TheStance - Etika terkadang kabur dan tak dijadikan sendi utama dalam peri kehidupan kebangsaan dan ketatanegaraan di Indonesia. Hari Kesaktian Pancasila mengingatkan elemen bangsa pentingnya menjaga nilai dasar berbangsa berbasis etika.

Hal ini disinggung oleh Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Edhie Baskoro Yudhoyono ketika menekankan pentingnya penguatan etika dalam sistem ketatanegaraan.

Dalam Rapat Pleno Komisi Kajian Ketatanegaraan di Gedung Nusantara V MPR RI, Rabu (1/10/2025), politisi yang akrab dipanggil Ibas itu menegaskan bahwa etika merupakan landasan utama dalam politik dan kehidupan bernegara.

“Etika bukan hanya sekadar ajaran moral, tapi fondasi konstitusional dan politik kenegaraan,” ujarnya dalam forum yang juga dihadiri oleh Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Guru Besar Filsafat Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.

Sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Ibas juga mengingatkan bahwa lembaga negara dan masyarakat perlu menjadikan etika sebagai pedoman dalam tindakan maupun kebijakan.

“Kami di DPR juga mendapatkan tekanan dari publik untuk lebih terbuka, lebih akuntabel, lebih mendorong sifat-sifat yang mendekati integritas yang sempurna,” sebutnya.

Ia menilai peringatan Hari Kesaktian Pancasila merupakan momentum tepat untuk meneguhkan kembali nilai-nilai dasar bangsa serta memperkuat fondasi ideologis negara.

Untuk itu, dia menyerukan kajian substantif mengenai etika bernegara yang hasilnya tidak hanya bermanfaat bagi MPR, tetapi juga menjadi acuan bagi seluruh elemen bangsa dalam memperkokoh demokrasi dan konstitusi.

Tak Hanya Berhenti di Tindakan

Edhie Baskoro Yudhoyono

Mengutip pepatah Latin, acta non verba (perbuatan, bukan kata-kata), Ibas yang juga Koordinator Bidang Pengkajian Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI ini menekankan pentingnya keteladanan etis dalam kepemimpinan.

“Kita juga ingin adanya keteladanan dari para pemimpin kita, para pemangku hajat kita, termasuk wakil-wakil rakyat dan kita semuanya,” ungkapnya.

Ibas kemudian menguraikan tiga ranah yang harus menjadi pijakan etika: ranah struktural, kultural, dan individual.

“Struktural negara kita harus menginternalisasi integritas dan akuntabilitas. Kultural, masyarakat harus menjadikan nilai-nilai luhur sebagai identitas kolektif. Dan secara individual, setiap anak bangsa harus mampu berpikir dan bertindak secara etis,” paparnya.

Sebagai anggota DPR dari Dapil Jawa Timur VII, ia juga menyoroti tantangan pragmatisme politik dan menurunnya kepercayaan publik. Dalam kondisi tersebut, ia menekankan peran etika sebagai penuntun moral.

“Etika memberi orientasi moral di tengah kompleksitas zaman. Kita perlu keberanian bersuara demi kebenaran dan kesediaan untuk mendengar semua sisi—audi et alteram partem,” ucapnya.

Menutup sambutannya, Ibas mengajak peserta rapat untuk terus menjaga semangat kebangsaan serta konsisten menjadikan etika sebagai dasar dalam membangun masa depan bangsa.

“Mari kita berikhtiar agar setiap kebijakan, tindakan politik, dan perilaku sosial benar-benar berakar kepada nilai-nilai etika yang luhur,” tegasnya.

Baca Juga: Kritik, Sasaran dan Kedangkalan Personal

Sementara itu, Prof. Komarudin Hidayat dalam paparannya menegaskan bahwa etika harus ditempatkan sebagai roh kehidupan berbangsa.

“Hukum itu badannya, etika itu rohnya. Jadi kalau badan tanpa roh itu zombie namanya. Tapi roh tanpa badan ya gentayangan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa Pancasila sejatinya sudah memuat dimensi moral, etika, dan akhlak yang mestinya menjadi pedoman bersama.

“Selama ini Pancasila seakan-akan berkembang jadi mitos. Yang dipuji di abstrak, tapi tidak pernah down to the earth. Padahal itu rohnya kehidupan berbangsa,” tegasnya.

Rapat pleno Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI ini diharapkan melahirkan kajian yang mendalam sebagai landasan etik dan konstitusional bagi seluruh lembaga negara maupun masyarakat luas.

Kegiatan tersebut turut dihadiri pimpinan dan anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, di antaranya Taufik Basari, Martin Hutabarat, Rambe Kamarul Zaman, dan Ajib Hamdani, serta sejumlah tokoh nasional dan akademisi.

Prof. Komarudin menjadi narasumber utama dengan memberikan refleksi filosofis tentang urgensi etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (par)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance