Pengembang: Insentif Pajak Tak Cukup Redakan Efek PPN 12% ke Properti
Hanya cantik di atas kertas, insentif PPN DTP dinilai belum cukup untuk atasi persoalan tingginya harga rumah.

Jakarta, TheStanceID - Pemerintah mengumumkan insentif bagi sektor properti untuk mengompensasikan efek kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada 2025. Pengembang skeptis dan menilai persoalan 'rumah mahal' belum akan teratasi.
Beberapa insentif yang telah diberikan pemerintahan Prabowo Subianto di antaranya adalah PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah berharga hingga Rp5 miliar, dengan nilai insentif berlaku rumah senilai Rp2 miliar.
Jika kita membeli rumah berharga Rp2 miliar, maka pemerintah akan menanggung 100% PPN-nya. Jadi, PPN sebesar 12% dari Rp2 miliar berarti Rp240 juta akan ditanggung pemerintah.
Namun jika rumah yang dibeli seharga Rp5 miliar, pemerintah tetap menanggung insentif PPN DTP dengan nilai hanya Rp240 juta. Sisanya dibayar sendiri oleh calon pembeli rumah.
“Bagi kelas menengah, itu pemerintah melanjutkan kembali PPN DTP untuk properti sampai dengan Rp5 miliar, dengan dasar pengenaan pajak Rp2 miliar,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12/2024).
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait optimistis perpanjangan insentif PPN DTP di sektor perumahan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, sektor perumahan memiliki efek bergulir ke ratusan industri lainnya.
"[Di] industri perumahan itu, ratusan industri terafiliasi. Mulai dari cat, kayu, plafon, pasir, semen, semua. Ini akan sangat menggerakkan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi tahun depan," kata Ara.
Sebelumnya, pemerintah juga sudah mengeluarkan kebijakan untuk membebaskan biaya Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Terpisah, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menilai kebijakan PPN DTP di sektor perumahan ini mencerminkan wujud insentif yang berazaskan keadilan, untuk mengimpaskan dampak negatif penerapan tarif PPN 12%.
"Kebijakan ini untuk bisa menjaga momentum pembangunan dari sektor perumahan yang membutuhkan multi-layer effect yang banyak untuk sektor konstruksi dan juga real estate," ujar Menkeu, dikutip dari Antara.
Harga Properti Tetap Naik di 2025
Harga rumah disinyalir bakal tetap membumbung akibat pengenaan tarif PPN 12% per 1 Januari 2025. Pasalnya, harga semua bahan baku konstruksi juga meninggi sebagai efek bola salju kenaikan tarif PPN yang melekat ke semua komponen bahan baku tersebut.
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Real Estat Indonesia (REI) Bambang Ekajaya mengatakan kenaikan tarif PPN dari 11% ke 12% mungkin terlihat seperti kenaikan tak seberapa, yakni hanya 1%.
Namun, yang tak disadari, efek kenaikan ini menimpa nyaris di semua kegiatan ekonomi mulai dari harga bahan bangunan, upah tenaga kerj, dll. Belum lagi jika menghitung dampak kenaikan UMP pada tahun 2025.
"Artinya kenaikan yang akan terjadi tentu berkali-kali lipat dari 1%," ungkapnya pada TheStanceID.
PPN DTP Cantik Hanya di Kertas
Bambang menyambut positif insentif PPN DTP properti. Hanya saja, dia menilai kebijakan itu tak realistis di mana syarat untuk mendapatkan fasilitas insentif tersebut sulit dipenuhi pengembang, karena berlaku hanya untuk properti yang sudah dibangun.
Realitanya, pengembang lebih banyak menjual sistem indent dalam menjual properti karena keterbatasan permodalan. Di lapangan, pengembang hanya memasarkan maket dan desain, lalu pembangunan rumah dimulai setelah akad kredit.
Artinya, insentif tersebut hanya terlihat indah di atas kertas karena mayoritas properti yang dipasarkan pengembang tidak akan bisa mendapatkan insentif PPN DTP. Bagi masyarakat, insentif tersebut pun tak membantu mereka.
Bambang memperkirakan kenaikan PPN 12% membuat konsumen properti indent akan berpikir ulang. Apalagi, harga dasar properti juga naik akibat kenaikan harga material bangunan dan upah tenaga kerja.
"Karena itu kami mengusulkan rumah indent bisa mendapat insentif PPN DTP. Walau nilainya tidak sebesar PPN DTP ready unit. Misal 50% dari PPN DTP ready unit," ujarnya.
Untuk mencegah fraud, pemerintah bisa memberlakukan term and condition yang ketat bagi pengembang agar bisa mendapatkan insentif tersebut. Misalnya, membatasi waktu indent maksimal 1 tahun.
"Ini usulannya mirip dengan insentif PPN DTP kendaraan listrik dan mobil hybrid. Keduanya dapat insentif tapi berbeda besarannya. Semoga konsep tersebut bisa diaplikasikan di bisnis properti," ujar Bambang.
Kesulitan Pengembang KPR Subsidi
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan kenaikan PPN menjadi 12% bisa berdampak pada pengembang komersial dengan memperketat margin yang mereka dapatkan.
"Permasalahannya untuk rumah KPR subsidi yang harga jualnya sudah ditetapkan pemerintah dan marginnya sudah minimal, inilah kesulitan bagi pengembang [rumah] KPR subsidi," jelas Junaidi, seperti dikutip Detik, Kamis (26/12/2024) .
Meski pengembang tidak ingin menaikkan harga jual rumah, guna menjaga daya beli masyarakat, kenaikan harga material akibat PPN 12% membuat harga jual rumah juga terkerek. Ketika margin mereka menipis, harga jual rumah subsidi tak boleh dinaikkan.
Untuk itu, dia mengusulkan penyesuaian harga jual rumah subsidi ke Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) khususnya Direktorat Pembiayaan Perumahan, karena hal tersebut sudah tidak terhindarkan.
Dilema Program 3 Juta Rumah
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto menilai program 3 juta rumah justru membuat masyarakat menahan pembelian property, karena masyarakat berharap aka nada rumah gratis atau rumah murah.
"Rumah gratis itu membingungkan pengembang. Banyak calon konsumen membatalkan booking setelah omongan rumah gratis itu. Dari 10 booking, ada 1-3 yang dibatalkan," katanya seperti dikutip CNBC Indonesia pada Kamis (21/11/2024).
Padahal, uang tanda jadi itu merupakan langkah awal masyarakat dalam kepemilikan rumah. Jika tren ini semakin masif di masyarakat, maka bisnis properti komersial pun menjadi kurang bergairah.
"Ketika industri properti disampaikan [bahwa] ini [ada] rumah gratis, maka kami-kami ini [pengembang] akan bubar. Efeknya besar karena orang akan tidak jadi beli [atau] menunda beli karena dengar [ada] rumah gratis," ujar Joko.
Dalam peresmian program perdana 3 juta rumah di Desa Sukawali, Kabupaten Tangerang, Maruarar mengumumkan bahwa 250 unit akan dibangun, dan diberikan secara gratis.
Proyek rumah full furnished ini digarap di atas lahan seluas 2,5 hektare dan merupakan hibah PT Bumi Samboro Sukses. Agung Sedayu Group (ASG) bertindak sebagai kontraktor.
Dalam berbagai kesempatan, politisi yang akrab dipanggil Ara ini mendorong para pengusaha juga memberikan rumah gratis ke rakyat yang membutuhkan.
Ketika harga dasar rumah meninggi akibat kenaikan tarif PPN, pesan mulai tersebut terdengar sebagai retorika yang jauh dari realita. (est)