Selasa, 05 Agustus 2025
Term of Use Media Guidelines

Belajar Determinasi dari Dewi, Anak Sopir yang Jadi Doktor Termuda UGM

Jika hari ini kamu merasa hidupmu berat, ingat Dewi. Dari kos Rp600 ribu, dia terbang menjadi doktor tercepat UGM.

By
in Soul Nutrient on
Belajar Determinasi dari Dewi, Anak Sopir yang Jadi Doktor Termuda UGM
Dewi Agustiningsih berpose jelang wisuda kelulusannya bersama 1.455 mahasiswa pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Rabu (23/04/2025). (Sumber: UGM)

M. Fawaid AL

Oleh Muhammad Fawaid, seorang akademisi pemerhati sosial dan ekonomi, dosen di Institut Sains dan Teknologi NU (STINUBA) Denpasar, yang juga Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Bali. Kini aktif menciptakan konten melalui akun Tiktok @m..fawaid.al.

Kalau hidup ini lomba lari, mungkin Dewi Agustiningsih adalah pelari yang memulai dari belakang garis start, pakai sepatu bolong, tapi tetap finish paling duluan sambil salto.

Lahir di Tukangkayu, Banyuwangi kampung kecil yang lebih terkenal dengan aroma sate keliling daripada gelar doktor, Dewi kecil sudah paham bahwa hidup itu keras.

Ayahnya sopir lepas, ibunya mantan asisten rumah tangga. Mau jajan bakso saja kadang harus nego dulu ke dompet yang isinya kayak laut pasang surut.

Tapi dari kecil, Dewi percaya: kalau tak bisa beli roket, setidaknya ia bisa jadi roket itu sendiri. Dengan semangat membara, ia terbang menembus keterbatasan ekonomi.

Tahun 2016, bermodal beasiswa Bidikmisi, Dewi mendarat di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Setiap bulan, ia cuma pegang Rp600 ribu. Coba bayangkan: Rp600 ribu untuk kos, makan, fotokopi, beli pulsa, dan… ya, kadang beli mi instan rasa perjuangan.

Ada malam-malam saat perut keroncongan lebih keras dari suara karaoke tetangga, tapi Dewi tetap menghafal rumus kimia dengan senyum miris.

Kalau lapar katanya membuat orang cepat menghafal, mungkin dia sudah hafal seluruh tabel periodik sambil ngelus-ngelus perut.

Pilih Buku Ketimbang Nasi

Sarjana S3Bahkan, pernah suatu masa, pilihan hidupnya cuma dua: beli buku atau beli nasi. Tebak apa yang dia pilih? Benar, beli fotokopi materi kuliah, lalu makan semangat.

Orang pernah meremehkan Dewi. Katanya, “Anak sopir kok mau kuliah tinggi-tinggi?” Tapi Dewi justru tersenyum sambil dalam hati berkata, “Tunggu aku di puncak, ya. Bawa teropong kalau perlu!”

Dan benar saja. Setelah lulus S1 Kimia UGM pada 2020, Dewi langsung ngegas lewat program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU), jalur kilat menuju doktoral, seperti orang balapan motor tapi pakai akal sehat.

Hasilnya? Dalam 2 tahun 6 bulan 13 hari (iya, serinci itu), Dewi menyelesaikan program doktor di bidang Kimia, spesialis katalis anorganik.

Usianya? Baru 26 tahun 6 bulan. Sementara rata-rata teman seangkatannya baru kepikiran daftar doktor di umur 42 tahun lebih.

Bukan cuma lulus cepat, penelitian Dewi juga berbobot. Ia mengembangkan material katalis berbasis silika dan titania, terdengar seperti mantra Harry Potter, padahal ini teknologi penting buat dunia yang lebih hijau dan lebih ramah lingkungan.

Sekarang, Dewi resmi menjadi dosen muda di Institut Teknologi Bandung (ITB). Status yang bikin banyak orang baru bangun tidur langsung merasa belum ngapa-ngapain dalam hidup.

Tapi saat ditanya apa impiannya, Dewi tidak menjawab mau jadi profesor, rektor, atau menteri. Dengan gaya santai ala anak kos yang baru gajian, dia bilang:

“Saya hanya ingin membuktikan bahwa anak-anak dari keluarga sederhana pun berhak bermimpi, dan bisa mewujudkannya.”

Baca juga: Aditya, Mahasiswa Indonesia yang Ditahan Akibat Kebijakan Imigrasi Trump

Genggam mimpi itu erat-erat, kata Dewi. Mau kamu lahir dari istana emas atau dari gang sempit berlumpur, kamu tetap bisa membangun masa depan yang gemilang asal kamu mau bertahan, meski kadang harus makan mie instan bertabur air mata.

Kisah Dewi adalah cerita tentang lapar yang tak menghalangi cita-cita, tentang lelah yang disulap jadi semangat, dan tentang tekad yang lebih keras dari segala keterbatasan.

Jadi kalau hari ini kamu merasa hidupmu berat, ingat Dewi, dari kos Rp600 ribu, dia terbang menjadi doktor tercepat UGM.

Karena dalam hidup ini, siapa yang paling kuat bertahan, dia yang menang.***

Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\