Lebih Strategis, Starlink Pilih Investasi di Vietnam Ketimbang Indonesia?
Beda dari Vietnam yang dapat US$1,5 miliar, Starlink masuk Indonesia dengan investasi US$1,9 juta atau hanya 0,1%.

Jakarta, TheStanceID – Salah satu orang terkaya dunia, Elon Musk, menyiapkan investasi US$30 miliar atau Rp500 triliun untuk memperluas layanan Starlink di dunia. Intens didekati tim Presiden Jokowi, Indonesia cuma dapat “nol koma nol” dari nilai tersebut.
Rencana investasi Elon tersebut dikemukakan pada Juni 2021, tiga tahun lalu, ketika dia bilang sudah menyiapkan duit US$30 miliar untuk ekspansi layanan internet berbasis satelit miliknya.
Targetnya, ada 500.000 pengguna secara global dalam 12 bulan. Saat itu, Starlink baru memiliki 70.000 pelanggan di 12 negara dan belum menjangkau Indonesia.
Orang terkaya nomor satu di dunia versi The Bloomberg Billionaires Index dengan kekayaan US$262 miliar atau setara Rp4.061 triliun itu menegaskan Starlink berada di jalur yang tepat untuk menyediakan jangkauan internet global.
“Di mana saja [ekspansi jaringan] kecuali di kutub,” katanya saat berbicara dari California, dalam sebuah wawancara video untuk Mobile World Congress di Barcelona, yang dikutip Financial Times, Juni 2021.
Cara Kerja Starlink
Starlink adalah jaringan internet satelit yang dioperasikan Starlink Services LLC, anak usaha yang sepenuhnya dimiliki perusahaan dirgantara Amerika Serikat, SpaceX, yang juga milik Musk. SpaceX meluncurkan satelit Starlink sejak tahun 2019.
Berbeda dari mayoritas penyedia layanan internet yang menggunakan kabel serat optik, Starlink menggunakan ribuan satelit kecil berorbit rendah atau disebut dengan LEO (Low Earth Orbit) untuk mengirimkan data dengan kecepatan yang tinggi.
Data internet itu akan dikirimkan Starlink lewat gelombang radio ke ribuan satelit yang ada di orbit, lalu data internet tersebut akan diteruskan ke para penggunanya di berbagai belahan bumi.
Musk mengatakan SpaceX didukung 1.500 satelit di orbit rendah yang menyediakan layanan internet pita lebar untuk Starlink, layanan yang mengisi kesenjangan geografis antara jaringan 5G dengan area yang tercakup oleh koneksi serat optik di darat.
Pada kapasitas penuh, layanan itu akan memiliki 12.000 satelit. “Kami betul-betul menjangkau bagian dunia yang paling sulit dijangkau, yang tersulit dijangkau itu sekitar 3%, mungkin juga 5%,” kata pebisnis kelahiran 28 Juni 1971 itu.
Saat ini, per September 2024, atau 3 tahun lebih dari wawancara Musk itu, pengguna Starlink sudah menembus 4 juta pelanggan, meroket 5.600% dan menyebar di 100 negara, termasuk Indonesia.
“Starlink digunakan oleh begitu banyak orang, bisnis, dan organisasi di lebih dari 100 negara, wilayah, dan pasar lain di seluruh dunia, yang mencakup 7 benua dan samudra. Jumlah orang yang menggunakan Starlink di seluruh dunia meningkat menjadi lebih dari 4 juta dan terus akan bertambah,” tulis situs resmi Starlink.
Vietnam Dapat Banyak
Dari rencana investasi US$30 miliar, Vietnam dikabarkan akan mendapat 5%. Pemerintah Vietnam mengumumkan proposal investasi Musk terkait Starlink yang nilainya mencapai US$1,5 miliar, atau setara Rp23,25 triliun (kurs Rp15.500/US$).
Sumber Reuters melaporkan bahwa pemerintah Vietnam sejak lama telah melakukan lobi-lobi intens dengan pihak Musk dan mempertimbangkan nilai tertentu agar Starlink bisa masuk ke negeri komunis itu.
"Pemerintah Vietnam sedang mempertimbangkan proposal [investasi] SpaceX," ungkap laporan di portal pemerintah Vietnam, Kamis (26/9/2024), mengutip pernyataan Presiden To Lam, yang meminta perusahaan bekerja sama dalam menyelesaikan persiapan masuk Starlink.
Angka senilai US$1,5 miliar itu dianggap sebagai jalan tengah dalam menyelesaikan kebuntuan atas rencana masuknya Starlink ke Negeri Paman Ho itu, lantaran sudah berbulan-bulan negosiasi dan tertunda sejak akhir tahun 2023.
Pernyataan itu juga keluar setelah pertemuan pihak Vietnam di New York dengan Tim Hughes, Senior Vice President Global Business and Government Affairs SpaceX.
Kabar ini mestinya membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) kaget, dan kecewa. Pasalnya, pria kelahiran Solo tersebut sudah lama mendekati Elon Musk dengan mengirim “delegasi” dan menariknya untuk masuk berinvestasi di Indonesia.
Pada 14 Agustus 2023, Menteri Koordinasi Maritim dan Investasi Luhut B. Panjaitan melawat ke Amerika Serikat (AS) dengan didampingi beberapa pengusaha untuk bertemu dengan Elon Musk terkait peluang investasi di tanah air salah satunya Starlink.
"Investasinya saya rasa cukup besar juga, nanti kita tunggu saja waktu Elon datang kemari ya kira-kira antara September akhir atau Oktober tahun ini," tutur Luhut seperti diberitakan CNBC Indonesia.
Dipancing ke Indonesia
Sembilan bulan kemudian, giliran Elon yang dipancing ke Indonesia dengan acara World Water Forum (WWF). Musk diundang menjadi pembicara inti dalam forum internasional soal air, yang tidak ada kaitannya langsung dengan bisnis Elon.
Usai memberikan materi di acara yang digelar pada 19 Mei 2024, Elon mengumumkan bahwa Starlink resmi masuk ke Indonesia. CEO SpaceX dan Tesla itu meresmikan layanan Starlink di Puskesmas Pembantu, Desa Sumerta Kelod, Denpasar.
Sebenarnya pedekate sudah dijalankan sejak 2022. Jokowi blusukan ke Gedung Stargate SpaceX pada 15 Mei 2022. Di sana, dia bersama Elon Musk melakukan diskusi serta meninjau produksi roket SpaceX.
Selang dua bulan kemudian, tepatnya pada Juni 2022, Starlink masuk ke Indonesia tetapi B2B alias business to business lewat PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat), anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Starlink menjadi penghubung jaringan utama dengan jaringan akses (backhaul).
Barulah pada Mei 2024 kemarin itu Starlink menjual layanannya ke pasar ritel nasional. Berdasarkan situs resmi Starlink, biaya layanan di Indonesia dimulai dari Rp750.000 per bulan dengan harga perangkat keras Rp7,8 juta.
Berbeda dari Vietnam yang diguyur dengan nilai investasi miliaran dolar, Elon diketahui menghadirkan layanan Starlink ke pasar Indonesia dengan nilai investasi hanya 1,9 jutaan dolar. Rasionya hanya 0,1%. Tidak ada seujung kuku.
Hal itu diketahui dari Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia, yang sejak 19 Agustus 2024 digeser menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESD). Menurut dia, sebagaimana diberitakan Kompas, Starlink hanya punya tiga karyawan, di bawah naungan PT Starlink Services Indonesia (SSI).
“Investasi Starlink berdasarkan data OSS [Online Single Submission] yang masuk ke kami [BKPM]. Kami memberikan data kan sesuai dengan apa yang disampaikan pihak perusahaan,” katanya. “[Nilai investasi] itu adalah Rp30 miliar,” kata Bahlil, yang sejak 21 Agustus 2024 menjadi Ketua Umum Partai Golkar.
Apa yang Berbeda?
Indonesia terlalu mapan, berisik, dan ramai akan kepentingan. Sementara, Vietnam masih menuju mapan, lebih tenang riak politik nasionalnya, dan kepentingannya di peta geopolitik bersifat strategis sebagai supporting system buat China.
Sebagai negara dengan populasi terbanyak di Asia Tenggara, infrastruktur internet Indonesia sudah maju dengan cincin serat optik nusantara, yakni Palapa Ring. Proyek ambisius ini diharapkan bisa menghubungkan seluruh pulau utama di Indonesia dengan jaringan internet peta lebar.
“Kehadiran Starlink [sebetulnya] lebih menjadi pelengkap konektivitas fiber, khususnya perdesaan, yang kurang terlayani di mana infrastruktur fiber sulit diterapkan karena medan dan belanja modal yang tinggi,” tulis dua analis riset PT Trimegah Sekuritas Tbk, Richardson Raymond dan Sabrina, dalam risetnya.
Oleh karena itu, wajar jika kehadiran Starlink tidak akan terlalu dominan di pasar karena secara bisnis mereka akan kesulitan untuk bersaing secara normal dengan penyedia layanan internet berbasis peta lebar (broadband) di tanah air.
Infrastruktur ICT Vietnam Terbatas
Sementara itu, Vietnam merupakan pasar terbesar kedua di Asia Tenggara, setelah Indonesia. Dengan 100 juta penduduk, Vietnam menjadi basis besar pengguna perusahaan internet AS seperti Facebook milik Meta dan Alphabet (Google).
Namun demikian, infrastruktur mereka masih terbatas dan bergantung pada peralatan dan teknologi lama. Maka proposal investasi Rp23 triliun itu menjadi masuk akal, karena peluang pasarnya masih terbuka lebar.
Daya tarik lainnya terkait dengan geopolitik. Indonesia saat ini mengambil posisi bebas aktif di tengah persaingan hegemoni AS-China. Di sisi lain, Vietnam merupakan negara komunis yang secara ideologis sama dengan China.
Bagi perusahaan seperti Starlink yang memiliki ideologi liberal, kehadiran layanan teknologi informasi mereka di Vietnam--di mana mereka akan mengelola lalu lintas data secara masif--akan memberikan value non-komersial yang lebih menarik.
Selanjutnya, Vietnam bergerak dengan strategi operasi senyap. Perbedaan poin negosiasi juga terjadi sebagaimana diindikasikan bahwa mereka berupaya memberikan jalan tengah. Namun, tidak ada situasi yang berisik di situ.
Tudingan Karpet Merah
Di Indonesia, yang terjadi justru sebaliknya. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sempat dituding bahwa Starlink mendapat ‘karpet merah.’ Kemenkominfo pun sampai harus bikin klarifikasi terkait itu.
"Mereka [Starlink] melakukan proses perizinan dua tahun, bukan instan hari ini naruh [izin] tiba-tiba bulan depan keluar," kata Direktur Telekomunikasi Ditjen PPI Kementerian Kominfo, Aju Widya Sari dalam sharing session di XL Axiata Tower, Senin (3/6/2024).
Belum lagi jika bicara soal aspek politik. Kendati Starlink sudah memiliki Network Operation Center (NOC), tetapi anggota DPR meributkan soal risiko kehadiran Starlink terkait kedaulatan data dan persaingan bisnis.
"Beberapa pihak menyatakan bahwa Starlink langsung mentransmisikan datanya ke cloud-nya milik Elon Musk, apakah ini benar? apakah mereka tidak menggunakan gateway ke Indonesia dulu?" tanya Harris Turino dalam Rapat Komisi VI, Kamis (30/5/2024), di situs resmi DPR.
Anggota Komisi VI DPR Rudi Hartono Bangun dari Partai Nasdem juga mengingatkan soal kesiapan BUMN, terutama Telkom. Operasi Starlink dinilai mengganggu proses bisnis BUMN di bisnis penyedia jaringan tersebut, seperti Telkom maupun Telkomsel.
“Bagaimana Telkom atau anak perusahaan seperti Telkomsel dan Indihome mengimbangi penyedia jaringan dari luar negeri ini?" kata Rudi. “Jangan sampai Telkom kalah saing nantinya. Jangan sampai Telkom hilang pendapatan, karena mereka menawarkan yang lebih canggih sekaligus murah.” (mts)