana umum dapat diproses di peradilan umum yang lebih transparan dan akuntabel.
Ia mencontohkan kasus penembakan seorang bos rental mobil di Tangerang yang seharusnya dapat diadili di peradilan umum jika Pasal 65 masih tetap berlaku.
“Kalau Pasal 74 dihapus, maka secara mutatis mutandis Pasal 65 berlaku. Maka seperti kasus kejadian bos rental Tangerang bisa masuk di dalam peradilan umum. Pakai apa? Pasal 65,” kata dia.
Menghidupkan Kembali Dwifungsi TNI
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut perubahan tersebut sebagai langkah mundur di Indonesia.
“Padahal perjuangan Reformasi 98 sudah susah payah mengembalikan TNI ke muruahnya sebagai alat pertahanan negara yang profesional dan tidak ikut campur dalam urusan sipil,” ujar Usman dalam keterangannya.
Usman menilai perluasan peran ini akan membawa kembali Dwifungsi TNI (ABRI) di level birokrasi sipil, baik di kementerian maupun lembaga-lembaga negara.
“Jelas ini akan membawa kemunduran jalannya reformasi pasca 1998 yang telah menempatkan militer sebagai alat pertahanan negara,” ungkapnya.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti revisi Pasal 47 yang memungkinkan prajurit TNI masuk ke lebih banyak jabatan sipil, karena akan merusak pola organisasi dan jenjang karir ASN.
Berdasarkan data Imparsial, terdapat 2.569 prajurit TNI aktif di jabatan sipil pada tahun 2023. Sebanyak 29 perwira aktif menduduki jabatan sipil di luar lembaga yang ditetapkan oleh Undang-Undang TNI.
Termasuk di antaranya, Letkol Inf Teddy Indra Wijaya yang menjabat sebagai Sekretaris Kabinet.
Penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil juga mengabaikan spesialisasi, kompetensi, pengalaman, serta masa pengabdian ASN di instansi terkait. Pola rekrutmen dan pembinaan karis ASN yang seharusnya stabil dan berjenjang pun rusak.
Ditargetkan Sah Sebelum 21 Maret
Menanggapi kritikan masyarakat sipil terkait revisi UU TNI, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan ada empat poin pokok objek perubahan dalam revisi ini.
Pertama, penguatan dan modernisasi alutsista. Kedua, memperjelas batasan penempatan TNI dalam tugas non-militer di lembaga sipil. Ketiga, peningkatan kesejahteraan prajurit. Terakhir, mengatur batas usia pensiun TNI.
Sjafrie mengklaim revisi hanya akan menyasar tiga pasal. Masing-masing Pasal 3 soal kedudukan TNI, Pasal 47 terkait penempatan TNI di institusi sipil, dan Pasal 53 terkait masa pensiun.
Sjafrie secara khusus juga mengungkap arahan presiden terkait penempatan TNI di institusi sipil. Menurut dia, Presiden Prabowo Subianto telah menugaskan agar TNI yang aktif di jabatan sipil harus mundur atau pensiun dini mengacu Pasal 47.
"Presiden selaku panglima tertinggi juga telah memberikan petunjuk kepada Menteri Pertahanan untuk para prajurit TNI yang akan ditugaskan di kementerian dan lembaga itu harus pensiun, dan kita sebut pensiun dini," katanya.
Pemerintah, kata Sjafrie, menargetkan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI) bisa selesai sebelum masa reses DPR RI atau sebelum libur lebaran tahun ini alias Idulfitri 1446 Hijriah.
Untuk diketahui, DPR akan memasuki masa reses mulai Jumat (21/3/2025) nanti. (est)
Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.