Semarang, TheStance - China memamerkan alat utama sistem senjatanya (alutsista) dalam parade militer terbesar dalam sejarah modern, melibatkan 12.000 tentara dan dihadiri 26 kepala negara/pemerintahan. Amerika Serikat (AS) senewen.

Dalam tradisi Tiongkok, angka 8 adalah angka keberuntungan yang harus dirayakan. Di tengah tekanan (bully) Amerika Serikat (AS) lewat perang tarif dan retorika, China menemukan momentum untuk merayakan hari penting itu sekaligus menjawab AS.

Digelar di Chang'an Avenue, Beijing, pada Rabu (3/9/2025), parade ini merupakan yang kedua kali setelah sebelumnya digelar 10 tahun lalu, pada 3 September 2015.

Namun berbeda dari sebelumnya, China menujukan perayaan kemenangan ini sebagai momentum memperingati berakhirnya Perang Dunia II dan menyinggung-nyinggung soal 'fasis.'

Mereka menggelar parade Hari Kemenangan Tiongkok 2025 ini dengan tajuk “Peringatan 80 Tahun Kemenangan Perang Perlawanan Rakyat Tiongkok Melawan Agresi Jepang dan Perang Anti-Fasis Dunia.”

Jika mengacu pada sejarah Perang Dunia II, China memang menjadi pihak yang menang melawan Kekaisaran Jepang dalam perang yang pecah sejak tahun 1937 sampai 1945.

Tanggal 3 September dipilih karena Jepang secara resmi menarik mundur semua pasukannya dari Daratan China sehari setelah mereka menyerah kepada Sekutu di kapal perang USS Missiouri pada 2 September 1945.

Pada tanggal itulah negara Republik Nasionalis China--yang kemudian berubah menjadi Republik Rakyat China (RRC) pada tahun 1949--mengumumkan hari libur nasional selama tiga hari untuk merayakan kemenangan mereka.

Jepang Pantau Ketat Parade

Sekretaris Kabinet Jepang

Sehari sebelum parade dimulai, pemerintah Jepang menyatakan “akan mencermati perkembangan terkait dengan penuh perhatian” terhadap perayaan China tersebut.

Dikutip Japan Today, Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshimasa Hayashi, mengatakan bahwa pemerintah Jepang telah berulang kali menegaskan posisi Jepang sebagai "negara cinta damai" dan berkomitmen untuk tak mengulangi tragedi Perang Dunia II.

Sejak tahun 1910, sebelum pecah Perang Dunia II, Jepang menginvasi sebagian daratan China dan Semenanjung Korea.

Hayashi menegaskan bahwa Jepang dan China memiliki tujuan yang sama untuk mempromosikan "hubungan yang saling menguntungkan berdasarkan kepentingan strategis bersama" dan membangun hubungan bilateral yang "konstruktif dan stabil."

Namun ironisnya, pada saat yang sama, pemerintah Jepang meminta negara-negara Eropa dan Asia untuk tidak menghadiri parade tersebut.

Dilansir dari Kyodo News, Jepang menyampaikan kepada negara lain melalui kedutaan besarnya di luar negeri bahwa acara peringatan Tiongkok memiliki nuansa anti-Jepang dan bahwa partisipasi para pemimpin harus dipertimbangkan hati-hati.

China pun protes. Menurut berita dari Yahoo! News, Guo Jiakun, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, mengatakan bahwa Beijing telah mengajukan protes kepada Jepang, meminta klarifikasi, dan mendesak Jepang menghadapi masa lalunya.

Seruan Jepang mental. Ada 25 pemimpin dan tokoh negara di luar China yang menghadiri acara parade ini. Presiden Prabowo Subianto termasuk yang ikut hadir dan bahkan berdiri di sebelah kanan Presiden China Xi Jinping.

Sebelumnya, Prabowo sempat hendak membatalkan rencana kunjungan, karena situasi unjuk rasa yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia.

Jawaban untuk Para Penindas

Presiden ChinaDi dalam parade yang dihadiri lebih dari 50.000 pengunjung tersebut, China memamerkan berbagai alutsista baru kepada dunia, menunjukkan kekuatan militer mereka.

Dilansir BBC, Xi Jinping menegaskan bahwa China adalah negara besar yang tak pernah gentar menghadapi penindas mana pun. Dia tak secara eksplisit menyebut siapa penindas yang dimaksud, tapi tentu dunia tak terlalu bodoh untuk memahaminya.

“Saat ini umat manusia kembali dihadapkan pada pilihan antara perdamaian atau perang, dialog atau konfrontasi, menang-menang atau zero sum,” tuturnya.

Pernyataan Xi Jinping soal perang ini menjadi terdengar semakin menggentarkan karena disuarakan ketika memamerkan senjata militer modern, termasuk di antaranya rudal anti-satelit.

Dilansir The Guardian, parade yang berdurasi 70 menit tersebut menampilkan sejumlah besar perangkat keras militer. Mulai dari tank dan drone hingga rudal jarak jauh berkemampuan nuklir, jet tempur, dan pesawat siluman

Terungkap juga kemajuan persenjataan dan aset Tentara Pembebasan Rakyat (People Liberation Army/PLA) dengan senjata baru mulai dari Tank Tipe 99B, Roket PHL-16, Misil YJ-20, pesawat nirawak (drone) baru, dan lain-lain.

Parade tersebut pun mengirimkan pesan tambahan bahwa China memiliki kapabilitas memproduksi alutsista canggih, dan siap menjadi produsen pemasok untuk negara yang membutuhkan.

Respons Getir Amerika dan Taiwan

Vladimir PutinPernyataan Xi diamini pemimpin negara yang berseberangan dengan AS dan ikut hadir di situ, seolah membentuk aliansi anti-penindasan Amerika. NBC News menyematkan nama baru untuk aliansi ini, yakni Axis of Upheaval atau Poros Perlawanan.

Mereka adalah Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un, Presiden Iran Masoud Pezheskian, dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Harap dicatat, Kuba yang juga secara ideologis anti-Amerika hadir di situ, diwakili langsung Presiden Miguel Diaz Canel.

Drew Thompson, peneliti senior S. Rajaratnam mengatakan bahwa pameran ini bertujuan untuk memberi peringatan kepada AS, Eropa, dan negara tetangga China untuk mempertimbangkan kembali jika ingin menantang kepentingan utama China.

Thompson juga menekankan bahwa tujuan dilakukan parade tersebut adalah untuk memperkuat legitimasi Partai Komunis China di kalangan pemilihnya.

Presiden AS Donald Trump yang tak diundang ataupun dicolek untuk menyaksikan parade militer China merespons dengan mengunggah postingan bernada ofensif cenderung getir.

Dia mengingatkan China untuk mengingat jasa AS dalam menghentikan Perang Dunia II, lalu menuduh China, Rusia, dan Korea Utara sedang berkonspirasi melawan AS.

“Selamat menikmati parade untuk Presiden Xi dan rakyat China yang keren. Tolong sampaikan salam terhangat saya kepada Vladimir Putin, dan Kim Jong Un yang mana kalian berkonspirasi melawan Amerika,” tuturnya dalam unggahan Truthsocial.

Baca Juga: Ranjau Misterius dan Judi Online di Balik Rapuhnya Perdamaian Kamboja-Thailand

Pertunjukan parade ini juga menimbulkan ketegangan dengan negara Taiwan. Semenjak mundur dari Daratan China dan mendirikan Republik China di Pulau Formosa/Taiwan, RRC mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya.

Selama bertahun-tahun pemerintah Taiwan menolak klaim tersebut dan menegaskan bahwa negara Taiwan merupakan negara yang berdaulat dan merdeka.

Masih dilansir NBC News, Presiden Taiwan, Lai Ching-te, mengatakan bahwa Taiwan tidak menggunakan senjata untuk memperingati perdamaian.

Negara lain di Asia yang mengirim kepala negara atau kepala pemerintahan dan berdiri di belakang Xi Jinping di parade tersebut adalah Malaysia, Laos, Mongolia, Myanmar, Kamboja, Vietnam.

Di luar itu ada Nepal, Maladewa, Pakistan, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, Turkmenistan, Uzbekistan, Armenia, Azerbaijan, Repubik Kongo, Zimbawe, Serbia, Slovakia, dan Belarus.

Bagi Indonesia, kehadiran Presiden Prabowo di acara parade tersebut memiliki implikasi bahwa Indonesia berupaya memelihara baik hubungan politik dan ekonomi dengan China.

Wajar saja, China merupakan mitra dagang terbesar dan sumber utama investasi dan serta pasar penting bagi komoditas ekspor Indonesia. (mhs)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.