Vonis Receh Harvey Moeis; Skandal Hukum Era Jokowi, Aib Era Prabowo
Pulang ke rumah 3 atau 4 tahun ke depan, Harvey masih kaya. Dia cukup jual 1 rumah untuk ganti rugi ke negara.

Jakarta, TheStanceID - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mendiskon vonis Harvey Moeis, terdakwa korupsi timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. Ia menjadi noktah hitam perdana penegakan hukum di era Presiden Prabowo Subianto.
Vonis ini terhitung dua kali lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Padahal, dalam putusannya, majelis hakim mengakui dan menyatakan bahwa Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang secara bersama-sama.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Harvey Moeis oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto membacakan amar putusannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).
Denda Harvey Moeis , sebesar Rp1 miliar, juga terhitung tak seberapa jika dibandingkan dengan keuntungan yang telah diraupnya. Itupun dengan ketentuan bahwa denda tersebut bisa diganti kurungan 6 bulan.
Jika Harvey ingin menyenangkan istrinya, artis Sandra Dewi yang mencitrakan diri sebagai sosok istri santun dan religius, maka ia cukup menginap 6 bulan lagi di penjara, sehingga alokasi Rp1 miliar bisa dipakai untuk membeli tiga buah tas Hermes.
Pulang ke rumah nanti, Harvey dipastikan masih kaya.
Harta Harvey, mengacu pada daftar harta yang disita Kejaksaan Agung (Kejagung), meliputi Ferrari 458 Speciale (Rp15,9 Miliar), Rolls Royce Cullinan Rp14,9 Miliar, Mercedes Benz SLS AMG (Rp8 Miliar), dan Ferrari 360 Challenge Stradale (Rp5,7 Miliar).
Selain itu ada Lexus Rx300 F Sport (Rp800 juta), Mini Cooper Countryman S 2022 (Rp500 juta), Toyota Vellfire 2017 (Rp700 juta). Uang cair di bank miliknya mencapai Rp76 miliar. Belum lagi logam mulia dan aset property.
Ketika pamer di media sosial Sandra Dewi, Harvey diketahui juga memiliki 6 jam tangan mewah dari Rolex Chonograph Paul Newman hingga Patek Philippe Nautilus 5990. Jika ditotal, nilai jam tangan mewahnya saja mencapai Rp 33,5 miliar.
Selain denda, Harvey sebenarnya juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara, dengan nilai sebesar Rp210 miliar, dalam waktu maksimal 1 tahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Apakah kewajiban itu akan membuat Harvey jera menjadi koruptor? Belum tentu. Korupsi dan bisnis yang dikembangkan dari aktivitas itu benar-benar telah memberikannya kekayaan melimpah.
Harvey tercatat memiliki rumah mewah senilai Rp271 miliar di Australia yang memiliki fasilitas lengkap. Ia hanya cukup melego satu rumah itu saja untuk “mengganti” kerugian negara yang telah dia ciptakan.
Kejagung Hormati Keputusan Hakim
Merespons vonis ringan tersebut, Kejaksaan Agung menyatakan menghormati keputusan majelis hakim. Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki waktu 7 hari untuk mempertimbangkan akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut.
"Besaran tuntutan yang diberikan kepada seseorang telah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum, termasuk hal-hal yang memberatkan dan meringankan, jadi, kita tunggu sikap JPU," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, pada Senin (23/12/2024).
Tidak hanya Harvey yang mendapatkan vonis diskon. Terdakwa lainnya, yakni Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta, divonis 8 tahun penjara, jauh lebih ringan dari tuntutan 14 tahun.
Untuk diketahui, kasus korupsi PT Timah Tbk ini menjadi sorotan karena kerugian negara yang ditimbulkannya mencapai Rp300 triliun. Jumlah ini menjadi yang terbesar dalam catatan sejarah praktik korupsi di Tanah Air.
Dia menjadi skandal hukum yang berlangsung di era Presiden Joko Widodo. Terlebih, Helena Lim yang juga terseret dalam pusaran skandal ini, terbilang dekat dengan anak-anak Jokowi.
Helena pernah tampil di siniar (podcast) Kaesang Pangarep, dan foto bareng. Kini video siniar tersebut sudah dihapus untuk menghilangkan jejak kedekatan tersebut. Namun, warganet keburu meng-capture siniar bersama pelaku skandal korupsi itu.
Saat ini Helena masih menunggu vonis majelis hakim. Dia dituntut delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Minimal Penjara 20 Tahun
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai vonis Harvey Moeis tidak adil. Menurutnya, suami Sandra Dewi itu layak dihukum selama 20 tahun di penjara.
"Sangat tidak adil, meskipun memang berkali-kali saya tekankan, ini berlaku asas res judicata, kita hormati apapun putusan hakim," kata Boyamin, Senin (23/12/2024).
Putusan majelis hakim, yang menyatakan Harvey terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), semestinya membuat vonis yang dijatuhkan bisa di atas tuntutan.
"Apalagi ini bukan hanya kerugian korupsi tapi juga dikenakan pencucian uang maka sebenarnya harusnya vonisnya di atas tuntutan. Menurut saya, minimal 20 tahun dan yang memungkinkan seperti yang dikatakan MA seumur hidup," ujarnya.
Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 memang menegaskan bahwa korupsi dengan nilai kerugian di atas Rp100 miliar bisa berujung pidana seumur hidup. Korupsi timah membuat rakyat Bangka Belitung yang semestinya makmur menjadi sengsara.
Sudah Diskon, Dapat Remisi Pula
Boyamin menambahkan, vonis tersebut berpotensi jadi lebih ringan lagi ke depan mengingat adanya peluang remisi dan mekanisme bebas bersyarat bagi para narapidana.
"Bebas bersyarat 2/3 jadi 4 tahun, remisi anggap aja minimal dapat 1 tahun. Jadi ini hanya menjalani 3 tahun karena menurut UU yang baru kan semua narapidana berhak dapat remisi bebas bersyarat cuti, menjelang bebas, segala macamnya," jelasnya.
Kepada Detik, anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan menilai vonis hukuman Harvey sebagai kabar buruk bagi keadilan. "Bagaimana mungkin kerugian negara sebesar Rp 300 triliun hanya dihargai dengan hukuman 6,5 tahun penjara?"
Apalagi, kata Hinca, korupsi komplotan Harvey merupakan kejahatan yang paling berdampak terhadap alam Indonesia. Ia menyebut apa yang telah diperbuat Harvey dan pelaku lainnya merusak masa depan generasi muda.
"Timah Bangka Belitung, yang seharusnya menjadi berkah bagi daerah, justru menjadi kutukan. Korupsi ini bukan sekadar mencuri uang, ini mencuri masa depan," katanya.
Ketua Dewan kehormatan Partai Demokrat ini menilai putusan itu menggambarkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia, karen koruptor ratusan triliun menerima hukuman yang lebih ringan dari pelaku pencurian motor.
"Apa pesan yang kita kirimkan kepada masyarakat? Bahwa korupsi adalah kejahatan yang aman? Bahwa mencuri sumber daya negara jauh lebih murah risikonya dibandingkan mencuri motor di jalanan? Ini adalah preseden yang mengerikan," ujarnya.
ICW: Tren Vonis Ringan Koruptor
Vonis ringan Harvey menambah datar panjang fenomena vonis ringan para terdakwa kasus korupsi di Indonesia, mengonfirmasi data Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dirilis Oktober lalu.
Menurut data tersebut, sepanjang tahun terakhir kepemimpinan Jokowi pada 2023, ada 1.649 putusan terhadap 1.718 orang terdakwa korupsi. Mayoritas mendapatkan vonis yang ringan.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam pemaparannya menjelaskan sepanjang 2023 para terdakwa korupsi dijerat dengan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasal 2 menjatuhkan hukuman penjara minimum 4 tahun, sementara pasal 3 mengatur hukuman penjara minimum 1 tahun. Dengan kedua pasal tersebut, vonis terhadap pelaku korupsi menjadi sangat ringan.
ICW membagi putusan hakim tipikor ke dalam tiga kategori, yaitu ringan (di bawah 4 tahun), sedang (4 tahun sampai 10 tahun), dan berat (di atas 10 tahun). “Maka, tahun 2023 rata-rata vonis hakim saat ini ringan,” kata Kurnia, pada Senin (14/10/2024).
Pelaku Korupsi Didominasi Swasta
Nyaris separuh dari perkara tipikor pada 2023 merugikan negara, dengan jumlah sebanyak 802 kasus. Praktik korupsi lainnya jauh lebih rendah seperti suap (88 perkara), penggelapan (63 perkara), dan pemerasan (37 perkara).
Kurnia mengungkap pekerja swasta menjadi yang paling sering korupsi, disusul pegawai pemerintah daerah, kepala desa dan perangkat desa. Sebelumnya, aparat desa merajai peringkat lima besar pelaku korupsi di Indonesia—yang diproses hukum.
"Jadi omong kosong kalau ada yang mengatakan kita sudah serius dalam menindak pelaku korupsi. Proses penyidikannya bermasalah temuan dari tren penindakan, ternyata vonisnya pun tidak menggambarkan pemberian efek jera," kata Kurnia.
Belajar dari China
Jika Harvey dan Helena Lim adalah warga negara China dan memiliki puluhan nyawa, maka kerugian negara Rp300 triliun bisa membuat mereka jera. Terbaru, seorang koruptor di China dihukum mati, "hanya" karena merugikan negara senilai Rp6,7 triliun.
Menurut catatan TheStanceID, angka itu merupakan rekor kerugian negara dari aksi korupsi di Negeri Panda tersebut. Pelakunya adalah Sekretaris Partai Komunis China Li Jianping.
Jianping dijatuhi hukuman maksimal, yakni hukuman mati, usai terbukti melakukan korupsi senilai 3 miliar yuan atau setara dengan Rp6,7 triliun pada September 2022. Eksekusi di Kota Hohhot, Mongolia Dalam Selasa (17/12/2024) lalu.
Berdasarkan pernyataan pengadilan tinggi, Jianping memanfaatkan kekuasaannya untuk mencuri lebih dari Rp3,2 triliun dari BUMN setempat. Dia juga terbukti menerima suap senilai Rp1,2 triliun hingga menggelapkan dana lebih dari Rp2,3 triliun.
Daftar Hukuman Mati Koruptor China
Pejabat lainnya di China yang divonis hukuman mati adalah eks Sekretaris Komite Partai Komunis sekaligus Ketua Dewan Manajemen Aset, Huarong usai terbukti menerima suap senilai Rp4 triliun.
Kematian juga diberikan kepada eks Walikota Hangzhou Xu Maiyong lantaran kasus suap senilai Rp400 miliar, eks Walikota Suzhou Jiang Renjle (Rp223 miliar), hingga Direktur Administrasi Makanan dan Obat-obatan China Zheng Xiaoyu (Rp145 miliar).
China menerapkan hukuman mati selama lebih dari 4.000 tahun. Walaupun di banyak negara hukuman ini sudah dihapuskan, Negeri Tirai Bambu masih mempertahankannya untuk melakukan pencegahan secara luas di negara berpopulasi padat tersebut.
Alih-alih, belajar dari China untuk memberikan hukuman maksimal bagi koruptor yang merugikan negara dan merusak lingkungan, Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto justru mencetak beberapa bulan di masa awal pemerintahannya.
Para koruptor di Indonesia bakal bernafas lega dan mendapat angin segar menyusul rencana Presiden Prabowo ntuk membuka pintu maaf dan pengampunan bagi koruptor demi mendapatkan pengembalian aset.
Artinya, logika korupsi diubah menjadi logika investasi. Pakai uang negara, putar dan kembangkan hingga menghasilkan keuntungan miliaran, lalu kembalikan uang pokoknya. Hasil keuntungannya, mengikuti logika Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) Yusril Ihza Mahendra boleh tetap dipakai agar tidak “mematikan negara.”
Di masa lalu, memakai uang negara secara ilegal adalah aib. Pemerintahan Prabowo berupaya menormalkan aib itu. (est)