Lagi-Lagi Konsumen Jadi Korban, Satgas Pangan Temukan 212 Merek Beras Oplosan
Tidak hanya merugikan konsumen secara kualitas, beras oplosan menyebabkan kerugian ekonomi Rp99 triliun per tahun. Polisi sudah memeriksa sejumlah perusahaan dan pengusaha besar yang diduga terlibat. Pelaku pengoplosan beras bisa terancam pidana maksimal 5 tahun penjara.

Jakarta, TheStanceID – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman baru-baru ini mengungkap temuan yang mencengangkan publik. Sebanyak 212 merek beras diduga melakukan pengoplosan dan pelanggaran standar mutu.
Terungkap pula beras oplosan itu bahkan beredar sampai di rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium, tapi kualitas dan kuantitasnya menipu.
Temuan ini merupakan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan bersama Satgas Pangan Polri dan tim Kementerian Pertanian.
Modus yang digunakan tidak hanya merugikan konsumen secara kualitas, tetapi juga menyebabkan kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp99 triliun per tahun.
"Contoh ada volume yang mengatakan 5 kilogram padahal 4,5 kg. Kemudian ada yang 86 persen mengatakan bahwa ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya apa? Satu kilo bisa selisih Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram," ujar Amran dalam keterangannya, Sabtu (12/7/2025).
"Ini kan merugikan masyarakat Indonesia, itu kurang lebih Rp 99 triliun, hampir Rp 100 triliun kira-kira, karena ini terjadi setiap tahun. Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, kalau 10 tahun kan Rp 1.000 triliun, kalau 5 tahun kan Rp 500 triliun, ini kerugian," tambahnya.
Pengusaha Besar Terlibat Pengoplosan Beras
Lebih lanjut, Amran Sulaiman mengatakan salah satu pengusaha besar diduga terlibat kasus beras oplosan ini. Meski tidak menyebut identitas pengusaha tersebut, Amran hanya mengatakan pengusaha itu kini tengah diperiksa penegak hukum.
Sebelumnya, temuan 212 produsen beras nakal itu telah diserahkan kepada Kapolri, Satgas Pangan dan Jaksa Agung untuk segera diproses secara hukum agar tidak merugikan masyarakat luas dan petani Indonesia.
Ia berharap, proses hukum terhadap pelanggaran tersebut berjalan cepat dan tegas, demi memberi efek jera kepada produsen beras nakal yang bermain di sektor pangan pokok nasional.
"Nah ini harus diselesaikan, kami sudah menyurat ke Kapolri dan Kejagung dan Satgas pangan juga sudah bekerja yang melibatkan pengusaha besar yang telah diperiksa tanggal 10 kemarin," kata Amran.
Daftar Merek Beras yang Diduga Dioplos
Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen (Pol) Helfi Assegaf membenarkan, proses pemeriksaan terhadap sejumlah perusahaan besar masih berlangsung.
“Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” ujar Helfi yang saat ini juga menjabat sebagai Dirtipideksus Bareskrim Polri.
Beberapa merek beras yang diduga dioplos dan dipasarkan antara lain :
1. Sania, Sovia, Fortune, dan Siip – diproduksi oleh Wilmar Group.
2. Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Setra Pulen – milik Food Station Tjipinang Jaya.
3. Raja Platinum, Raja Ultima – milik PT Belitang Panen Raya.
4. Ayana – diproduksi oleh PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Keempat perusahaan beras tersebut diperiksa berdasarkan sampel beras kemasan dari berbagai daerah yang sebelumnya dikumpulkan oleh Satgas Pangan.
Merespons temuan Satgas Pangan Polri itu, Kepala Divisi Unit Beras PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group), Carmen Carlo Ongko mengatakan pihaknya menghormati dan mendukung penuh proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Satgas Pangan Polri.
Meski begitu, ia memastikan bahwa seluruh proses produksi serta distribusi produk beras kemasannya sudah sesuai dengan standar perusahaan.
“Dalam menjalankan operasional bisnis, kami memastikan seluruh proses produksi dan distribusi beras PT SUL dijalankan sesuai dengan standar mutu dan regulasi yang berlaku,” kata Carmen dalam pernyataan resminya, Sabtu (12/7/2025).
Sementara itu, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, Karyawan Gunarso, mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi dan mengecek lebih lanjut terkait dengan pemeriksaan tersebut.
“Saya akan koordinasi, dan men-cross check dulu,” tegas Karyawan.
Dampak Konsumsi Beras Oplosan Bagi Kesehatan
Mengonsumsi beras oplosan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan serius. Bahan-bahan campuran yang digunakan dalam beras oplosan berpotensi merusak organ dalam tubuh dan menyebabkan gangguan pencernaan.
Selain itu, beras oplosan juga berisiko mengandung zat karsinogenik yang dapat memicu kanker. Bagi ibu hamil, konsumsi beras oplosan dapat menyebabkan gangguan hormon dan cacat pada janin.
Berikut adalah beberapa risiko kesehatan yang dapat timbul akibat konsumsi beras oplosan:
Kerusakan organ dalam tubuh.
Gangguan pencernaan.
Paparan zat karsinogenik (penyebab kanker).
Gangguan hormon.
Cacat janin (jika dikonsumsi ibu hamil).
Kementerian Pertanian sendiri sebenarnya sudah memiliki standar mutu beras yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020, dimana beras premium berkadar air maksimal 14 persen, butir kepala minimal 85 persen, dan butir patah maksimal 14,5 persen.
Tak hanya di SNI, peraturan mutu beras juga turut diperkuat oleh Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/PERMENTAN/PP.130/8/2017 tentang Kelas Mutu Beras.
Pengoplos Beras Terancam Pidana Maksimal 5 Tahun Penjara
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Niti Emiliana mengatakan beras oplosan dijual sebagai beras premium merupakan pelanggaran terhadap hak konsumen.
"Perbuatan oknum penjual beras yang tidak sesuai dengan standar akan menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras dipasaran. Oleh karena itu Pemerintah harus dapat menjelaskan pada masyarakat konsumen terhadap kualitas dan kuantitas atas komoditi beras yang dijual di pasaran," kata Niti dalam keterangannya, Senin (14/7/2025).
Niti juga meminta pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memberikan sanksi berat terhadap perusahaan yang terbukti mengoplos beras.
"Tidak ada posisi tawar bagi oknum penjual beras yang tidak sesuai standar yang dilakukan secara berulang mendulang keuntungan yang tinggi," ucapnya.
"Terhadap pelaku seperti ini pemerintah seharusnya tidak berfikir dua kali untuk menjatuhkan sanksi yang tegas," tambah Niti.
Pengoplosan juga berarti melanggar aturan perundang-undangan soal mutu dan label beras. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tindakan tersebut dilarang.
"Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: (a) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi beleid itu.
"(e) tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; (f) tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut," sambung beleid tersebut.
Baca Juga: PR Pelik yang Harus Diatasi Ketika Stok Beras di Gudang Bulog Capai 4 Juta Ton
Berdasarkan pasal 62, pelaku usaha yang melanggar aturan itu terancam hukuman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.
"Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000", bunyi aturan tersebut.
Konsumen Berhak Dapat Ganti Rugi
Lebih lanjut, Niti Emiliana juga menyarankan pemerintah membuka kanal aduan mengenai beras oplosan ini. Menurutnya, konsumen berhak mendapatkan ganti rugi yang setimpal. Konsumen yang dirugikan berhak mengajukan gugatan ganti rugi, baik secara individu maupun melalui gugatan kelompok (class action).
"Bagi masyarakat konsumen yang merasa dirugikan oleh praktek-praktek kecurangan ini dapat menggunakan haknya untuk mengadu dan mendapatkan ganti rugi yang sepadan," kata dia.
YLKI juga mendorong pemerintah membuka posko pengaduan konsumen terkait produk beras yang tidak sesuai dengan standar.
Niti juga meminta Kementerian Perdagangan merevisi terhadap sanksi administrasi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen agar lebih lebih progresif dan memiliki efek jera termasuk kemungkinan mencabut izin usaha secara permanen bagi pelaku berulang, terutama terhadap komoditi esensial atau komoditi penting, termasuk bahan pangan.
YLKI juga menuntut pengusaha beras menarik kembali beras yang tidak sesuai dengan standar yang berlaku.
"YLKI meminta pemerintah mengawasi dengan ketat peredaran beras di pasaran agar sesuai baik secara kualitas maupun kuantitas dan tidak segan segan memberikan sanksi kepada pelaku usaha untuk me-recall beras yang tidak sesuai dengan standar," ujarnya.(est)
Simak info publik, kebijakan & geopolitik dunia di kanal Whatsapp dan Telegram The Stance.