Jakarta, TheStanceID - Presiden ke-2 RI Soeharto berpeluang untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional pada tahun ini. Nama Soeharto masuk dalam daftar 10 nama calon Pahlawan Nasional tahun 2025. Nama-nama tersebut merupakan usulan dari berbagai daerah dan lembaga.

Saat ini, Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) tengah membahas sepuluh nama calon Pahlawan Nasional tahun 2025.

Dari daftar yang ada, terdapat nama mantan Presiden kedua RI, yaitu Soeharto yang diusulkan oleh Provinsi Jawa Tengah (Jateng), dan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang diusulkan oleh Provinsi Jawa Timur (Jatim). Keduanya merupakan pengajuan ulang dari tahun-tahun sebelumnya.

Khusus nama Soeharto, pengajuannya sebagai Pahlawan Nasional bukan kali pertama dilakukan. Namun, setiap kali muncul, usulan tersebut selalu memicu perdebatan di ruang publik, mengingat kiprah dan warisan pemerintahannya yang penuh dengan praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan pelanggaran HAM.

Menteri Sosial, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyebut Presiden ke-2 RI Soeharto berpeluang untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional pada tahun ini karena telah dicabutnya Ketetapan (TAP) MPR Nomor XI/MPR/1998 soal korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang memuat nama Soeharto.

Menurut Gus Ipul, nama Soeharto sejak 2010 sebenarnya sudah diusulkan menjadi pahlawan nasional. Namun, adanya nama Soeharto di TAP MPR itu menjadi kendala. TAP MPR itu baru dicabut pada 2024.

Gus Ipul tak merinci siapa yang pertama kali mengusulkan nama Soeharto untuk menjadi pahlawan nasional. Ia hanya memastikan yang mengusulkan adalah masyarakat.

“Iya tentu awal mulanya dari masyarakat. Dari organisasi-organisasi masyarakat. Diusulkan. Buat di wali kota tadi itu. Baru ke sini,” imbuhnya.

Syarat dan Mekanisme Jadi Pahlawan Nasional

saifulah yusuf
saifulah yusuf

Saifullah Yusuf menjelaskan bahwa alur pengusulan nama Presiden ke-2 RI Soeharto menjadi Pahlawan Nasional sudah melalui proses panjang, dimulai dari masukan masyarakat.

“Masukan dari masyarakat lewat seminar, dan lain sebagainya. Nah, setelah seminar selesai, ada sejarawannya, ada tokoh-tokoh setempat, dan juga narasumber lain yang berkaitan dengan salah seorang tokoh yang diusulkan jadi Pahlawan Nasional,” ujar Gus Ipul.

Nantinya, apabila usulan tersebut diterima oleh bupati/wali kota, selanjutnya akan disampaikan kepada gubernur. “Setelah itu, nanti prosesnya naik ke atas, ke gubernur. Ada seminar lagi, setelahnya baru ke kami,” katanya.

Selanjutnya, Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial akan membuat tim untuk memproses semua usulan nama Pahlawan Nasional.

“Timnya juga terdiri dari berbagai pihak. Ada akademisi, sejarawan, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat,” jelasnya.

Tak sembarang orang bisa mendapatkan gelar pahlawan nasional karena harus memenuhi berbagai persyaratan. Berikut adalah syarat nama-nama yang bisa diusulkan:

Syarat Umum

1. WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI;

2. Memiliki integritas moral dan keteladanan;

3. Berjasa terhadap bangsa dan negara;

4. Berkelakuan baik;

5. Setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan

6. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Baca juga: Membaca Ulang Kartini

Syarat Khusus

1. Pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa;

2. Tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan;

3. Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya;

4. Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara;

5. Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa;

6. Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/ atau Melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

7. Melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

Mereka yang menerima gelar pahlawan akan mendapatkan beberapa benefit dari negara, mulai dari tunjangan Rp 50 juta per tahun untuk ahli waris, tunjangan BPJS Kesehatan, dan pemugaran makam atau bisa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

Istana Tak Mempermasalahkan Usulan Gelar untuk Soeharto

Prasetyo Hadi
Prasetyo Hadi

Usulan Soeharto sebagai Pahlawan nasional mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak. Menteri Sekretaris Negara sekaligus Juru Bicara Presiden RI Prasetyo Hadi mengatakan pemerintah tidak mempermasalahkan usulan gelar pahlawan nasional untuk Soeharto.

“Menurut kami, mantan-mantan presiden itu sudah sewajarnya mendapatkan penghormatan dari bangsa dan negara kita. Jangan selalu melihat yang kurangnya, kita lihat prestasinya,” kata Prasetyo saat ditemui di Istana Kepresidenan pada Senin, (21/4/2025).

Menanggapi kasus hukum korupsi Soeharto, Prasetyo mengatakan tidak ada pemimpin sempurna. Namun dia menekankan permasalahannya bukan pada kekurangan Soeharto. “Semangatnya adalah kita harus terus menghargai, memberikan penghormatan, apalagi kepada para presiden kita,” tuturnya.

Senada, Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Golkar Hetifah Sjaifudian menegaskan, partainya mendukung pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.

"Kami sebagai ya tentu saja bagian dari Golkar akan men-support (mendukung) apapun hal yang positif untuk kepentingan bangsa," kata Hetifah.

Ia mengungkapkan, usulan ini sebenarnya datang dari fraksi di MPR, bahkan sudah dibahas oleh sayap partai Golkar, Satkar Ulama Indonesia.

KontraS: Gelar Pahlawan untuk Soeharto Lecehkan Korban Pelanggaran HAM

Kontras

Suara penolakan datang dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang menilai usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto sebagai bentuk pelecehan terhadap para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi selama rezim Orde Baru.

Anggota Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Jessenia Destarini menyebutkan usulan tersebut sangat bermasalah karena sama saja dengan memutihkan sejarah kelam dan menghapus jejak kejahatan yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru.

“Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan sebuah pelecehan terhadap martabat para korban dan melukai perasaan mereka,” ujar Jessenia dalam keterangannya.

“Lebih dari dua dekade pasca reformasi, korban masih harus terus menuntut keadilan dan tak kunjung mendapatkannya, namun individu yang paling bertanggung jawab atas kejahatan tersebut justru diwacanakan untuk diberi gelar pahlawan.” lanjutnya.

Pemberian gelar itu juga bertentangan dengan semangat Reformasi 1998 yang menuntut perubahan menuju pemerintahan yang demokratis dan menghargai HAM.

Ia pun menyerukan agar pemerintah menghentikan wacana pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto dan justru memperkuat komitmen penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu serta menghormati perjuangan para korban. Sementara itu, sebagai bentuk penolakan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas) membuka petisi.

Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia atau IKOHI, Zaenal Muttaqien, mengatakan petisi ini dibuat karena Soeharto tidak layak diberikan kehormatan sebagai pahlawan nasional. “

Usulan gelar pahlawan untuk Soeharto sudah berkali-kali muncul setiap tahun. Sehingga kami bersama non-government organization, pembela hak asasi manusia, lembaga bantuan hukum, dan lainnya selalu membuat petisi untuk menolaknya,” kata Zaenal.

Hingga Kamis, 24 April 2025 malam, petisi berjudul “Tolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto!” itu sudah ditandatangani oleh 4.281 orang di situs web Change.org.

Sarat Kontroversi, Pengusulan Soeharto Sebaiknya Ditunda

Pengamat Sejarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dedi Arman menilai, Presiden Kedua RI Soeharto memang telah memenuhi syarat sebagai Pahlawan Nasional. Namun, penetapan gelar tersebut tetap tergantung pada keputusan politik di tingkat pusat.

"Kalau Pahlawan Nasional itu kan keputusan politik, jadi itu bagaimanapun bagusnya kajian dari mana-mana pun, tapi keputusan tetap di Presiden, melalui Kementerian Sosial," ujar Dedi dalam keterangannya, Selasa (23/4/2025).

Meskipun secara teknis Soeharto dinilai layak, ia menyarankan agar pengusulan ini dapat ditunda terlebih dahulu, mengingat periode Soeharto yang masih baru dan isu-isu kontroversinya yang masih panas.

"Tapi menurut saya pribadi untuk sekarang, nanti dulu lah. Apalagi kan periode beliau meninggal masih kontemporer kan, meninggalnya belum terlampau lama juga, tahun 2000-an. Sekarang-sekarang kan isu-isu tentang pelanggaran HAM dan sebagainya, praktik KKN lagi muncul juga, masih panas-panas sekarang, nanti jadi problemnya kita," pungkasnya.

Asvi Marwan Adam
Asvi Marwan Adam

Sementara itu, Sejarawan sekaligus Profesor Riset Purnabakti BRIN, Asvi Warman Adam mengatakan pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan nasional sudah dilakukan sejak tahun 2008.

Namun, dirinya selalu menekankan tokoh yang diangkat sebagai pahlawan nasional tidak boleh kontroversial agar tidak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

"Meskipun jasanya banyak tapi dia ada kontroversi karena ada persoalannya yang lain yang terjadi atau dilakukan oleh tokoh itu. Itu pertimbangan saya pada tahun 2008. Pengusulan itu berulang terus," ujar Asvi.

Asvi mengakui, situasi pengusulan Soeharto saat ini memiliki dimensi yang berbeda karena mantan menantunya Prabowo Subianto kini sudah berstatus Presiden.

Meski begitu, ia berharap Prabowo bisa mencontoh Susilo Bambang Yudhoyono, yang meskipun saat itu sempat menjadi Presiden dua periode, tapi tidak pernah tergiur memanfaatkan jabatannya untuk menjadikan mertuanya, Jenderal Sarwo Edhie sebagai Pahlawan Nasional.

"Ketika sby menjadi presiden dalam dua periode, Sarwo Edhie itu pernah menjadi wacana untuk menjadi pahlawan nasional. Ketika itu juga muncul berbagai penolakan dan SBY mendengar penolakan itu dan selama pemerintahan SBY, mertuanya yang berjasa dalam penumpasan PKI di sumatera, Jawa dan bali pada tahun 1965, lagi-lagi pada masa SBY, Sarwo Edhie tidak diangkat jadi pahlawan nasional," ungkap Asvi. (est)

Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.