Kejaksaan Libatkan TNI untuk Pengamanan, Sinyal Ketegangan dengan Polisi

Pengerahan prajurit TNI, dan bukan Polri, untuk pengamanan Kejaksaan timbulkan banyak pertanyaan. Menyalahi undang-undang sekaligus membuat TNI makin masuk ke wilayah sipil. Ada sinyal ketegangan antara institusi kejaksaan dan polisi.

By
in Headline on
Kejaksaan Libatkan TNI untuk Pengamanan, Sinyal Ketegangan dengan Polisi
Ilustrasi penempatan Prajurit TNI di Kejaksaan Agung

Jakarta, TheStanceID – Tentara Nasional Indonesia (TNI) kini punya job baru, yaitu menjadi pasukan pengaman untuk kejaksaan di seuruh Indonesia.

Pengamanan terhadap institusi kejaksaan ini didasarkan pada telegram Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto. pada 5 Mei 2025.

Isi telegram menyatakan TNI mendukung tugas penegakan hukum, baik Kejaksaan Tinggi (Kejati) di tingkat provinsi maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) di tingkat kabupaten/kota.

Telegram Panglima TNI itu kemudian ditindaklanjuti Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Maruli Simanjuntak, melalui surat kepada Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam).

Telegram dari KSAD tertanggal 6 Mei 2025 itu menunjukkan rencana pengerahan 1 SST (Satuan Setingkat Peleton) atau sekitar 30 prajurit untuk ditugaskan mengamankan kantor Kejati, kemudian 1 regu atau sekitar 10 prajurit, untuk mengamankan kantor Kejari.

Jadi, jangan heran kalau kini kita menemukan tentara berjaga di kantor kejaksaan.

Kejagung Bantah Ada Intervensi Militer

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar membenarkan pengerahan personel TNI untuk pengamanan bagi Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia.

“Benar ada pengamanan yang dilakukan oleh TNI terhadap kejaksaan hingga ke daerah. Di daerah sedang berproses,” kata Harli dalam pesan tertulis, Minggu (11/5/2025).

Mengapa tiba-tiba TNI dilibatkan untuk pengamanan?

Harli beralasan, pengamanan itu merupakan bentuk kerja sama antara TNI dan kejaksaan. “Bentuk dukungan TNI ke kejaksaan dalam menjalankan tugas-tugasnya,” katanya.

Ia juga membantah pengerahan TNI di lingkungan kejaksaan itu dapat berdampak pada intervensi militer di wilayah penegakan hukum.

“Intervensi yang mana? Tugasnya (TNI yang diperbantukan) kan cuma pengamanan kantor. Tidak berkaitan dengan substansi penanganan perkara,” kata Harli.

Disinggung alasan mengapa kerjasama pengamanan justru dilakukan dengan TNI. dan bukan Polri sebagai aparat hukum sipil, Harli menjelaskan hal itu semata karena faktor kemudahan koordinasi.

Di Kejagung, kata dia, terdapat Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) yang juga diisi oleh anggota TNI.

"Sehingga tentu dalam menjalankan tugas dan fungsinya ya berkoordinasi dengan TNI," kata Harli di Kantor Kejagung, Rabu (14/5/2025).

Apalagi, kata dia, TNI memiliki wewenang untuk menjaga objek vital negara, Kantor kejaksaan termasuk objek vital negara, jadi TNI berwenang melakukan pengamanan.

Harli juga minta masyarakat tidak risau dengan pengamanan yang diberikan TNI.

TNI: Pengerahan Personil Murni Permintaan Kejaksaan

Kristomei Sianturi

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, membantah adanya muatan politis terkait pengerahan prajurit dalam rangka pengamanan di kejaksaan di berbagai wilayah.

"Tidak ada muatan politis di sini, hanya pengejawantahan dari kerjasama antara TNI dengan Kejaksaan. Apa urgensi apa kebutuhannya, yang tahu adalah Kejaksaan," ujarnya, Rabu (14/5/2025).

Kristomei mengeklaim pengerahan personel dalam rangka pengamanan itu murni permintaan kejaksaan. TNI juga tidak akan terlibat dalam tugas-tugas penegakan hukum.

"Keterlibatan TNI disini bukan dalam meranah penegakan hukum, pengamanan saja dalam rangka implementasi MOU atau nota kesepahaman antara TNI dan Kejaksaan," jelasnya.

Ia memastikan pengerahan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

TNI Dilibatkan untuk Melawan Beking Aparat

Jasman Panjaitan

Mantan Plt Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (2014-2016) Jasman Pandjaitan, memberi analisis mengapa kejaksaan tiba-tiba melibatkan TNI.

Dia mencontohkan perkara hukum tambang, yang biasanya ada beking aparat di belakangnya.

Menurutnya, kehadiran TNI akan membuat jaksa-jaksa yang melakukan penyidikan di kasus seperti itu lebih percaya diri menghadapi para beking tersebut.

“Bagaimana pun Pak, penegakan hukum itu kan berisiko, jadi ini kan juga perlu untuk memberikan suatu kekuatan mental bagi jaksa-jaksa yang melakukan penyidikan atau penyelidikan,” kata Jasman dilansir dari Kompas TV, Rabu (14/5/2025).

“Sekarang Pak, Bapak melihat nggak, apa yang terjadi? Siapa yang membekingi, pelaku-pelaku tambang liar itu? Itu oknum ya, saya mengatakan bukan polisi,” lanjutnya.

Jasman meyakini, jika Jaksa dalam melakukan penyidikan atau pengusutan perkara didampingi oleh TNI, maka oknum aparat yang ingin menggagalkan penyidikan akan berpikir ulang.

“Kalau orang Kejaksaan turun, melakukan pengusutan, penyelidikan, dan dia didampingi oleh aparat TNI, orang-orang yang akan melakukan penggagalan itu pasti mikir,” katanya.

Dalam catatan TheStanceID, Jasman termasuk berani bicara terbuka bahwa pelibatan TNI ini memang dalam rangka membekingi, yaitu dalam rangka melawan oknum polisi yang bisa jadi membekingi sebuah kasus yang tengah diselidiki kejaksaan.

Dia mencontohkan kasus tambang ilegal, yang menurutnya sering dibekingi oknum aparat.

Hanya pertanyaannya, bagaimana bila yang menjadi beking suatu kasus bukan oknum polisi, tapi oknum TNI. Mampukah kejaksaan bersikap tegas dalam situasi itu?

Jampidsus Pernah Dikuntit Anggota Densus 88

Jampidsus Febrie Ardiansyah

Sekadar menyegarkan ingatan, gesekan antara kejaksaan dan polisi pernah terjadi setahun lalu, persisnya pada peristiwa penguntitan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, pada Mei 2024 lalu.

Saat itu, anggota polisi dari satuan Densus 88 menguntit Febrie Adriansyah saat dia makan malam di salah satu restoran di Cipete, Jakarta Selatan.

Satu dari anggota Densus 88 itu yang menguntit kemudiian ditangkap oleh polisi militer yang mengawal Febrie.

Ketika itu Febrie menangani kasus korupsi timah senilai Rp271 triliun memang dikawal polisi militer atas rekomendasi Jaksa Agung Muda Bidang Militer.

Penguntit Jampidsus yang kemudian diketahui bernama Brigadir Polisi Dua (Bripda) Iqbal Mustofa itu kemudian diserahkan ke Biro Pengamanan dan Internal Divisi Propam Polri.

Namun, Polri tidak menyampaikan alasan atau motif Bripad Iqbal melakukan penguntitan. Termasuk apakah dia bertindak atas inisiatif sendiri atau karena mendapat perintah.

Kasus penguntitan ini berakhir tidak jelas, dengan motif yang masih misteri. Polsi bahkan menilai upaya penggalian lebh dalam terhadap kasus penguntitan ini adalah bentuk adu domba.

"Kalau masalah itu [penguntitan] diperpanjang, justru kita curiga ada pihak-pihak tertentu yang ingin mengadu domba Kejaksaan dan kepolisian," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri saat itu, Inspektur Jenderal Shandi Nugroho, dalam konferensi pers di Mabes Polri, (30/5/2024).

Kejaksaan Harus Transparan Terkait Motif Libatkan TNI

Abraham Samad

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, menilai sebenarnya kerja sama antara Kejaksaan Agung dengan TNI bisa dilakukan dengan syarat kejaksaan sedang mengalami ancaman luar biasa atau kondisi darurat.

Ia berkaca pada saat KPK dimasa kepemimpinannya yang juga menjalin kerja sama dengan TNI karena saat itu ada oknum aparat yang menjadi beking dari kasus tambang ilegal yang sedang ditangani KPK.

"Tetapi perlu ditegaskan, saat itu KPK sedang mengalami ancaman yang begitu besar, jadi KPK melibatkan TNI," kata Samad.

"Bahkan ada personil KPK yang diteror yakni Novel Baswedan, dan harus mendapat pengawalan dari personil Angkatan Laut Den Jaka. Jadi ini pernah dilakukan, tapi ini jelas peraturannya," tambahnya.

Samad menilai penempatan personil TNI di kejaksaan saat ini menjadi polemik karena masyarakat tidak melihat ada ancaman serius terhadap kejaksaan.

"Ini tidak ada ancaman serius, kok tiba-tiba ada keterlibatan TNI," katanya.

Untuk itu, Samad menekankan, Kejaksaan Agung harus transparan, menjelaskan ancaman apa yang sedang dihadapi sampai harus melibatkan TNI dalam pengamanan di Kejati dan Kejari.

Pelibatan TNI ke Kejaksaan Bisa Intervensi Hukum

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai pengarahan prajurit TNI untuk melakukan pengamanan terhadap institusi Kejaksaan di seluruh Indonesia telah menyalahi aturan.

Mulai dari UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, sampai UU TNI yang mengatur secara jelas tugas dan fungsi pokok TNI.

Menurutnya, tugas dan fungsi TNI seharusnya berfokus pada aspek pertahanan dan tak masuk ke ranah penegakan hukum sipil.

“Militer di negara-negara yang maju itu tempatnya di barak dan jauh dari pusat kegiatan pemerintahan sipil, proses peradilan maupun masyarakat. Tidak boleh ada penyatuan militer pada ranah sipil, kecuali di negara otoriter atau di negara junta militer,” kata Usman, Rabu (14/5/2025).

Dia menilai, pengerahan militer ke berbagai sektor sipil mulai dari pendidikan hingga penegakan hukum justru bertentangan dengan stabilitas negara, dan justru menunjukkan adanya keadaan darurat di suatu wilayah.

“TNI akan menjagai seluruh kejaksaan negeri. Artinya, kalau di seluruh kejaksaan negeri dijaga TNI, berarti di seluruh kota ada militer yang menandakan ini keadaan darurat. Itu yang harus dipertanyakan,” katanya.

Usman berpandangan pelibatan TNI ini bisa memengaruhi independensi penegakan hukum. Terlebih lagi, saat ini Kejaksaan Agung juga sedang mengusut beberapa kasus korupsi yang melibatkan personil militer.

Ketegasan kejaksaan dalam mengusut kasus yang melibatkan personil TNI pun dipertanyakan karena kerja sama ini.

“Jelas ini akan berdampak negatif pada kemandirian penegakan hukum. Dan ini juga menunjukkan adanya gesekan antar institusi penegakan hukum,” jelasnya.

Usman pun mendorong agar Kemenko Polkam memanggil TNI dan Polri serta Jaksa Agung agar menjelaskan urgensi dari pengerahan militer tersebut.

Menurutnya, DPR secara politik juga bisa berperan dengan membentuk pansus untuk menyelidiki ketegangan antar-insttusi negara tersebut. "DPR bisa membuat pansus untuk menyelidiki ketegangan yang terjadi antar Kejaksaan, TNI dan Polri,” katanya. (est)

Simak info kebijakan publik & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.

\