Senin, 28 Juli 2025
Term of Use Media Guidelines

Mengapa Penyegelan 4 Tambang Nikel & Penghentian Sementara Gag Nikel di Papua Tak Cukup?

Di Pulau Gag, masyarakat sekitar tak lagi berani berenang di laut karena risiko penyakit kulit akibat dampak pencemaran. Alih-alih memenuhi ambisi transisi energi yang berkeadilan, hilirisasi justru merusak alam dan merampas hak masyarakat sekitar.

By
in Big Shift on
Mengapa Penyegelan 4 Tambang Nikel & Penghentian Sementara Gag Nikel di Papua Tak Cukup?
Anggota Greenpeace Indonesia melancarkan protes di ajang Indonesia Critical Minerals 2025 yang berlangsung di Jakarta pada 3-5 Juni 2025. (Sumber: Greenpeace)

Jakarta, TheStanceID - Para pengusaha tambang dan pemangku kebijakan industri berkumpul dalam konferensi bertajuk Indonesia Critical Mineral Conference & Expo 2025 pada 3 Juni 2025 di Pullman Hotel, Jakarta.

Acara yang diinisiasi oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) bersama Shanghai Metals Market (SMM) menjadi panggung bagi para pelaku industri pertambangan.

“Industri ini tidak dibangun oleh segelintir pahlawan, tapi oleh para pengusaha, pekerja keras, dan pelanggan yang saling terhubung. Kita hanya bisa menyuarakan apa yang ada di pasar, risiko, tren, dan kebenaran,” tulis Media Nikel Indonesia.

Media tersebut mengutip Presiden Direktur SMM Adam Fan yang sesumbar: "Dan, kebenaran itu adalah kita semua di sini turut berkontribusi dalam menciptakan produk yang lebih baik bagi masyarakat."

Saat Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno memberikan sambutan di acara yang sama, pemandangan kontras terjadi di acara yang dihadiri 1.700 delegasi tersebut.

Tiga orang aktivis dari Greenpeace Indonesia–organisasi yang fokus pada isu lingkungan global– dan seorang pemudi Papua membentangkan spanduk bernada peringatan.

Spanduk itu bertuliskan: “What’s the true cost of your nickel?”, “Nickel mines destroy of your nickel?”, dan “Save Raja Ampat from nickel mining.

Secara lantang mereka menyuarakan “Save Raja Ampat, Papua bukan Tanah Kosong” berkali-kali. Mereka bukanlah penyusup yang datang tanpa diundang.

Secara resmi mereka terdaftar melalui kanal yang disebar oleh penyelenggara sebelum hari perhelatan konferensi. Aksi protes mereka tidak berlangsung lama karena dihentikan paksa dan dibawa keluar ruangan oleh panitia.

Drama Menggugat "Kebenaran"

Iqbal Damanik

Semangat mereka untuk menyampaikan pesan kepada muka publik seolah tak kendur. Salah seorang aktivis Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, tak bungkam dan berulang kali meneriakan “Save Raja Ampat. Papua bukan tanah kosong.”

Suasana konferensi berubah menjadi dramatis. Para aktivis yang menyuarakan kondisi darurat di Raja Ampat, berakhir digelandang panitia ke Polsek Grogol Petamburan untuk dimintai keterangan.

Dikutip dari Kompas, pada hari yang sama, mereka dibebaskan karena tidak terbukti melakukan tindakan melanggar hukum. “Tidak ada, tidak ada unsur pidana,” tutur Kapolsek Grogol Petamburan Kompol Reza Hafiz Gumilang, Rabu 4 Juni 2025.

Napas perjuangan para pembela lingkungan tanah Raja Ampat tak terhenti meski sempat ditahan polisi. Aksi mereka menjadi sorotan publik setelah ramai di jagat media.

Keberanian para aktivis “mengusik” acara konferensi itu seolah menjadi alarm bahwa tanah Papua dalam keadaan genting.

Raja Ampat, kabupaten yang terletak di Provinsi Papua Barat yang terkenal dengan keindahan alam dan ragam hayatinya ini terancam dengan aktivitas industri tambang yang penuh polemik.

“Saat pemerintah dan oligarki tambang membahas bagaimana mengembangkan industri nikel dalam konferensi ini, masyarakat dan bumi kita sudah membayar harga mahal,” jelas Iqbal.

Industrialisasi nikel yang makin masif, lanjut dia, telah menghancurkan hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai daerah, mulai dari Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi.

"Kini tambang nikel juga mengancam Raja Ampat, Papua, tempat dengan keanekaragaman hayati yang amat kaya yang sering dijuluki sebagai surga terakhir di bumi," tegasnya.

Menurut Aturan, Pulau Gag Tak Boleh Ditambang

Raja AmpatBerdasarkan kajian Greenpeace Indonesia, eksploitasi nikel masih dilakukan di sejumlah pulau di Raja Ampat, seperti Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.

Ketiga pulau itu termasuk kategori pulau-pulau kecil yang sebenarnya tidak boleh ditambang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan pulau–pulau kecil.

Undang–undang tersebut melarang melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, dan budaya menimbulkan kerusakan lingkungan.

Aktivitas tambang seperti pembabatan hutan dan pengerukan tanah berimbas pada limpasan tanah yang dapat memicu sedimentasi di pesisir yang berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat.

Seruan untuk menghentikan kegiatan pengerukan terus digaungkan menyusul kekhawatiran bahwa harta karun bawah laut dan ragam hayati Raja Ampat perlahan terkikis.

Aksi penolakan Greenpeace dan perwakilan masyarakat di acara konferensi tambang menunjukkan dampak buruk kegiatan tambang dan hilirisasi yang selama ini digencarkan membawa banyak mudarat bagi lingkungan dan masyarakat adat.

Misalnya di Pulau Gag, masyarakat sekitar tak mau berenang di laut karena takut terkena penyakit kulit akibat dampak pencemaran.

Alih-alih memenuhi ambisi transisi energi yang berkeadilan, narasi hilirisasi justru merusak alam dan merampas hak masyarakat sekitar.

Tanggapan Pemerintah: Sekadar Menunda

Menuai kecaman aktivis, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menghentikan aktivitas tambang nikel PT Gag Nikel di Raja Ampat. Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan tersebut dibekukan sejak Kamis (5/6/2025).

“Untuk sementara, kami hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan. Kami akan cek,” tutur Bahlil di Kementerian ESDM, Kamis 5 Juni 2025.

Penggunaan diksi 'sementara' menunjukkan pemerintah tidak benar-benar serius menghentikan kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Aktivitas tambang di surga Papua bisa jadi terus berlanjut.

Dengung protes masyarakat sampai ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Pada peringatan Hari Lingkungan Sedunia, 5 Juni 2025, KLH menyegel empat lahan tambang nikel di kawasan Raja Ampat.

Empat tambang tersebut sedang dan hendak menambang nikel di Raja Ampat, dua di antaranya diketahui memiliki izin dan dokumen lingkungan.

Menurut keterangan tertulis Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, izin tersebut akan dicabut dan mewajibkan perusahaan melakukan pemulihan lingkungan.

Baca Juga: Tak Ada Nikel Seharga Nyawa

Greenpeace menyambut baik keputusan itu. Namun, Iqbal menekankan bahwa keputusan tersebut tidak cukup.

“Tapi yang perlu diingat adalah saat ini yang aktif itu ada lima: Pulau Gag, Pulau Kawe, Pulau Manuran, Pulau Batang Pele, dan Manyaifun, tutur Iqbal dalam wawancaranya dengan Tempo.

Selain itu, pencabutan izin usaha pertambangan bukan kewenangan KLH, melainkan Kementerian ESDM yang menunjukkan tumpang-tindihnya wewenang pertambangan nikel.

Di tengah rencana transisi energi dan semangat hilirisasi, ancaman industri nikel terhadap lingkungan, masyarakat adat, dan kelompok rentan lainnya memicu ironi. Perlu ketegasan untuk mengkaji kebijakan industrialisasi tambang, khususnya nikel. (mhf)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.

\