Aksi Palak THR, Pembiaran Aparat terhadap Bahaya Laten Iklim Usaha

Pungutan liar kerap memicu pembatalan investasi karena ketiadaan jaminan keamanan bisnis.

By
in Headline on
Aksi Palak THR, Pembiaran Aparat terhadap Bahaya Laten Iklim Usaha
Stop Pungli (foto ilustrasi)

Jakarta, TheStanceID - Hari raya Idulfitri dimanfaatkan organisasi kemasyarakatan (ormas) memalak "Tunjangan Hari Raya" (THR) kepada masyarakat dan pelaku usaha. Ironisnya, persoalan ini selalu berulang dan kian meresahkan.

Dikutip dari Kompas, dua oknum diduga dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menusuk satpam SMKN 9 Kabupaten Tangerang karena tidak diberi THR pada Senin (17/3/2025).

Menurut Kapolres Tangerang Kota, Kombes Pol Baktiar Joko Mujiono, peristiwa itu bermula ketika dua orang mendatangi SMKN 9 Kabupaten untuk bertemu salah satu staf sekolah, meminta tanggapan soal surat permintaan THR yang dikirim sebelumnya.

"Terjadi cekcok mulut antara korban dengan diduga pelaku, kemudian terjadi pemukulan dan penusukan terhadap korban oleh diduga pelaku dengan menggunakan sebilah pisau," ujar Baktiar.

Atas kejadian tersebut, dua petugas keamanan sekolah, yakni Karyono mengalami luka tusuk pada bagian kepala belakang, sementara Sunarto mengalami luka pada bagian hidungnya.

Beredar mjuga sebuah unggahan di akun Instagram @depok24jam yang menampilkan surat edaran permintaan uang THR dari tiga organisasi kemasyarakatan (ormas) kepada pengusaha di Sawangan, Depok, Jawa Barat.

Dalam surat yang beredar, ketiga ormas itu meminta THR dengan dalih sosial kontrol keamanan menjelang Lebaran.

"Sejumlah pemilik usaha di Sawangan mengaku resah setelah menerima tiga surat dari organisasi masyarakat (ormas) yang meminta dana keamanan Hari Raya Idulfitri," demikian keterangan dalam unggahan yang beredar.

Merata Hampir di Semua Daerah

Selain di Depok, aksi premanisme berbalut THR juga terjadi di Tangerang. Di platform X, beredar unggahan surat permintaan THR berkop Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Bitung Jaya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang.

Surat bernomor 005/LPM/2025 itu ditujukan kepada mereka yang berkegiatan di sekitar desa. Surat itu menyatakan bahwa berapa pun nominal THR yang diberikan akan diterima dengan senang hati.

Surat bertanggal 5 Maret 2025 itu ditandatangani Ketua LPM Desa Bitung Jaya Jayadi dan Sekretaris LPM Agus Rika.

Unggahan di platform X itu pun ramai ditanggapi warganet dengan menumpahkan kekesalan atas aksi palak THR oleh ormas. Tak sedikit warganet lain ikut mengunggah permintaan THR serupa dari ormas-ormas lain di wilayahnya.

Kepada TheStanceID, Rizky (40 tahun), pelaku UMKM yang sehari-hari berjualan beras di wilayah Tangerang mengaku tiap tahun terpaksa harus menganggarkan sejumlah uang untuk THR dari ormas yang mengatasnamakan pengurus lingkungan.

Padahal, dia telah rutin membayar sejumlah iuran yang dibebankan pengurus RT/RW setempat kepadanya setiap bulan.

Rizky mengaku dilema karena dirinya juga harus memutar otak demi menyiapkan THR bagi pekerjanya. Apalagi saat ini kondisi ekonomi sedang tidak bagus. Ia hanya berharap permintaan berasnya bisa meningkat jelang idulfitri untuk zakat dan konsumsi.

Dia mengaku selama ini memilih memberi THR ke ormas karena mengkhawatirkan potensi gangguan terhadap rumah dan usahanya jika tak memenuhi permintaan ormas tersebut.

"Kita cuma berharap, usaha kita disini aman dan gak ada gangguan. Meskipun rada mangkel juga karena kan mereka bukan karyawan tapi malah minta THR," keluhnya.

Jadi Beban Tambahan Pengusaha

Tak hanya pelaku UMKM, perilaku ormas yang minta THR ini juga dikeluhkan pengusaha besar.

Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, mengatakan bahwa fenomena ormas meminta THR menjadi beban tambahan bagi para pengusaha di tengah iklim usaha yang sudah penuh tantangan.

Menurutnya, di daerah yang tingkat masalah sosialnya tinggi, pengusaha cenderung lebih siap mengalokasikan dana untuk menghadapi permintaan semacam ini.

Namun, bagi daerah yang relatif lebih aman dan tidak memiliki tekanan sosial yang besar, permintaan jatah THR dari ormas bisa saja tidak terjadi.

Hariyadi mengakui, banyak pengusaha yang memilih untuk mengikuti "tradisi" tetap memberikan THR kepada ormas demi menutup potensi gangguan yang dihadapi bisnisnya.

"Kalau kita pendekatannya tidak luwes gitu ya, ya kenanya bisa banyak. Tapi kalau kita luwes artinya ya.. 'ini mau gimana nih? Mau ngotot-ngototan?' Yang ada jadi gak jalan tuh bisnisnya," ungkap Hariyadi dalam keterangannya.

Menurut data Himpunan Kawasan Industri (HKI), pungutan ormas maupun LSM berdalih menjaga keamanan dan ketertiban tersebut nilainya bisa mencapai triliunan rupiah.

Bahkan, banyaknya pungutan ini kerap menjadi faktor batalnya investasi yang masuk ke Indonesia dan lebih memilih negara lain yang dinilai lebih memberikan jaminan keamanan operasional bisnisnya.

Tindak Ormas Peminta Pungli

Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu mengeklaim pemerintah tengah berkoordinasi dengan aparat hukum untuk menyelesaikan persoalan pemalakan THR oleh ormas.

"Memang (persoalan ormas meminta THR) adalah permasalahan yang sangat khusus," ujarnya dalam keterangan, Selasa (18/3/2025). "Dan kita terus berkoordinasi dengan para aparat hukum untuk bisa menyelesaikan itu."

Presiden Prabowo, kata Todotua juga telah memerintahkan TNI, Polri, dan Kejaksaan Agung untuk mencermati masalah tersebut dan mengambil tindakan tegas.

Namun hingga laporan ini diturunkan tidak ada satupun ormas yang ditindak. Padahal aksi demikian terbukti membuat pelaku usaha jengah dan bahkan memilih beroperasi di luar negeri.

Contohnya adalah PT Indonesia Airlines Group (INA) atau Indonesia Airlines, sebuah maskapai penerbangan komersial baru di Indonesia yang berbasis di Singapura.

Maskapai milik Iskandar, pengusaha asal Bireuen, Aceh ini didirikan oleh Calypte Holding Pte, sebuah perusahaan berbasis di Singapura yang bergerak di bidang energi terbarukan, penerbangan, dan pertanian.

Keputusan Iskandar mendirikan perusahaan di Singapura pun menimbulkan spekulasi di media sosial. Sejumlah netizen di X berasumsi bahwa alasan utama di balik langkah ini adalah untuk menghindari pungli, premanisme, dan birokrasi rumit.

Fenomena ini bukan hal baru, mengingat startup Indonesia seperti Ruangguru, juga menjadikan Singapura sebagai markas utama mereka.

Lemahnya Penegakan Hukum

Pengamat kebijakan publik Achmad Hanif menilai pemalakan THR oleh ormas berpotensi menimbulkan dampak ekonomi sistemik jika dibiarkan berulang tanpa penanganan serius.

Bagi UMKM, pemerasan akan semakin menggerus pemasukan atau pendapatan yang sering kali jumlahnya sudah sedikit.

“Untuk bisnis dengan skala lebih besar, seperti sektor ritel dan manufaktur, ini dapat menimbulkan keraguan untuk berusaha dan perasaan tidak terlindungi,” ujar Achmad dalam keterangannya.

Dia menilai pemalakan THR oleh ormas merupakan bentuk pemerasan dan mencerminkan lemahnya penegakan hukum dan tata kelola keamanan di Indonesia. Aksi pemerasan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana menurut Pasal 368 KUHP.

Sayangnya, pemerintah maupun aparat keamanan masih kurang serius dalam merespons banyaknya kejadian pemalakan oleh ormas.

“Terlebih, ini semakin dipersulit dengan beberapa ormas yang memiliki kedekatan dengan figur politik atau aparat sehingga semakin sulit ditindak,” kata Achmad.

Jika dibiarkan, lanjutnya, tercipta preseden buruk yang merusak kepastian hukum dan memperparah ketidakpastian ekonomi nasional. (est)

Untuk menikmati berita peristiwa di seluruh dunia, ikuti kanal TheStanceID di Whatsapp dan Telegram.

\