Jakarta, TheStanceID - Film Indonesia akhirnya berhasil melampaui film asing dari segi jumlah penonton di bioksop. Hingga September 2024, jumlah penonton film Indonesia mencapai 60,1 juta orang, sedangkan film asing hanya 35 juta.

Ini disampaikan Ahmad Mahendra, Direktur Perfilman, Musik dan Media Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), melalui unggahan di akun Instagramnya, Sabtu (28/9/2024).

"Pertama kali dalam sejarah, film Indonesia tembus 60 juta penonton," tulisnya. Dia juga menyebut, angka itu tertinggi sejak 98 tahun lalu, atau pada 1926.

Mahendra juga mengungkapkan rasa terima kasihnya atas antusiasme masyarakat yang sudah menonton film Indonesia secara langsung di bioskop, sekaligus mengajak untuk mendukung perfilman Indonesia.

Unggahan Mahendra yang berkolaborasi dengan akun Pusbangfilm itu pun mendapat apresiasi dan komentar positif dari para seniman film Indonesia, seperti Happy Salma, Widi Mulia hingga Ario Bayu.

"Proud proud", tulis aktris Happy Salma dikolom komentar.

Tren Penonton Naik

Tren jumlah penonton film Indonesia memang terus naik dalam 10 tahun terakhir.

Satu dekade lalu, film Indonesia yang mampu meraup banyak penonton bisa dihitung dengan jari. Sebut saja Ada Apa dengan Cinta? (2002) yang sukses menembus satu juta penonton, sebuah angka fenomenal kala itu.

Tapi angka 1 juta itu dengan cepat terlampaui. Bahkan 1 juta penonton kini tidak bisa lagi dianggap fenomenal.

Pada 2008 ada film Laskar Pelangi yang menembus 4,7 penonton, lalu disusul Ayat-ayat Cinta (2008) dengan 3,6 juta, dan Habibie & Ainun (2012) dengan 4,5 juta.

Pada 2016, film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 menggulingkan Laskar Pelangi sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa dengan jumlah penonton bioskop mencapai 6,8 juta orang. .

Sejak saat itu, terutama sepanjang 2017, lebih banyak lagi film Indonesia yang mampu mendulang penonton. Misalnya Pengabdi Setan (4,2 juta), Warkop DKI Reborn 2 (4 juta) dan Ayat Ayat Cinta 2 (2,8 juta).

Ketika pandemi Covid19 pada 2020, jumlah penonton bioskop memang sempat paceklik. Tapi setelah pandemi reda, film Indonesia langsung tancap gas.

FIlm horor KKN di Desa Penari (2022) langsung merebut posisi film terlaris sepanjang masa dengan 10 juta penonton. Kini pada 2024 rekor tersebut nyaris digulingkan oleh Agak Laen. Film komedi tersebut berhenti di angka 9,1 juta penonton.

Dominasi Film Horor

Noorca M Massardi, Wakil Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), juga menyambut positif fenomena ini.

"Tahun depan [2025], kita targetkan mencapai 80 juta penonton tanah air," katanya, Kamis (3/10/2024), seperti dlansir Antara.

Norrca menjelaskan bahwa sejak 2009, industri perfilman sebenarnya mendapat boost setelah pengesahan UU Nomor 33 Tahun 2009 yang mewajibkan bioskop untuk menayangkan minimum 60% film Indonesia.

Tapi meski sudah ada kewajiban itu, tetap saja film asing yang penontonnya lebih banyak. Baru pada 2024 ini situasi itu berbalik.

Salah satu faktor pendorongnya adalah film Indonesia yang terus diproduksi dan jumlah ketersediaan layar bioskop.

"Saat ini sudah ada 3.000 layar dengan 800 gedung bioskop yang tersebar di seluruh Indonesia," katanya.

Norca mengakui bahwa mayoritas film Indonesia yang diproduksi masih didominasi film horor, dukun dan sejenisnya. Tapi itulah yang membangkitkan perfilman nasional.

Potensi Cuan & Tantangan Bisnis

Para sineas indonesia memang sempat kebingungan karena bioskop praktis tutup selama pandemi Covid 19. Tapi tidak disangka rebound terjadi sangat cepat.

Sineas Angga Dwimas Sasongko mengatakan pada 2022, ada 100 juta tiket bioskop yang terjual. Selain itu, selama pandemi, masyarakat sebenarnya tetap menonton film, tapi lewat platfrom streaming di rumah.

Ini yang membuat streaming makin populer pasca-pandemi.

"Mereka bisa menonton langsung di bioskop dan juga punya opsi untuk menonton di platform streaming yang sering mereka gunakan semasa lockdown pandemi Covid 19", jelas Angga.

Berdasarkan laporan PWC dan LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, total pendapatan industri layar (film, animasi, dan video) diprediksi tumbuh dari Rp 90,9 triliun pada 2022 menjadi Rp 109,6 triliun pada 2027 mendatang.

Riset ini juga menyebut, setiap peningkatan pendapatan industri layar sebesar Rp 1 triliun dapat menghasilkan dampak senilai Rp 1,43 triliun dalam bentuk output ekonomi, kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) Rp 892 miliar, dan penciptaan 4.300 lapangan pekerjaan baru.

Saat ini, proporsi dampak layar industri layar terhadap PDB nasional hanya 0,41%, lebih rendah ketimbang Brasil dan Thailand yang sudah menyentuh level 0,61%. Hal ini dipengaruhi oleh kurang matangnya pelaku industri perfilman dalam menggali potensi pasar hingga kekurangan bioskop di daerah pelosok Tanah Air.

Gabungan Pengusaha Bioskop Indonesia (GPBSI) pernah menyebut, terdapat sekitar 2.500 layar bioskop di seluruh Indonesia pada 2023 atau tumbuh sekitar 200 layar dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.

Sementara itu, Pengamat Perfilman Hikmat Darmawan sepakat, rasio jumlah bioskop dibandingkan jumlah penduduk Indonesia jelas masih rendah. Bioskop yang ada saat ini pun belum tersebar merata, sebagian besar masih terkonsentrasi di Jabodetabek dan kota-kota besar Pulau Jawa.

Risikonya, banyak film-film nasional yang harus saling berebut slot dan durasi tayang di bioskop. Ini belum termasuk persaingan dengan film-film asing yang juga punya banyak penggemar di Indonesia.

"Tidak jarang ada film-film bagus dengan bujet terbatas, namun hanya bisa bertahan beberapa hari di bioskop karena kalah dengan film blockbuster," kata Hikmat.

Tantangan lainnya adalah ancaman pembajakan karya film yang sangat merugikan tiap insan perfilman nasional. Film-film bajakan terbukti masih mudah ditemukan di platform media sosial seperti X dan Telegram.

Perkuat Ekosistem Perfilman

Mahendra mengatakan, untuk mendukung dan memperkuat ekosistem perfilman nasional, pihaknya telah memfokuskan anggaran pada beberapa strategi utama.

Misalnya, Kemendikbudristek konsisten mendukung Festival Film Indonesia (FFI) yang telah berdiri sejak tahun 1955. Selain itu, Kemendikbudristek memberikan travel grant kepada para sineas Indonesia yang berpartisipasi di festival film internasional.

Dengan demikian, potensi besar industri film Indonesia dapat dimanfaatkan optimal, tidak hanya untuk kemajuan ekonomi tetapi juga bisa membawa film Indonesia lebih mendunia.

"Strategi ini bertujuan menjaga animo penonton, meningkatkan kehadiran film Indonesia di tingkat internasional, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan produksi film,” katanya.* (est)