Rabu, 16 Juli 2025
Term of Use Media Guidelines

Yai Imam Aziz, Ulama di Simpang Kiri Jalan

Jauh sebelum kampanye rekonsiliasi muncul di era reformasi, KH Imam Azis dengan LKiS membuka kesadaran menuju ke sana sejak tahun 1993. Buku Kiri Islam yang dia terbitkan menjadi tanda baru, di mana penanda hijau dan merah tak selalu terjalin dalam relasi yang saling menegasikan.

By
in Human of Change on
Yai Imam Aziz, Ulama di Simpang Kiri Jalan
KH. Imam Azis mengunjungi Pesantren Mahasiswa PPM Al-Hadi pada 12 Januari 2021. (Sumber: https://ppm.alhadi.or.id/)

TheStanceID - Di dunia ini rasanya sulit menemukan sosok ulama seperti Kyai Haji (KH) M. Imam Aziz.

Di satu sisi ia seorang guru di Pondok Pesantren (Ponpes) Bumi Cendekia Yogyakarta, di sisi yang lain, ia vokal menyuarakan pembelaan bagi kaum tersingkir.

Lahir dengan nama lengkap Muhammad Imam Aziz pada 29 Maret 1962 di Pati, Jawa Tengah, sang ayah yakni KH Abdul Aziz Yasin membekali dirinya dengan fondasi ilmu agama yang kuat.

Selepas ditempa langsung oleh sang ayah, Imam Aziz kemudian lanjut berguru kepada KH Sahal Mahfudh, guru utama yang membentuk kepekaan sosial dalam dirinya. Kyai Sahal adalah pimpinan Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen, Pati.

Menempuh pendidikan tinggi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, KH Imam Azis aktif dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan sempat menjadi pemimpin umum Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Arena.

Pergulatan intelektual dan dunia aktivisme selama menjadi mahasiswa membentuk pola pikirnya menjadi progresif, peduli terhadap lingkungan, isu Hak Azasi Manusia (HAM) dan masyarakat terpinggirkan.

Dari situ, pada tahun 1993 dia mendirikan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS), yang menjadi wadah bagi generasi muda Nahdliyin progresif.

Lembaga ini menjadi sarana bagi kalangan muda Nahdlatul Ulama (NU) bergulat dengan ide-ide progresif dan mengaktualisasikan ide serta pemikiran mereka.

Membuka Kesadaran Rekonsiliasi

Kiri Islam

LKiS lantas membuat gebrakan dengan menerbitkan buku Kiri Islam, Antara Modernisme dan Postmodernisme; Telaah Kritis Pemikiran Hassan Hanafi karya Kazuo Shimogaki.

Terbitnya buku ini oleh LKiS semakin mengorbitkan nama lembaga tersebut di Indonesia, karena menciptakan pesan baru di mana kaum hijau tidak alergi dengan pemikiran kaum merah (kiri).

Sebagaimana diketahui, NU adalah organisasi massa Islam terbesar di Indonesia yang dalam sejarah Orde Baru cenderung diposisikan berseberangan dengan pemikiran atau pandangan kaum Kiri. Bahkan, anti terhadap segala hal yang berbau 'Kiri.'

Peristiwa G-30-S yang diikuti kekerasan politik masif sepanjang 1965-1966 menghadirkan luka yang amat dalam bagi bangsa Indonesia.

NU dengan milisi Gerakan Pemuda (GP) Ansor termasuk di garda terdepan dalam konflik tragis yang diperkirakan menelan nyawa 3 juta rakyat Indonesia sebagai "tumbal proyek" berdirinya rezim Orde baru.

Jika berbagai pihak baru mewacanakan rekonsiliasi pada era reformasi guna merajut hubungan kebangsaan antara kubu yang dulu dihadap-hadapkan, KH Imam Azis dengan LKiS membuka jalan itu sejak tahun 1993.

Setidaknya, dengan melapangkan kesadaran massa akan peluang rekonsiliasi dengan menerbitkan buku Kiri Islam, yang menunjukkan bahwa kedua penanda itu tak selalu terjalin dalam relasi petanda yang saling menegasikan.

Baca Juga: Semangat Pembela HAM di Balik Jubah Paus Leo XIV

Di era reformasi, KH Imam Aziz terjun langsung dalam upaya rekonsiliasi dengan mendirikan lembaga bernama Masyarakat Santri untuk Advokasi Rakyat (Syarikat) pada awal tahun 2000-an.

Melalui Syarikat, KH Imam Aziz mengajak generasi muda NU untuk bergerak menggalang gagasan dan upaya rekonsiliasi dengan para korban konflik 1965.

Di tengah kuatnya trauma tokoh NU terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) dan afiliasinya, KH Imam Aziz tampil bersama Syarikat-nya untuk memberi pemahaman lebih mendalam mengenai tragedi kelam bangsa ini.

Dia ingin membangun kesadaran, khususnya di internal NU, bahwa para penyintas 1965 pada hakikatnya juga adalah korban manuver politik Soeharto--yang belakangan diketahui didukung Amerika Serikat (AS) melalui Central Intelligence Agency (CIA).

KH Imam Aziz menunjukkan bagaimana sejarah penuh luka itu seharusnya dilihat dengan lebih jernih dan manusiawi, membuka ruang empati, bukan sekadar merawat dendam.

Bersuara bagi Wadas

WadasKonsistensi membela mereka yang terpinggirkan bertahan hingga kemudian KH Imam Azis turun membela masyarakat Wadas. Dia menjadi satu di antara sedikit tokoh NU yang cukup vokal berseberangan dengan oligarki di kasus Wadas.

Ketika terjadi penyerbuan dan kekerasan terhadap warga Wadas, KH Imam Azis dengan tegas memberikan tanggapan dan mengawal kasus tersebut untuk diselesaikan secara hukum.

Dialah salah satu sosok penting yang berperan mengungkap berbagai pelanggaran dan manipulasi dalam proyek penambangan di Wadas, Jawa Tengah.

“Dalam konteks permasalahan di Wadas, Gubernur Jawa Tengah dan BBWS-SO tidak pernah melakukan konsultasi publik ulang dan kajian terhadap penolakan dan keberatan warga atas rencana pengadaan tanah,” ujar Imam Aziz dikutip dari NU Online.

Yang terjadi, lanjut dia, justru Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo secara manipulatif melawan hukum dengan menerbitkan Izin Penetapan Lokasi Bendungan Bener di tengah penolakan dan keberatan warga.

Ia juga menilai pembangunan bendungan Bener dan rencana tambang di Wadas tidak melayani kepentingan umum. Baginya, proyek Wadas merupakan wujud kesewenang-wenangan pemerintah terhadap rakyat kecil.

Di tengah sepak-terjangnya, dia mendapat amanah menjadi salah satu Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan staf khusus Wakil Presiden Ma'ruf Amin (2019-2024).

Di masa senjanya, Imam Aziz mengembangkan Pondok Pesantren Bumi Cendekia di Yogyakarta sejak 2018. Di sanalah ia mengabdi bagi umat hingga Allah memanggilnya pada Sabtu (12 Juli 2025) lalu.

Imam Aziz meninggalkan kita dengan teladan konsisten dalam menempuh gerakan yang berpihak pada kaum mustadh’afin. Ia tak gentar menghadapi tekanan atau represi, juga tidak tenggelam dalam kekuasaan. (mfp)

Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram TheStanceID.

\