Jakarta, TheStance – Belum sehari menjabat, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menuai kontroversi setelah ucapannya menohok para pendemo di gerakan 17+8 Tuntutan.

Naiknya Purbaya menggantikan Sri Mulyani Indrawati melalui reshuffle oleh Presiden Prabowo Subianto itu cukup mengejutkan. Tak sedikit pengamat menilai bahwa pengganti Sri Mulyani adalah teknokrat kemenkeu yakni Suahasil Nazara.

Purbaya dilantik di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (8/9/2025), berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 86 P Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Menteri dan Wakil Menteri Negara Tahun 2024-2029.

Pelantikan itu dibacakan oleh Nanik Purwanti, selaku Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara, diikuti pembacaan sumpah jabatan.

“Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya akan setia kepada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darma bakti saya kepada bangsa dan negara.”

“Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab,” sambungnya.

Namun uniknya setelah pelantikan, Purbaya membuat pernyataan yang cukup kontroversial dan dianggap tidak etis dalam menanggapi “17+8 Tuntutan Rakyat.” Ibaratnya, baru dilantik dan bersumpah, Purbaya lupa menjaga sumpahnya tersebut.

Mengerdilkan dan Menghina Pendemo

rakyatMantan ekonom senior Danareksa Research Institute itu mengaku belum mempelajari seluruh isi tuntutan tersebut dan ia menilai bahwa tuntutan itu datang dari sebagian kecil masyarakat yang hidupnya tidak tercukupi dan terganggu.

“Itu suara sebagian kecil rakyat kita, kenapa? Mungkin sebagian ngerasa keganggu hidupnya, masih kurang ya,” ujarnya di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).

Meski begitu kata dia, aspirasi tersebut akan terpenuhi jika pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi. Ia pun yakin pertumbuhan Indonesia mencapai 8% ini akan terus dikejar.

“Jika saya ciptakan pertumbuhan ekonomi 6%-7%, itu akan hilang dengan otomatis. Mereka akan sibuk cari kerja dan makan enak dibandingkan mendemo,” tuturnya.

Pernyataan tersebut sontak menimbulkan reaksi publik dan pasar, yang menilai sikap percaya diri berlebihan atau overconfidence demikian memiliki implikasi serius.

Purbaya pun meminta maaf melalui konferensi pers di kantor Kemenkeu, Selasa (9/9/2025). Ia mengaku memang ada perbedaan ketika ia bekerja di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan di Kemenkeu, dan berjanji akan hati-hati berbicara.

“Kalau di LPS tidak ada yang monitor, jadi saya tenang. Ternyata di [kementerian] keuangan beda. Salah ngomong langsung dipelintir sana-sini. Jadi, kemarin kalau ada kesalahan, saya mohon maaf,” kata Purbaya.

Ia juga mengaku kekurangannya sebagai pejabat baru di Kementerian Keuangan dan merasa dirinya adalah ‘menteri kagetan’. “Jadi kalau ngomong, kalau kata Bu Sri Mulyani, gayanya koboi.”

Overconfident Meski Belum Berbukti

Pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai sikap percaya diri berlebihan atau overconfident dari seorang Menteri Keuangan justru bisa membahayakan stabilitas fiskal maupun kepercayaan publik.

Overconfidence seorang pejabat ekonomi ibarat sopir yang terlalu percaya diri melaju kencang di jalan licin. Alih-alih tiba lebih cepat, risiko kecelakaan justru meningkat,” ujarnya kepada TheStance.

Menurut Achmad, pernyataan Purbaya mengandung dua bahaya besar.

Pertama, ia menyederhanakan persoalan yang kompleks. Ia menekankan, demonstrasi bukan sekadar masalah perut. Kritik publik muncul karena kesenjangan, ketidakadilan, dan ketidakpercayaan terhadap kebijakan.

“Menganggapnya hanya karena hidup kurang enak jelas mereduksi makna demokrasi,” tegasnya.

Kedua, pasar sangat peka terhadap sinyal yang dikirim Menteri Keuangan.

Tanpa rencana konkret, optimisme berlebihan justru memicu keraguan kapasitas pemerintah mengelola fiskal, yang berpotensi mendorong volatilitas rupiah, menahan investasi, hingga memicu pelarian modal.

Achmad menekankan publik membutuhkan peta jalan yang jelas, bukan retorika. Target pertumbuhan 8% harus diikuti strategi konkret seperti penciptaan lapangan kerja, distribusi hasil pertumbuhan, dan arah belanja negara ke sektor prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, serta kesehatan.

“Kredibilitas Menkeu bukan diukur dari retorika, melainkan konsistensi dalam mengeksekusi kebijakan,” tambahnya.

Banting Setir dari Data Listrik ke Data Ekonomi

Danareksa Research Institute Lalu siapa Purbaya, dan mengapa dia bicara ceplas-ceplos dan begitu percaya diri tanpa banyak pertimbangan--terkait risiko salah penafsiran dari publik--sehingga menimbulkan kesan overconfident yang bagi sebagian warganet terasa 'sombong'?

Pria kelahiran Bogor, 7 Juli 1964 ini awalnya tidak memiliki basis keilmuan di bidang ekonomi makro. Dia menempuh pendidikan formal di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Teknik Elektro.

Karir pertamanya bahkan sebagai petugas lapangan yakni Field Engineer, di Schlumberger Overseas SA, pada tahun 1989. Dia bekerja di sana selama 5 tahun. Tugasnya melaksanakan dan mengawasi proyek di lapangan.

Persinggungan pertamanya dengan ekonomi makro, atau lebih tepatnya pasar modal, terjadi ketika dia bergabung di grup Danareksa, BUMN yang bergerak di bidang jasa transaksi dan pengelolaan investasi pasar modal.

Dari situlah dia kemudian mengambil pendidikan formal di bidang ekonomi, di Purdue University, Amerika Serikat (AS), hingga meraih gelar MSc dan PhD.

Kesempatan itu dia dapatkan sejak bergabung di Danareksa pada tahun 1994. Enam tahun kemudian, berbekal ijazah mentereng dari Amerika, karirnya melesat dengan menjadi ekonom senior di Danareksa Research Institute (2000-2005).

Ia merangkap menjabat sebagai Direktur Utama PT Danareksa Securities (2006-2008). Kemudian 2005-2013 menjadi Chief Economist Danareksa Research Institute, hingga kemudian masuk ke Dewan Direksi PT Danareksa (persero) pada 2013-2015.

Perjalanan panjang Purbaya membangun kredit di bidang perekonomian hingga diakui, dan memimpin lembaga riset ekonomi pelat merah--meski awalnya tak memiliki latar belakang ekonomi, menjadi pondasi yang membangun keyakinan dirinya.

Sifat Pede Purbaya Mengikuti Patronnya

Selama berkiprah di Danareksa, Purbaya bersinggungan dengan Luhut Binsar Panjaitan yang membangun kekuatan politik mengusung Joko Widodo dari walikota, menjadi gubernur DKI Jakarta, dan presiden.

Selama itu pula, Luhut mendapatkan data pembanding terkait perekonomian, dan masukan, dari Purbaya. Sikap dan gaya bicara Luhut yang blak-blakan rupanya cocok dengan Purbaya dan terbawa, terutama ketika berbincang dengan para jurnalis.

Moncernya perjalanan politik Jokowi, dan Luhut, bersambut dengan masuknya Purbaya ke pemerintahan. Pada 2010-2014, Purbaya diangkat menjadi Staf Khusus Bidang Ekonomi di Kemenko Perekonomian, serta Anggota Komite Ekonomi Nasional.

Selanjutnya pada tahun 2015, ia menjabat sebagai Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis di Kantor Staf Presiden, kemudian pada 2015-2016 juga menjadi Staf Khusus Bidang Ekonomi di Kemenko Polhukam.

Ketika Luhut menjadi Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (2016-2024), Purbaya ditarik menjadi Wakil Ketua Satgas Debottlenecking (Pokja IV) dan Staf Khusus Luhut di bidang Ekonomi (2016-2020).

Selanjutnya pada tahun 2018-2020, ia menjadi Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi di Kemenko Kemaritiman dan Investasi.

Perjalanan karier membawanya menjadi Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sejak 3 September 2020, berdasarkan Keputusan Presiden RI No 58/M Tahun 2020, merangkap sebagai komisaris di holding PT Inalum (Persero)

Ibarat Pemain Futsal Disuruh Berlaga di PSSI

Wijayanto samirin - paramadina

Ekonom Paramadina Wijayanto Samirin menilai Purbaya menghadapi perubahan besar sehingga mestinya tidak overconfident, karena dia berasal dari latar belakang lembaga yang berbeda dengan Sri Mulyani.

“LPS dan Kemenkeu itu ibarat futsal dan sepak bola. Beda game, beda tantangan. Pak Purbaya harus hati-hati, jangan overconfidence. Harus mau belajar, dan wajib memberi peran tiga wamenkeu; atau blunder besar akan terjadi,” ujar Wijayanto melalui keterangannya, Selasa (9/9/2025).

Ia menuturkan, penunjukan Purbaya menjadi Menkeu menandai babak baru kepemimpinan fiskal Indonesia. Sejumlah pihak berharap keberlanjutan kebijakan tetap terjaga, meski gaya kepemimpinan dan pendekatan akan berbeda.

Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Ariyo Irhamna menilai Purbaya dipilih menggantikan Sri Mulyani, karena ada perbedaan visi antara Presiden Prabowo dengan mantan Managing Director Bank Dunia (2010-2016) itu.

“Sri Mulyani lebih menekankan peran minim pemerintah dalam ekonomi dan memberi ruang besar pada mekanisme pasar. Sementara Presiden Prabowo mendorong peran aktif pemerintah melalui instrumen fiskal strategis, pembiayaan, dan penguatan BUMN,” jelasnya melalui keterangan tertulis yang diterima TheStance, Selasa (9/9/2025).

Pembaruan visi inilah yang harus dicermati Purbaya. Menurut dia, prioritas pertama menkeu adalah pemulihan pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas fiskal dan sosial.

Ia mengusulkan dua langkah fiskal yang bisa segera ditempuh. Pertama, menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp75–80 juta per tahun agar daya beli masyarakat menengah ke bawah meningkat.

Kedua, menurunkan tarif PPN menjadi 10% dengan 1% ditanggung pemerintah, sehingga konsumsi rumah tangga tetap terjaga.

Koreksi IHSG Adalah Hal yang Wajar

Ariyo Irhamna

Terkait reaksi pasar, Ariyo menilai penurunan IHSG sehari setelah pelantikan merupakan hal yang wajar karena karakter pasar memang sensitif dengan perubahan. Pelaku pasar memerlukan waktu untuk membaca arah kebijakan baru.

“Pengalaman sebelumnya juga menunjukkan penurunan IHSG saat kabinet baru dilantik bukan indikator fundamental negatif, melainkan respon awal terhadap ketidakpastian,” katanya.

Ia menekankan agar Purbaya menjaga disiplin fiskal sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak diperlakukan seperti “ATM tanpa batas.”

Menurutnya, setiap kebijakan fiskal harus dirancang dengan hati-hati, terukur, cepat dan tepat sasaran agar APBN tetap sehat sekaligus efektif mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Selain itu, komunikasi publik dan profesionalisme birokrasi Kementerian Keuangan perlu ditingkatkan agar Kemenkeu mampu menjadi motor penggerak ekonomi yang responsif terhadap pasar dan efisien dalam mengeksekusi program,” pungkas Ariyo.

Sementara itu, Achmad menilai ada empat hal yang perlu dilakukan Purbaya. Pertama, membangun kredibilitas fiskal dengan mengelola APBN secara disiplin dan transparan.

Kedua, membuka ruang dialog dengan publik karena kritik adalah masukan, bukan gangguan. Ketiga, menerjemahkan visi Presiden ke dalam program nyata, termasuk perluasan belanja produktif dan percepatan reformasi birokrasi.

Keempat, menjaga komunikasi publik agar setiap pernyataan mampu menenangkan masyarakat sekaligus meyakinkan pasar.

Baca Juga: Empat Menteri Era Jokowi Dicopot, Prabowo Mulai Jaga Jarak

Namun, Purbaya diingatkan keras untuk tidak meremehkan kritik publik, tidak terjebak dalam retorika tanpa strategi, serta tidak membiarkan overconfidence mengendalikan gaya kepemimpinannya.

“Target pertumbuhan 8% hanya bisa dicapai dengan perhitungan matang, bukan sekadar optimisme pribadi,” ujar Achmad.

Ia menutup dengan analogi: seorang Menkeu ibarat nakhoda kapal fiskal Indonesia. Jika terlalu percaya diri, kapal bisa karam; jika terlalu takut, kapal tak berlayar.

“Yang dibutuhkan adalah keseimbangan: berani mengambil risiko, namun tetap realistis dan hati-hati. Jika Purbaya mampu menahan diri, mendengar publik, dan menjaga kredibilitas fiskal, pertumbuhan tinggi bisa tercapai,” pungkasnya.

Pergantian Sri Mulyani oleh Purbaya Yudhi Sadewa menandai babak baru perjalanan fiskal Indonesia. Di satu sisi, publik menaruh harapan besar pada pengalaman panjang Purbaya di bidang teknik, keuangan, dan ekonomi makro.

Di sisi lain, pernyataan perdana pasca-pelantikannya membuktikan bahwa kredibilitas seorang menteri tak hanya ditentukan oleh program dan kebijakannya, melainkan juga pernyataan publik yang dibuat ketika menyampaikan kedua hal itu.

Hal ini akan menjadi tantangan besar bagi Purbaya secara pribadi, untuk membuktikan bahwa dia layak menjadi menteri dan bukan hanya besar mulut, sembari mencegah terjadinya blunder dari statement-statement bola liar ala Luhut Binsar. (par/ags)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.