Jakarta, TheStanceID – Operasi tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, viral dan menuai protes banyak kalangan.

Masyarakat tidak habis pikir bagaimana kawasan yang terkenal akan keindahan alamnya dirusak demi tambang.

Publik pun mempertanyakan siapa sosok dibalik perusahaan tambang sehingga bisa mendapatkan izin usaha ekplorasi di kawasan yang telah diakui UNESCO sebagai kawasan konservasi internasional itu.

Berdasarkan penelusuran TheStanceID, sejumlah petinggi konglomerasi hingga mantan menteri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tercatat sebagai direksi maupun pemilik manfaat atau beneficial owner tambang nikel yang beroperasi di kawasan Raja Ampat itu.

Total, terdapat lima perusahaan tambang yang memiliki izin resmi untuk beroperasi di wilayah Raja Ampat.

Kementerian ESDM memerinci dua perusahaan di antaranya memperoleh izin dari pemerintah pusat, yaitu PT Gag Nikel (GN) dengan izin operasi produksi sejak 2017 dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dengan izin operasi produksi sejak 2013.

Sementara itu, tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari pemerintah daerah (bupati Raja Ampat), yaitu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan izin usaha pertambangan (IUP) diterbitkan pada 2013, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP diterbitkan pada 2013, dan PT Nurham dengan IUP diterbitkan pada 2025.

Daftar Pemilik Tambang Nikel di Raja Ampat

1. PT GAG Nikel (BUMN)

Lana Saria

PT Gag Nikel merupakan anak usaha BUMN, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. (ANTM) atau Antam.

Awalnya, kepemilikan saham mayoritas PT Gag Nikel sebesar 75% sempat dipegang oleh perusahaan asing asal Australia, yaitu Asia Pacific Nickel (APN) Pty. Ltd, sementara sisa 25% dikuasai oleh Antam.

Namun sejak tahun 2008, Antam mengakuisisi seluruh saham PT APN Pty Ltd sehingga kendali penuh PT Gag Nikel sampai saat ini dipegang oleh perusahaan berkode saham ANTM itu.

Dari kelima perusahaan yang memiliki izin tambang di Raja Ampat, PT Gag Nikel merupakan satu-satunya yang saat ini aktif memproduksi nikel dan berstatus kontrak karya (KK). PT Gag Nikel melakukan aktivtias penambangan di Pulau Gag dengan luas 6.030,53 hektar.

Yang menarik perhatian, ada nama Lana Saria, mantan Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), yang kini tercatat sebagai Komisaris di PT Gag Nikel.

Keberadaannya disorot mengingat Ditjen Minerba adalah lembaga yang memiliki kewenangan menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), syarat wajib agar perusahaan tambang bisa beroperasi secara legal.

Lana Saria juga dikenal sebagai sebagai staf ahli Menteri Ekonomi Sumber Daya Manusia (ESDM) Bahlil Lahadalia. Selain Lana, terdapat nama Ketua PBNU, Ahmad Fahrur Rozi yang duduk dalam jajaran Komisaris PT GAG Nikel.

2. PT Kawei Sejahtera Mining (Keluarga Aguan)

freddy numberi - nono sampono

PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) adalah perusahaan dengan IUP seluas 5.922 hektare. PT KSM sebenarnya memiliki IUP hingga 2033, tapi mendapat sanksi dari KLHK setelah terbukti menambang di luar izin yang dimiliki.

Di Pulau Kawe, tambang mereka menyebabkan sedimentasi parah di kawasan pesisir. KLHK pun memberikan sanksi administratif dan menuntut pemulihan lingkungan.

Selain itu, perusahaan ini terancam digugat secara perdata atas pelanggaran izin dan perusakan lingkungan.

Tercatat, ada nama mantan Menteri Kelautan era SBY sekaligus mantan gubernur Irian Jaya, Freddy Numberi, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT KSM.

Mantan Anggota DPD RI 2019–2024 yang juga mantan Komandan Korps Marinir, Nono Sampono ikut menduduki jabatan sebagai Komisaris Utama PT KSM.

Selain dua nama mantan petinggi tersebut, PT KSM terafiliasi dengan sejumlah nama besar dari kalangan grup konglomerasi.

Berdasarkan data Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum (AHU Kemenkum), diketahui pemilik manfaat atau beneficial owner (BO) PT KSM adalah Susanto Kusuma, Richard Halim Kusuma, dan Alexander Halim Kusuma.

Susanto Kusuma adalah Komisaris Utama PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI). Ia memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Direktur PANI yang juga pemilik grup Agung Sedayu, Sugianto Kusuma alias Aguan.

Alexander dan Richard adalah putra Aguan. Saat ini, Alexander tercatat duduk di bangku direksi bersama dengan ayahnya di PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). Aguan menjabat Direktur Utama, dan Alexander menjadi Wakil Direktur Utama.

Sedangkan, Richard Halim Kusuma tercatat sebagai Komisaris di PANI, Komisaris di PT Erajaya Swasembada Tbk. (ERAA) serta Komisaris Utama di anak usaha PANI, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk. (CBDK).

3. PT Anugerah Surya Pratama (Vansun Group)

Raja Ampat

PT Anugerah Surya Pratama (ASP) adalah perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Indonesia bagian timur, khususnya di Pulau Manuran, kabupaten Raja Ampat.

Perusahaan ini merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) milik raksasa nikel asal China, Wanxiang Group, yang terafiliasi dengan grup tambang asal China, Vansun Group.

Induk perusahaannya di Indonesia adalah PT Wanxiang Nickel Indonesia yang juga beroperasi di Morowali, Sulawesi Tengah.

4. PT Mulia Raymond Perkasa

PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) memiliki IUP dari SK Bupati Raja Ampat sejak tahun 2013, yang berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033, dan mencakup wilayah 2.193 ha di Pulau Batang Pele.

Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, saham MRP dimiliki Asep Ramdani sebesar 50% dan Julius Anggito Tri Priharto sebesar 50%. Keduanya juga tercatat sebagai direktur dan komisaris dalam perusahaan tersebut.

Kementerian ESDM menyebut kegiatan MRP masih tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.

5. PT Nurham

PT Nurham mengantongi IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat tahun 2025. Perusahaan memiliki izin tambang hingga 2033 dengan wilayah seluas 3.000 ha di Pulau Waegeo.

Perusahaan ini telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemkab Raja Ampat sejak 2013. Namun, hingga kini perusahaan belum berproduksi.

Berdasarkan data MODI Kementerian ESDM, PT Nurham dimiliki oleh Yulan Aulia Fathana dengan kepemilikan saham 50% dan Yusuf Abdullah sebesar 50%. Keduanya juga tercatat sebagai direktur dan komisaris di perusahaan tersebut.

Prabowo Cabut 4 Izin Pertambangan di Raja Ampat

Prasetyo Hadi - Tambang (2)

Menyikapi kontroversi tambang nikel di Raja Ampat, Presiden Prabowo resmi menyetop secara permanen kegiatan pemilik empat IUP di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Hal itu diumumkan langsung oleh Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi.

"Atas petunjuk Bapak Presiden, beliau putuskan bahwa pemerintah akan cabut izin usaha pertambangan untuk 4 perusahaan di kabupaten Raja Ampat," katanya di Istana Negara, Selasa (10/6/2025).

Keempat perusahaan itu ialah PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), dan PT Nurham.

Sedangkan izin PT Gag Nikel yang merupakan anak usaha PT Antam, yang berlabel Kontrak Karya (KK) dipertahankan, tidak dicabut.

4 Perusahaan Tambang Sudah Tak Produksi

Bahlil - tambang

Pada kesempatan yang sama, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut empat perusahaan tambang di Raja Ampat yang dicabut IUP-nya sudah tak lagi berproduksi di 2025 karena tidak menyetorkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) ke pemerintah.

"Saya sampaikan dari 5 IUP beroperasi, yang punya RKAB itu hanya 1 IUP, yaitu PT GAG Nikel, yang lainnya 2025 belum dapat [persetujuan] RKAB," jelasnya.

Salah satu syarat perusahaan tambang berproduksi ialah mengantongi persetujuan RKAB dari Kementerian ESDM.

Bahlil menambahkan, izin tambang dicabut karena terbukti melakukan pelanggaran lingkungan. Hal ini berdasarkan laporan dari Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup.

Selain itu, empat tambang yang dicabut izinnya berlokasi di dalam taman bumi (geopark) atau Kawasan Wisata Raja Ampat. Izin empat perusahaan ini dikeluarkan sebelum Raja Ampat ditetapkan sebagai geopark.

"Kawasan ini menurut kami harus dilindungi dengan melihat kelestarian biota laut. Izin-izin ini diberikan sebelum ada geopark. Sementara itu, Presiden ingin menjadikan Raja Ampat jadi wisata dunia," kata Bahlil.

Pemerintah daerah Kabupaten Raja Ampat dan Provinsi Papua Barat Daya, kata Bahlil, juga menyarankan agar empat tambang yang berada di dalam Geopark Raja Ampat dicabut izinnya.

Terbukti Melanggar, Perusahaan Tambang Bakal Didenda

hanif Faisol

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan bahwa empat perusahaan pemegang IUP di wilayah Raja Ampat itu terbukti melakukan pelanggaran serius terhadap lingkungan hidup.

Temuan itu didapat selama proses pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH)/BPH) pada tanggal 26 hingga 31 Mei 2025.

Adapun empat perusahaan tambang nikel yang menjadi objek pengawasan KLH antara lain PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).

Menurut Hanif, akan ada denda dari temuan ini yang merupakan hasil pemeriksaan awal atas dugaan kerusakan lingkungan di kawasan yang dikenal sebagai salah satu destinasi wisata alam paling penting di Indonesia.

Namun, proses pengenaan denda masih menunggu hasil pengawasan lanjutan untuk menentukan besaran dan bentuk pemulihan lingkungan yang harus dilakukan.

"Ada (denda). Nanti kita akan lakukan pengawasan detail untuk merumuskan langkah-langkah pemulihannya,” kata Hanif.

Pihaknya saat ini masih menghitung angka atau estimasi resmi terkait nilai kerugian lingkungan yang harus diganti oleh perusahaan tambang yang melanggar.

Baca Juga: Mengapa Penyegelan 4 Tambang Nikel & Penghentian Sementara Gag Nikel di Papua Tak Cukup?

Greenpeace sebelumnya mengungkap bahwa sekitar 500 hektare hutan di pulau-pulau kecil Raja Ampat telah dibuka untuk pertambangan nikel.

Aktivitas ini disebut mengancam kelestarian terumbu karang dan ekosistem pesisir yang telah diakui dunia sebagai kawasan konservasi internasional oleh UNESCO.

Padahal, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 secara tegas melarang kegiatan pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 bahkan memperkuat larangan tersebut dengan menegaskan bahwa pertambangan di wilayah itu berpotensi menimbulkan kerusakan permanen dan melanggar prinsip keadilan antargenerasi.

Kini yang jadi pertanyaan, bagaimana dengan operasi tambang PT Gag Nikel, yang dipertahankan izinnya? Apakah operasi tambang PT Gag Nikel tidak merusak lingkungan? Atau ada perlakuan berbeda untuk BUMN? (est)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID